Mohon tunggu...
Enjang Sumantri
Enjang Sumantri Mohon Tunggu... lainnya -

rakyat biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Jabar dan Tanda-tanda Kekalahan Shohibul Imam

20 Maret 2017   20:30 Diperbarui: 21 Maret 2017   06:00 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tahun 2010 ketika menjelang pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupten Bandung, saya begitu terpesona dengan militansi tim kampanye PKS yang dengan bahasa santun dan simpatik bergerak dari rumah ke rumah mengajak masyarakat memilih pasangan yang diusungnya. Dan hasilnya pasangan tersebut hampir menang dengan selisih suara tak sampai sepuluh ribu. padahal pasangan yang diusung PKS dan PAN tersebut harus menghadapi incumbent yang didukung oleh hampir semua partai yang memiliki dukungan basis masa tradisional.

Salah seorang kawan menepis keterpesonaan saya terhadap militansi kader partai tersebut dengan mengatakan bahwa militansi tersebut tidak akan bertahan lama. Jika para elit dan kader PKS merasa diri mereka besar, maka militansi akan menguap.

Apa yang dikatakan teman saya ternyata benar. Pasca kemenangan pasangan Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf pada pilgub Jawa Barat tahun 2008 sampai hari ini militansi yang pernah saya saksikan dengan kagum menguap dan luntur begitu saja. Saya hanya bisa melihat dari kejauhan betapa riuhnya para elit dan kader PKS di Jawa Barat menggunakan kata PAKUAN (Rumah Dinas Gubernur Jawa Barat) sebagai pembuka pintu mengakses kemakmuran. Pakuan menjadi kata yang ditambahkan dalam kamus politik kader PKS di Jawa Barat lengkap dengan konotasi politiknya.

Tidak hanya di Jawa Barat, tetapi ditingkat nasionalpun saya melihat kader-kader PKS semakin jauh dari perilaku yang mempraktikan petunjuk-petunjuk teknis kader dakwah versi Said Hawa dan Fathi Yakan yang telah bolak balik mereka baca.

Kasus-kasus memalukan dan memuakan menjadikan kader-kader PKS bukan hanya mempermalukan diri dan partainyanya sendiri, tetapi juga mematahkan hati banyak generasi muslim abangan seperti saya yang Íslam’nya lahir dari pabrik dan kampus sebagaimana yang dikatakan Kuntowijoyo tentang kelahiran Islam struktural. Saya yang pernah berharap banyak dengan kehadiran PKS sebagai partai Islam modern yang moderat, bersih dan kekinian serta bisa menjadi kawan berkompetisi yang terhormat dalam diskursus-diskursus politik, sosial dan ekonomi, kecewa berat. Kemudian nyemplunglah PKS sebagai partai Islam yang paling banyak diolok-olok dan kehilangan dukungan suara dan dukungan dan doa karena takdir yang mereka ciptakan. Sampai akhirnya ….

Konsolidasi organisasi PKS beberapa waktu yang lalu tampaknya berhasil dimenagkan faksi PKS yang sadar akan keblunderan berjamaah yang dilakukan elit partai periode sebelumnya. Menggelindinglah kepala kader-kader yang dianggap menghancurkan citra PKS. Walau jabatan sekjen masih dipegang orang lama, banyak pengurus-pengurus lama kehilangan tempat dalam formasi kepengurusan di DPP, termasuk Fahri. Satu persatu kader yang tidak nyaman dengan faksi ini dipentalkan dari lingkaran elit PKS. Yang luar biasa adalah keberanian partai ini memecat Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. Saya yakin banyak orang akan bertepuk tangan dengan pemecatannya sebagai anggota partai. Belum lagi statemen Shohibul untuk meminta pemberhentian postingan-postingan fitnah yang di arahkan ke Presiden Jokowi oleh media-media online yang dikelola oleh kader-kader PKS, walaupun kenyataannya tidak digubris oleh kader-kadernya.

Akal sehat itu, jika memang ada, ternyata tak berumur lama jika melihat perkoncoan sejati dan gaya ‘main’ PKS dan Gerindra di arena Pilkada DKI Jakarta. Belum lagi keanehan melihat kader PKS bergandengan tangan dengan mesra dengan FPI dan sejenisnya. Dua kelompok yang lahir dari marja (rujukan) dan mabda (ideologi) yang berbeda. Elit PKS tentu sangat tahu dan sadar anatomi kelompok-kelompok Islam (merasa) keras macam FPI. Tapi namanya juga mau memenangkan pertarungan apapun boleh lah.

Ke Jawa Barat

Setahun yang lalu saya berharap akal sehat Shohibul Imam akan berlanjut pada konsolidasi partai di daerah-daerah, terutama Jawa Barat. Wilayah dimana klik Hilmi cs begitu mengakar dan kuat. Harapan saya untuk melihat banyak kepala yang akan menggelinding dari jajaran elit PKS di Jawa Barat sia-sia.

Wacana aneh yang berkembang sejak tahun lalu untuk menjadikan Istri Gubernur Jawa Barat Nety Heryawan sebagai calon yang akan diusung pada pilgub Jawa Barat 2017 yang akan datang, menjadi bukti ketidakberdayaan Shohibul dan Salim al Jufrie dalam melawan klik faksi Hilmy, terutama di Jawa Barat. Bukan persoalan pengingkaran terhadap ayat al Quran seperti yang mereka mainkan dan nikmati di pilkada DKI Jakarta. Adalah aneh jika Ketua Majlis Syuro nya dulu sempat dengan sangat gigih menentang pengangkatan Megawati Presiden perempuan sekarang malah menyetujui seorang perempuan lain menjadi calon Gubernur hanya karena Ia adalah Istri Gubernur incumbent. Yang harus ditentang adalah kompetensi dan kepatutan menjadikan istri Gubernur sebagai calon pengganti suaminya. PKS tergoda dengan model politik dinasti yang dinikmati Golkar dan PDIP.  Sebuah kemunduran yang luar biasa dari partai yang menyebut Hasan Al Banna dan Said Hawwa sebagai gurunya.

Saya merasa bahwa tampaknya upaya duet Shohibul dan Salim untuk mengembalikan akal sehat ke PKS kehilangan momentumnya setelah Hakim memenangkan gugatan Fahri Hamzah atas pemecatannya sebagai anggota partai. Duet ini mulai kehilangan kepercayaan diri dan mulai gamang dengan pilihan-pilihan politiknya. Gaya-gaya kampanye DKI Jakarta 2017 yang mirip pertarungan pilpres 2014 dan kenekatan PKS mengusung Nety Heryawan merupakan tanda-tanda kemenangan faksi Hilmy dan Anis Mata dalam perebutan pengaruh di internal PKS.

Duet PKS-Gerindra tampaknya akan berlanjut di Pilkada Jawa Barat 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun