Trothok trothok ... thok thok thok....
Ada penyanderaan di Kafe Lindt, Sydney. Puluhan orang tertahan di dalam.
“Bener-bener ngagetin!”
“Ngeri gilaak!”
“Trembelane! Napa orang-orang ga bersalah jadi korban?”
Banyak teman menyuaraken kekhawatiran atas kondisi temen lain yang tinggal atau tengah plesiran ke Sydney.
Penyanderaan itu dilakukan oleh setidaknya 3 orang pria bersenjata, melemaskan lutut dan nyali lebih dari 30-an orang di kafe yang terletak di lantai bawah gedung Martin Place itu.
Tetapi siapa para penyandera itu dan apa tuntutan mereka? Berapa jumlah pelaku dan sandera sebenarnya? Dari pemberitaan yang tersebar kemudian dilaporkan bahwa para penyandera sempat mengibarkan bendera ISIS, namun ada kemungkinan juga itu bendera milik kelompok Jabhat al Nusra. Belum jelas kebenarannya. Sementara itu, polisi Australia terus bergerak mengepung kafe itu sambil mencari cara untuk membebaskan para tawanan. Dalam perkembangan selanjutnya, 5 orang sandera berhasil keluar, entah benar-benar kabur atau dilepas oleh penyandera. Sebelumnya, penyandera juga telah menghubungi tiga media melalui salah satu sandera dan meminta dua hal, pertama bendera ISIS dan yang kedua mereka meminta PM Tony Abbott agar menghubungi mereka via telepon.
Tegangnya suasana memicu munculnya kekhawatiran lain di antara teman-teman komunitas Muslim, termasuk teman-teman dari Indonesia. Secara kemungkinan bisa saja terjadi salah paham menyusul simpang siurnya kabar yang beredar di tengah situasi dan kondisi seperti itu. Banyak di antara mereka kemudian saling menyarankan agar sementara tinggal di rumah saja.
Namun dalam situasi dan kondisi yang dipenuhi kecemasan seperti itu, cinta sering tiba-tiba hadir dari kedalaman hati dan tereja dalam wajah kemanusiannya. Cinta yang tak rela membiarkan sesama manusia berada dalam himpitan kecemasan. Cinta yang bermula dari gerakan yang nampaknya biasa saja, yang bisa dilakukan oleh siapa saja, dan untuk maksud yang juga sederhana saja. Namun yang nampak sederhana itu terus menggema dan melelehkan banyak hati yang sedemikian lama beku. Terus menggema menjadi pembicaraan yang mengembalikan percakapan pada banyak lidah yang semula kelu. “I will ride with you,” demikian seruan gerakan itu.
Ya, untuk menenangkan hati saudari-saudara Muslim, warga Sydney berinisiatif membuat gerakan yang segera bergayung-sambut di social media Twitter melalui hashtag #illridewithyou. Lewat gerakan ini para warga Sydney menawarkan diri untuk menemani mereka bepergian, baik dengan dengan kendaraan publik maupun mobil pribadi. Untuk menjadi teman untuk mereka yang tengah membutuhkan, untuk menawarkan kelegaan bagi mereka yang berada dalam kecemasan, dan untuk menjadi sesama bagi manusia yang lainnya. Gerakan ini terus meluas dan menyatukan semakin banyak warga Australia, bahkan dunia, untuk bergandengan tangan bersama. Hadir dalam mimpi banyak orang yang sudah demikian bosan dengan berbagai macam konflik dan permusuhan. Dengan gerakan cinta yang sederhana ini, sepertinya banyak orang mulai kembali menemukan wajah asali mereka. Wajah cinta.
Sekitar tengah malam tadi, serbuan polisi akhirnya mengakhiri drama penyanderaan itu. Kabarnya, dua orang tewas, termasuk penyandera yang bersenjata. Kabarnya lagi, pelaku penyanderaan adalah seorang pengungsi asal Iran yang sebelumnya juga telah sering mengirimkan surat yang meneror para janda tentara…. ah, sudahlah, saya tidak mau mengungkit spekulasi-spekulasi di balik tindakan teror penyanderaan itu dalam perketikan ini. Biarlah ini berakhir dengan pesan yang menggema dari gerakan cinta #illridewithyou itu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H