Mohon tunggu...
Ma`mar .
Ma`mar . Mohon Tunggu... -

membaca dan menulis. itu saja

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ghibah dan Kuda

18 Desember 2010   23:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:36 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Samtari masih 5 SD. Entah mengapa, dia kesal dengan kebiasaan ibunya yang selalu menggosip. Bersama ibu-ibu tetangga, setelah ashar pasti kumpul di depan rumahnya. Tertawa sangat keras dan kadang saling berbisik. "Ayah apa yang mereka lakukan?" Samtari menggangu ayahnya yang sedang minum kopi sambil baca koran. "Itu gibah." "Ceritakan aku tentang gibah." Lalu ayahnya bercerita tentang seorang bapak yang selalu mengajarkan anaknya  makna kehidupan. * "Hari ini apa yang akan kau ajarkan, Pak?" "Gibah." "Gibah?" Bapak itu pergi ke kandang kuda. Membuka ikatan, lalu membawa kuda jantan keluar. Kuda itu sangat gagah. Bulunya halus dan bersih. "Ayo aku buktikan bahwa manusia suka sekali gibah." Anaknya disuruh naik kuda. Si bapak hanya menuntun sambil memagang talinya. Mereka keluar rumah dan melewati beberapa tetangga yang sedang berkumpul di depan rumah. "Wah anak tidak tahu diri. Masa bapaknya disuruh menuntun dan dia enak-enakan naik di atas kuda." Setelah hilang dari pandangan orang-orang, anaknya di suruh turun dan tukar posisi. Kini anaknya yang menuntun kuda. Mereka melewati lagi rumah yang di depannya berkumpul ibu-ibu. "Hey lihat, tega sekali orang tua macam itu. Anaknya disuruh menuntun kuda dan dia tanpa dosa naik di atasnya." Setelah jauh, anaknya berkata, "benar juga kau, Pak." "Tunggu ini belum selesai. Sekarang kamu naik sini kita tunggang berdua. Kuda kita sangat kuat. Ayo kita cari lagi kumpulan ibu-ibu yang berkumpul di depan rumah." Setelah dapat, bapak dan anaknya diam. Menunggu reaksi orang yang melihat. Lalu telinganya siap-siap mendengarkan suara yang terlontar. "Anak dan bapak sama saja, tidak punya pikiran. Masa kuda itu ditunggangi berdua, kasian sekali kuda itu." "Sok tahu, padahal kuda kita masih bisa berlari bila ditambah satu orang lagi." Anaknya protes "Biarlah, sekarang kita turun. Kita tuntun berdua kuda ini." Anaknya tersenyum, menikmati pelajaran yang diberikan. "Lihat, Nak, itu ada lagi kumpulan ibu-ibu, ayo kita lewat sana." Lama mereka dipelototi, tapi muncul juga suara yang mengomentari mereka. "Bapak dan anak sama saja, tidak ada otaknya, masa kuda segagah itu bukan di taiki malah dituntun berdua." "Hahahaha," anaknya tertawa, "jadi apa pun yang kita lakukan selalu ada saja celah untuk menjelekkan kita ya? "Kau simpulkan saja sendiri. Ayo kita pulang, aku lapar." * Setelah dengar cerita itu, Samtari mengambil langkah cepat. Masuk ke kamar mandi dan menuangkan air ke dalam ember. Tampak susah payah dia angkat ember itu. Ember yang bergoyang membuat percikan air jatuh ke lantai. "Apa yang mau kamu lakukan?" "Aku mau siram ibu dan ibu-ibu tetangga biar tidak selalu membicarakan kejelekan orang terus." Ayanya tidak melarang. Dia lanjutkan baca koran dan menantikan suara yang akan terlontar dari istrinya dan teman-temannya. ******** 19 Desember 2010 gibah: membicarakan keburukan (keaiban) orang lain. Definisi dari www.artikata.com gambar minjem di gugel

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun