Hingga saat ini, kebiasaan budaya masyarakat yang cenderung menempatkan  bife meto dalam posisi yang tidak menguntungkan masih terus bertahan.  Apalagi, perilaku merusak lingkungan pemberi hidup juga makin masif.  Mengidentikkan perempuan dengan lingkungan pemberi hidup juga hanya  sekedar didengar dalam tutur dan sapaan adat saat ini. Jejak identik  perempuan dan lingkungan pemberi hidup sudah samar, bahkan terancam  hilang dalam mindset lokal.
Karenanya, hemat penulis, jejak dan cara pandang lokal yang menempatkan  perempuan setara dengan alam pemberi kehidupan yang ternyata telah hidup  dan berkembang dalam masyarakat komunal berabad - abad lalu mesti  ditelusuri dan dihidupkan kembali dalam mindset lokal sehingga  menyadarkan kita untuk kembali menempatkan perempuan setara dengan alam  pemberi hidup. Pada posisi yang sama, lingkungan yang mendukung  kehidupan juga dipandang setara dengan keagungan perempuan. Bukankah  setiap kita yang ada juga lahir dari rahim perempuan?. Kebijaksanaan  demikian yang menampilkan citra hidup manusia berbudaya, manusia  beradab, akan telak menyindir kita, gerombolan manusia biadab (lawan  dari beradab) yang gemar mengeksploitasi perempuan dan lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H