Mohon tunggu...
Belajar Hidup
Belajar Hidup Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Terima Kasih Polri

16 November 2016   14:55 Diperbarui: 16 November 2016   15:21 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang ini Indonesia dikejutkan dengan kabar bahwa POLRI telah menaikkan penyelidikan Ir.Basuki Tjahaja Purnama MM atas kasus dugaan penistaan agama dalam kaitan dengan surat Al Maidah pasal 51 menjadi penyidikan alias ke tingkat tersangka untuk diajukan dalam tingkat pengadilan.

Posisi POLRI tampak serba salah, karena apabila membiarkan Ahok bebas, maka dianggap tidak adil dan sebaliknya apabila membuat Ahok menjadi tersangka sungguh amat ganjil dan dirasa tidak adil oleh sebagian yang lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa gerakan massa 04 November 2016 telah menarik perhatian dunia nasional dan internasional mengenai bagaimana perjalanan proses demokrasi di Indonesia.

Jessica Stern seorang pakar dalam studi Terorisme dan Penggunaan Kekerasan untuk Tujuan Politik, memaparkan hasil penelitian selama 20 tahun di bidang ini untuk menjelaskan mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan. Hasil wawancara dan penelitian telah digeluti mulai dari berbagai macam orang di berbagai belahan dunia: Tukang Bunuh Neo Nazi, Radikalis Garis Keras Kulih Putih, Jaringan Kultus Anti Pemerintah di Amerika Serikat, Teroris yang menyebut diri Islam Garis Keras di Pakistan, Indonesia, Libanon, Gaza; Ekstrimis Hindu India, sampai pelaku Teroris Yahudi di Israel. Ia menyimpulkan bahwa tidak ada profil khusus untuk orang yang menjadi terorisme dan melakukan kekerasan (violence).

Yang mengejutkan dari penelitiannya adalah bahwa kebanyakan dari mereka yang melakukan kekerasan dan menjadi agen teroris sadis di berbagai belahan dunia kebanyakan bukan karena faktor agama atau unsur politik yang diputarbalikan, tetapi lebih di dorong oleh rasa takut, cinta, benci, idealisme, trauma, mencari identitas diri, haus pengalaman dan popularitas, rakus karena uang, tanah, kekuasaan. Sebagian orang bergabung dengan kelompok afiliasi kekerasan karena ingin bersama dengan teman-temannya, atau bahkan tergiur tawaran janji religius. Sementara yang lain terikut karena pengangguran dan perasaan malu secara kolektif akan keadaan dirinya. Semuanya ini menjadi faktor yang sangat kuat melahirkan pelaku terorisme baik secara perorangan atau dalam kelompok besar.

Menariknya Jessica mencoba untuk menelisik bagaimana para perekrut teroris bekerja. Apa yang menjadi jalan pikiran para perekrut kelompok teroris? Bagaimana seseorang bisa bergabung dalam grup radikal saya dan masuk dalam zona perang? Sebagai contohnya, ketika mereka melihat presiden Irak lebih mendukung kaum Syiah, maka orang-orang Suni merasa tidak aman. Puluhan tahun mereka berada di posisi atas dalam komunitas dan tiba-tiba diletakkan di bawah, maka keadaan ini menjadikan pekerjaan para perekrut teroris sangat mudah. Stern lebih menyukai pendekatan wawancara dari pada mengisi kuisioner untuk menguak apa yang ada dalam pikiran para pelaku teroris ini. Baginya, hanya ketika kita mencoba memahami orang tersebut, belajar mendengar dan memahami keadaan dan latar belakangnya, maka kita akan mengerti kenapa ia berbuat demikian.

Lalu apa hubungan semua ini dengan POLRI dan Ahok? Mari kita telaah satu persatu dari kerangka dasar hasil penelitian pakar Jessica Stern yang telah dilaukan di berbagai penjuru dunia dalam konfliknya. Pertama, aksi demonstrasi yang dilakukan 04 November adalah besutan dari FPI (Front Pembela Islam) yang terkenal sejak dahulu kala dengan aksi rusuh, kekerasan dan perusakan. Demonstrasi kali ini disebut spesial karena mendapat dukungan dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan sejumlah ormas Islam. 

