Mohon tunggu...
Bekti Yustiarti
Bekti Yustiarti Mohon Tunggu... -

Bekti Yustiarti adalah seorang guru Bahasa Indonesia. Menulis merupakan hal yang sangat disenangi. Tulisan-tulisan berupa esai dan karya sastra: puisi, cerpen, drama. Selain aktif mengikuti berbagai lomba, saya juga aktif menulis di blog http://bektiyustiarti.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Balutan Sistem Kekerabatan Matrilineal

31 Agustus 2016   09:10 Diperbarui: 31 Agustus 2016   09:28 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Bekti Yustiarti

Sistem kekerabatan matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang  alur keturunan berasal dari pihak ibu.  Penganut sistem kekeraban matrilineal merupakan kelompok minoritas. Rata-rata penganut sistem kekerabatan matrilineal  hanya berupa komunitas-komunitas kecil. Di Indonesia sistem kekerabatan matrilineal hanya terdapat di Minangkabau. Karena Minangkabau sebagai satu-satunya yang menganut sistem kekerabatan matrilineal maka hal tersebut sangat unik.

Salah satu hal yang unik adalah mencari jodoh keluar lingkungan kerabat matrilineal yang disebut eksogami. Pada saat perkawinan, suami dijemput oleh keluarga perempuan dengan upacara adat untuk kemudian di bawa kerumah istri. Istri pantang mengeluh kepada suami, sehingga suami tidak mempunyai beban berat dalam rumah tangganya.

Sistem matrilineal adalah sistem yang mengatur kehidupan suatu masyarakat yang terikat dalam jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak di Minangkabau akan mengikuti suku ibunya. Dengan kata lain, pembagian warisan secara turun temurun akan diwariskan kepada anak perempuan, sedangkan anak laki-laki tidak berhak mendapatkannya. Sistem matrilineal ini dikukuhkan untuk menjaga dan melindungi harta pusaka suatu kaum dari kepunahan. Dalam sistem matrilineal perempuan diposisikan sebagai pengikat, pemelihara dan penyimpan.Sedangkan laki-laki mempunyai peranan penting untuk mengatur dan mempertahankan harta pusaka  tersebut.

Peran ibu di Minangkabau sangat istimewa. Keistimewaan Ibu adalah tiang keluarga, pendidik dan penguasa dalam rumah tangga. Oleh karena itulah Ibu dijadikan lambang keturunan dan bahwa anak bersuku ke suku ibu. Walau perempuan mendapat posisi tertinggi dalam adat keluarga, namun dalam sistem pemerintahan adat dan sebagai pemimpin komunitas tetap dipegang oleh kaum laki-laki.

Salah satu penerapan dari sistem Matrilineal ini adalah penggunaan nama suku di belakang nama asli misalnya Mandailiang, Sikumbang, Piliang, dan lain sebagainya, Hal tersebut merupakan bentuk penghargaan dan kebanggaan terhadap budaya daerah sendiri.

Menurut Wirna (37) asli suku Minang menjelaskan mengenai sistem kekerabatan matrilineal adalah garis keturunan menurut ibu, suku anak Minang sama dengan suku ibu. Di Minang perempuan yang paling berharga, selain sebagai penerus keturunan saja tetapi harta pusako(hartawarisan) diberikan kepada anak perempuan.

Beliau juga menjelaskan mengenai perkawinan suku Minang. Saat menikah, apabila mereka beragama muslim maka yang member mahar tetap dari pihak laki-laki. Mahar utama yang diberikan adalah seperangkat alat sholat, namun apabila ada tambahan yang lain juga diperbolehkan.

Dalam tradisi Minang dikenal perempuan yang membeli laki-laki. Maksud membeli di sini adalah sebuah adat yang dapat diterapkan atau pun tidak berdasarkan kesepakatan ninik mamak. Dalam wikipedia.org ninik mamak diartikan sebagai suatu lembagaadat yang terdiri dari beberapa orang penghulu yang berasal dari berbagai kaum atau klan yang ada dalam suku-suku di Minangkabau. Lembaga ini diisi oleh pemimpin-pemimpin dari beberapa keluarga besar atau kaum atau klan yang disebut penghulu, dimana kepemimpinannya diwariskan secara turun temurun sesuai adat matrilineal Minangkabau. Jabatan penghulu dipangku oleh seorang laki-laki Minangkabau yang dituakan dan dipandang mampu memimpin dengan bijaksana

Sistem kekerabatan matrilineal sampai saat ini masih bertahan karena terus dijaga oleh masyarakat. Mengutip tulisan Cecep Lukmanul Hakim dalam ilmu humaniora.blogspot.go.id  perempuan Minangkabau yang memahami konstelasi seperti ini tidak memerlukan lagi atau menuntut lagi suatu prosedur lain atas hak-haknya. Mereka tidak memerlukan emansipasi lagi, mereka tidak perlu dengan perjuangan gender, karena sistem matrilineal telah menyediakan apa yang sesungguhnya diperlukan perempuan. Para ninikmamaktelah membuatkan suatu “aturan permainan” antara laki-laki dan perempuan dengan hak dan kewajiban yang berimbang antar sesamanya.

Sumber:

  • Sistem Kekerabatan Masyarakat Minangkabau oleh Cecep Lukmanul Hakim dalam ilmuhumaniora.blogspot.go.iddiakses 21 April 2016
  • Definisi ninik mamak dalam wikipedia.orgdiakses 21 April 2016
  • Wirna, 37 tahun (Suku Minangkabau)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun