Dalam malam yang tenang, hati telah membukakan pintu rahasianya dengan sebuah keadaan antara aku, kau dan dia. Sementara fajar, mata yang terpejam ini terbuka oleh sentuhan lembutmu. Sayangnya, kudapati diriku memikirkan tentang dia.Â
Berkali-kali kucoba menepis bayangan itu, selalu saja berakhir pada kisah yang sama. Kamu jiwaku dan ia hatiku, naif bukan? Atau mungkin omong kosong untuk pembenaranku sendiri.Â
Kenyataan pahit itu, membuat kalbumu mengerang kesakitan. Meraung-meraung perih menahan goresan dan sayatan oleh cinta terlarangku padanya. Tidak ada yang bisa kulakukan selain kata maaf.Â
Kau memang berhak marah dan membenciku, luapkan saja tanpa tersisa. Aku akan menerima semua itu dengan suka rela asal kau masih tetap disisiku. Karena aku tak bisa hidup tanpa dirimu dan sementara tanpa dirinya hidupku hampa.Â
Sekali lagi, jangan paksa aku untuk memilih. Karena pilihan itu telah membuatku terpenjara dalam oleng tidak berkesudahan.Â
Duhai kehidupan dari semua pendengar, apa kau mengerti keluhan kesahku ini? Memang terkadang semesta kalau udah bercanda suka bikin nyesek. Menyebalkan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H