Demo berjalan sangat baik dan tertib. Kemudian sejumlah massa mulai melanggar aturan main jam demo, dilanjutkan dengan lemparan batu sebesar bola basket, tusukan bambu runcing, hingga pembakaran puluhan mobil aparat. Malamnya dilanjutkan dengan usaha kekacauan dan penjarahan. Siapakah mereka? Terlalu banyak perdebatan dan simpang siur dari media massa dan isyu yang beredar, namun semua sepakat bahwa sejumlah oknum ini melakukan kekerasan dan sudah terbaca dalam orasi sepanjang hari itu bahkan di waktu-waktu sebelumnya.

Kedua, perhatikan bahwa tuntutan untuk mem “polisikan” Ahok secara masif dan terstruktur telah mengarah ke Istana Negara dengan orasi jatuhkan pemerintah yang ada saat ini. Tampak jelas agenda politik untuk memecah belah persatuan di Indonesia dengan kekerasan baik itu diikuti dengan bom di Samarinda yang menewaskan seorang balita, maupun sejumlah teror bom yang memang tidak banyak dimuat di berbagai media massa.

Ketiga adalah faktor gencarnya media massa “abal-abal” yang sengaja terus memutar balikan peristiwa dengan pernyataan provokatif. Semua ini bertujuan satu yakni membakar emosi orang-orang yang ter provokasi untuk saling menyerang dan membenci, sehingga ujung-ujungnya adalah kekacauan dan kerusuhan. Inilah yang ditungguh oleh mereka.

Mengingat ketiga hal di atas dan teori dari Jessica Stern tentang berpikir dari cara pikir perekrut teroris, maka saya yang tadinya kecewa dengan POLRI justru apresiasi dan mengatakan, Ya! Terima Kasih Polri yang telah mengeluarkan keputusan Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka. Kenapa? Satu, langkah taktis ini bukan sekedar penyelidikan profesional yang hebat tetapi cara berpikir yang jenius untuk membuka lebih lebar apa yang sedang terjadi di Indonesia. Membuka pintu kasus secara transparan di publik memang sangat berisiko besar, tetapi pada kelanjutannya jadi terlihat jelas siapa-siapa saja yang jadi bibit teroris; pihak yang mengaku ulama tapi sebenarnya “abal-abal”, pihak yang benar-benar ulama dengan menyuarakan kebenaran dan persatuan Indonesia, serta gelombang massa yang rapuh dan mudah disulut dalam kerusuhan dan permainan para perekrut ini.

saya ucapakan Terima Kasih Polri! Ini bukan cemooh atau sindiran tetapi tulus dari dalam hati karena saya tahu Tuhan yang mengatur hari esok adalah Tuhan yang berpihak pada kebenaran dan bukan kekerasan. Terima Kasih Polri karena sudah berpikir selangkah lebih maju dengan cara pikir para perekrut kekerasan di Indonesia.

 Terima Kasih Polri karena kami tahu bahwa pendukung Ahok dan orang-orang yang tidak setuju dengan kekerasan tidak akan berdemo dengan jumlah luar biasa besar yang memakan dana konon katanya ratusan miliar. Kami kami ini tidak sudi mengeluarkan kata umpatan dan membiarkan rasa sakit hati, benci serta dendam di dalam hati kami. Karena kami tahu bahwa mereka yang menjadi pion kekerasan dilatar belakangi dengan takut, benci, trauma, merasa diperlakukan tidak adil, merasa hidupnya tidak adil, dan sebagian dari mereka karena ditawan oleh cinta uang, kuasa dan kebingungan identitas diri. Di akhir kata, bagi yang mau komentar, menambahkan, mengkritik atau mendukung silahkan. Terima Kasih POLRI!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun