Saya selalu tergelitik bila mendengar percakapan seperti ini:
Murid : bu, saya 'sama' Tania mau mengumpulkan tugas
Guru : ohh.. saya baru tahu kalian itu kembar
Murid : maksudnya, bu?
Guru : iya saya baru tahu kalau kalian itu sama
Murid : (kebingungan sambil senyum-senyum) tidak bu... 'kita' bukan kembar
Guru : kita? Oh ya jelaslah... orang tua saya dan kalian kan berbeda... lagipula usia kita terpaut jauh
Murid : (semakin bingung) hehe...
Guru : coba ulangi dari awal maksud kedatangan kalian
Murid : permisi, bu... saya 'sama' Tania mau mengumpulkan tugas
Guru : sama? Kamu dan Tania sama?
Murid : @@#$???!!!???&*$#
Percakapan sederhana memang... bukan masalah kata 'permisi' yang lupa diucapkan untuk kesantunan.. tapi, dari sini saya menemukan bahwa ada beberapa murid yang belum mengerti penggunaan arti kata 'sama' dan 'kita'.
Kalau sudah begitu semua mata langsung melirik pada meja guru Bahasa Indonesia. Lirikan yang berkata 'kamu jadi tersangka utama'. Saya anggap lirikan itu suatu bentuk ketidakadilan lebih tepatnya mungkin pengotak-ngotakan terhadap sebuah tanggung yang harus dijawab bersama.
Paling aduhai lagi bila sampai terlontar pertanyaan:
'Siapa sich guru Bahasa Indonesianya?'
--
Menurut saya, semua guru bidang studi apapun seharusnya WAJIB memahami dan bisa menularkan pemahaman berbahasa kepada para murid. Bila sudah ditularkan maka seharusnya tidak ada lagi miskonsepsi diksi atau bahkan motif kotak-kotak, polkadot dsb. untuk mencari tahu oknum yang harus bertanggung jawab terhadap hal paling mendasar dalam berbahasa baik lisan atau tulisan.
--
Jadi... marilah, hai para guru kita bahu-membahu untuk membuka cakrawala para generasi penerus bangsa. Cara paling sederhana yaitu berbahasa dengan tepat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI