Ina Bunga menambahkan, sang bapak juga yang membuatnya mencintai lautan. Bagi Ina Bunga, lautan adalah tempat yang tepat untuk dirinya meleburkan segala cerita yang tidak jelas. Tempat baginya meleburkan segala emosi negatif yang mengganggu hati. Karena itu, dengan sampan kecilnya, Ina Bunga sering sendirian mengarungi laut di belakang rumahnya untuk memancing atau menjala ikan. Kadang pagi ketika lautan menghampar begitu tenang seperti danau, kadang sore ketika semburat senja mewarnai horizon.
Awalnya, cerita Ina Bunga, dirinya sering menemani sang bapak ketika melaut. Dia yang ingin ikut dan sang bapak mengijinkan. Dimulai ketika usianya belum 12 tahun saat itu.Â
Di Leomanu, laut memang menyediakan berkat bagi siapapun yang akrab dengannya. Di sana, para nelayan tradisional juga mengandalkan laut untuk menopang hidup mereka. Hasil panen ladang sangat sedikit akibat ketiadaan tanah sawah yang subur dan kurangnya air hujan. Lautan memberi cukup rezeki untuk melengkapi kebutuhan mereka.
Setiap tahun, masing-masing nelayan di Leomanu mendapat sekira 5 hingga 10 juta rupiah dari hasil melaut. Ikan halus putih yang mahal harganya selalu mereka dapat. Pada waktu tertentu, laut Fatu Ike yang dekat dengan mereka selalu menyediakan ikan halus putih dalam jumlah banyak. Menyerok (sorok) adalah cara mereka menangkap ikan halus putih. Ikan yang didapat dengan cara menjala (pukat) dan memancing juga banyak.
Bapak Bunga sering melaut ditemani anak gadisnya dari saat masih belia hingga remaja. Dia baru beralih dan fokus mengurus belasan pohon lontar di dekat rumah mereka setelah Ina Bunga duduk di bangku SMA. Sebelumnya, belasan pohon lontar itu belum berbuah untuk diambil airnya (tuak) sehingga bapak Bunga memiliki banyak waktu untuk melaut setelah selesai mengiris buah lontar dari beberapa pohon lain di dalam kampung Poanbaun milik salah satu temannya. Hasil kebun dan gula merah yang sedikit dari beberapa pohon lontar saat itu tidak bisa diharapkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Hingga saat ini, jika ada waktu luang, bapak dan anak itu masih sering melaut bersama. Hasil melaut juga mereka jual untuk mendapat tambahan uang. Jika ayahnya sibuk, Ina Bunga sendirian melaut. Bapak Bunga tidak khawatir anaknya sendirian di dalam laut.
"Dia bisa sendiri. Sejak kecil, Dia selalu ingin melakukan hal baru yang menantang bagi dirinya. Mulai dari masuk laut, naik pohon lontar untuk iris tuak, dan hal-hal lainnya. Bagi saya, sepanjang tidak merugikan, biasanya saya dukung. Hanya untuk naik pohon lontar, saya tidak mau," cerita bapak Bunga.
Bapak Bunga juga bercerita, saat masih duduk di bangku SD kelas 5, anak gadisnya yang sementara melaut bersamanya itu ngotot untuk dibiarkan sendirian berenang dari dalam laut menuju pantai padahal jarak ke pantai masih jauh saat itu.
"Akhirnya saya ijinkan Dia untuk berenang. Saya awasi dari atas sampan. Dia berenang sepanjang hampir 100 meter waktu itu," cerita Bapak Bunga.
***
Ina Bunga memang istimewa. Terlibat dalam setiap kegiatan sosial di lingkungan mereka, juga mudah bergaul dengan siapapun. Orang tua yang jauh berbeda usia dengannya dikawani. Kanak-kanak yang kadang dianggap sebelah mata oleh orang dewasa diakrabi olehnya dengan santun dan penuh hormat. Mereka menyayangi Ina Bunga. Tak heran, dirinya dan keluarga mereka diterima dengan baik. Tidak ada lagi yang mempersoalkan keberadaan mereka.