Tujuh puluh sembilan tahun Indonesia merdeka. Bebas dari penjajahan fisik setelah melawan 6 negara adidaya. Kemerdekaan yang diraih tidak secara cuma-cuma. Tapi dengan darah harta jiwa dan raga dari beberapa generasi anak-anak Nusantara.
Tujuh puluh sembilan tahun Indonesia merdeka. Kemerdekaan yang diraih atas pertolongan Allah Subhanahuwataala semata. Dengan wasilah perjuangan para pahlawan tanpa tanda jasa.Â
"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya." Begitulah penggalan alinea ketiga dari pembukaan UUD 1945.
79 tahun Indonesia merdeka. Usia yang sudah tidak lagi muda. Namun begitu, pertanyaan klasik yang masih sering kita dengar. Benarkah kita telah merdeka.??
Secara fisik, mungkin kita sudah merdeka. Sudah tidak ada lagi invasi militer. Tidak ada lagi negara yang menjajah dengan senjata-senjata perangnya.
Namun ternyata, masih banyak hal yang menjadi tanda-tanda kemerdekaan dari suatu bangsa yang belum lagi nampak di negeri kita.
Hari-hari ini, berkehidupan kebangsaan yang bebas, sebagaimana yang diharapkan di dalam pembukaan UUD 1945 kembali diuji. Adalah Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) yang berisikan anak-anak muda dari seluruh penjuru Nusantara, mendapatkan ujian dari kebebasan ini.
Putra putri terbaik dari masing propinsi yang dipilih dengan seleksi yang ketat sudah siap menjalankan tugasnya.
Kebebasan itu tercoreng justru menjelang peringatan hari kemerdekaan. Dan lebih menyedihkan lagi "pelaku" nya adalah mereka yang justru diamanatkan untuk menjaga ideologi Pancasila ini.
BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) merubah aturan terkait tata pakaian dan sikap tampang Paskibraka yang awalnya tidak mempermasalahkan personil paskibraka putri mengenakan jilbab. Â Dan yang sangat menyedihkan adalah alasan perubahan itu hanya atas dasar keseragaman. Ironis!!
Kebijakan yang sungguh tidak bijak, dan tidak berdasarkan asas kebebasan keadilan dan keberadaban.
Perubahan aturan yang sama sekali tidak menjadi lebih baik. Malah mundur ke belakang. Di saat anak-anak bangsa yang mayoritas muslim ini dengan penuh kesadaran menjalankan ideologi Pancasila tanpa paksaan (karena memang tidak ada pertentangan antara ideologi Agama dan ideologi Pancasila), kenapa di saat-saat seperti itu, Â malah BPIP membuat aturan yang mencoba mempertentangkan kembali antara kesadaran ber Pancasila ini dengan mengutak-atik hak-hak privasi dalam menjalankan kewajiban dalam agama?.
Jilbab di dalam Agama Islam bukan sekedar selembar kain yang bisa dikenakan atau dilepas begitu saja dari kepala seorang wanita muslimah. Jilbab tidaklah hanya budaya jazirah arab. Jilbab adalah identitas dari seorang wanita muslimah yang taat yang baik yang menjalankan ajaran agamanya secara bebas tanpa ada paksaan.
Di saat Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengatakan: jilbab dilepas "hanya" saat upacara, itu menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak paham asas kebebasan, tidak menghormati hak-hak individu dalan menjalankan ajaran agamanya.
Tidak mengherankan, jika semua kalangan menolak keras aturan tersebut. Dari Majlis Ulama Indonesia, Kepala daerah, pimpinan ormas, pimpinan partai, pimpinan-pimpinan pondok pesantren, budayawan, penulis dan banyak lagi yang lainnya.
Aturan baru BPIP ini harus direvisi. Kembali ke aturan awal. Atau buat peraturan yang lebih baik dan menjunjung nilai-nilai kebebasan dan keberadaban. Jangan sampai kebijakan yang sungguh tidak bijak ini memperkeruh suasana, menodai "hari sakral" kemerdekaan kita.
 Di saat para tentara, polisi wanita muslimah sudah tidak bermasalah lagi dengan busana muslimahnya, di saat para atlit wanita banyak menggunakan jilbab, kenapa bpip justru membuat aturan yang seolah-olah mundur ke belakang? Yang malah justru mengingatkan jelita ke sebuah jaman dimana para pelajar, pegawai wanita muslimah tidak mendapatkan kebebasan nya untuk menjalankan salah satu ajaran agamanya.?
Di usia kemerdekaan Indonesia yang ke 79 ini. Mari kita pahami hayati dan amalkan dengan benar apa yang diamanatkan oleh para founding fathers kita. Agar kita benar-benar merdeka.
Merdeka raga. Merdeka Jiwa. Wallahu A'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H