SEJARAH MUNCULNYA MAQASHID AL-QUR'AN
Bela Nusa Bela
3120023
belanusabela@mhs.uingusdur.ac.id
 Maqashid berasal dari kata kerja ( قصد – يقصد  قصدا- ومقصد ا ) yang artinya tujuan. Dibandingkan dengan istilah Arab kata "ghayah" juga memiliki arti yang sama, tidak hanya artinya tujuan atau titik keberhasilan, melainkan segala proses yang telah dilaksanakan untuk menggapai tujuan tersebut. Dasar inilah maqashid Al-Qur'an tidak usai pada satu atau dua tema pokok al-Qur'an melainkan keseluruhan proses tersebut tetapi dilaksanankan agar mencapai tujuan. Ada beberapah tokoh yang berpendapat mengenai maqashid al-Qur'an seperti Asy-Syatibi mengatakan bahwasanya maqashid ialah inti dari suatu tindakan, jadi maqashid al-Qur'an ialah inti dari kitab suci al-Qur'an. Abdul Karim al-Hamidi mengungkapkan bahwasanya arti dari maqashid al-Qur'an ialah "al-Ghayah" tujuan diturunkannya al-Qur'an sebagai tanggungan maslahah bagi hambanya.
 Definisi ini menjadikan maqashid al-Qur'an sebagai tujuan tertentu yang nantinya akan membatasi penafsiran al-Qur'an dengan tujuan tersebut. Dari beberapa pendapat tersebut merujuk pada dua pemahaman. Pertama maqashid al-Qur'an ialah pengumpulan dari proses dan hasil usaha. Kedua dari hasi pencarian usahanya. Dari istilah maqashid al-Qur'an sendiri baru populer ketika para mufassir kontemporer menumpahkan perhatiannya lebih ke topik tersebut. Tema-tema pokok al-Qur'an memang sudah lama menjadi topik pembicaraan para ulama yang berjuang keras mendalami wahyu ilahi. Para ulama terdahulu merujuk topik ini dengan istilah yang berbeda seperti himpunan makna-makna dan ilmu yang terkandung didalam al-Qur'an. Para ulama tersebut diantaranya Abu Bakar ar-Razi, al-Baghawi, Muhammad Abduh, Badiuzzaman Said Nursi dan lain-lain. Menurut mereka pembicaraan tersebut harus ditinjau dalam dunia penafsiran.
 Para mufassir dari waktu ke waktu memang membaca al-Qur'an yang sama, tetapi mereka mengidentifikasi topik utama yang berbeda-beda. Disini menandakan adanya kemajuan dalam memahami al-Qur'an seiringnya pergantian zaman. Kemajuan kajian maqashid al-Qur'an ini sejajar dengan poros perkembangan Ulumul Qur'an terbuka terhadap model baru yang timbul dalam proses berkembangnya ilmu pengetahuan. Para ulama tafsir mengidentifikasi hal lain dengan tema inti al-Qur'an. Para ulama klasik memandang bahwasanya kandungan utama al-Qur'an lebih ke ajaran teologi dan metafisika. Ajaran ini lumrah dikembangkan pada masa tersebut karena saat itu ilmu keislaman masih dalam tingkat perkembangan dan terbatasnya koneksi dunia luar. Sedangkan para ulama tafsir zaman modern mendalami tema inti al-Qur'an dengan memandang bahwasanya kitab suci agama Islam mempunyai kandungan yang menjurus pada perkara kemanusiaan dan bermacam perkembangan zaman.
 Pada abad awal ke-19 kesadaran akan realitas dunia Islam mengakibatkan transisi ajaran tersebut. Periode saat itu banyak negara Islam yang mengalami penjajahan Barat, politik otoriter, perundungan, kemiskinan, keterlambatan perkembangan. Menggunakan metode lama dalam memahami al-Qur'an dengan pendekatan tekstual dan normatif tidak mencukupi guna merespon permasalahan tersebut. Harus ada pendekatan fenomenologis berdasarkan pada realitas sejarah sosial yang empiris sehingga mewajibkan esensial transisi dalam masyarakat sosial Islam. Dari periode klasik sampai sekarang para muffasir memfokuskan usahanya guna mengungkap maqashid al-Qur'an agar bisa memahami secara betul dan rinci apa yang diturunkan oleh Allah swt pada kitab-Nya. Berikut perbandingan para ulama klasik dan ulama modern dalam berpendapat mengenai maqashid al-Qur'an:
A.Maqashid al-Qur'an menurut para ulama klasik
1.At-Thabari (d 923)
Ajaran tauhid, Informasi (akhbar), agama.