Mohon tunggu...
Enjang Sumantri
Enjang Sumantri Mohon Tunggu... lainnya -

rakyat biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menimbang Peluang Dedi Mulyadi di Pilgub Jabar

18 April 2016   20:23 Diperbarui: 21 Maret 2017   23:32 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemeriahan Pilgub Jawa Barat yang akan berlangsung 2017 sebenarnya sudah dimulai secara diam-diam, tanpa riak dan riuh dipermukaan. Sangat berbeda dengan pilgub DKI dengan segala intrik dan isu yang berseliweran setiap hari. Maklum tiada media lokal di Jakarta, semua media adalah media nasional. Karakter orang sunda yang tenang bukan hanya satu-satunya penyebab ketenangan ini. kemeriahan pilgub Jawa Barat hanya baru sampai pada tataran elit dengan beberapa nama yang mulai berseliweran seperti Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi, Dedi Mizwar dan Netty Heryawan yang mulai mengisi pilihan tentang siapa pengganti Ahmad Heryawan.

Dedi Mulyadi merupakan salah satu nama yang paling terang benderang menujukan minat ke kursi Jabar 1 dibanding tiga orang lainya. Nama Dedi Mulyadi (DM) sering menghiasi berita-berita lokal dan nasional yang berkisar pada pagelaran budaya yang diselenggarakan oleh Pemkab Purwakarta baik berskala lokal, provinsi, nasional dan internasional. Tetapi kecenderungan tampil di media dan tampil dengan atribut kesundaan untuk menarik suara masyarakat Jawa Barat yang gemar dilakukan DM belum tentu berbanding lurus dengan perolehan suara pada pilgub nanti. Jawa Barat bukanlah sebuah wilayah yang karakter dan kedalaman sosial budayanya sama.

Ciayumajakuning dan Wacana Provinsi Cirebon

Dari segi bahasa dan budaya, Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan (termasuk sebagian pesisir utara Subang dan Karawang) sangat berbeda dengan wilayah Jawa Barat yang lain. Perbedaan inilah yang membuat wacana pembentukan Provinsi Cirebon menguat dan hanya bisa sementara dihentikan oleh kebijakan moratorium pembentukan daerah otonomi baru. Menggunakan atribut kesundaan secara berlebihan malah menjadi kontra produktif karena kentalnya  sentimen anti sunda dikalangan masyarakat Cirebon dan Indramayu. Hal ini sudah pasti akan jadi garapan kampanye negatife oleh kompetitor DM di pilgub nanti. Sentimen merasa berbeda inilah yang membuang peluang DM untuk menarik suara masyarakat Ciayumajakuning.

Persoalan itu bisa diatasi jika ia memilih wakil gubernurnya yang berasal dari wilayah Cirebon dan Indramayu untuk merepresentasikan tokoh wilayah tersebut. Persoalannya adalah sampai hari ini tidak ada tokoh sekelas alm Dedi Supardi (PDIP) yang layak diajak berkoalisi oleh DM. Yance yang mantan Bupati Indramayu 2 periode dan Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat jelas harus dicoret karena masih satu Partai dan mulai kehilangan aura politiknya paska kegagalan nya dil Pilgub 2013. Belum lagi friksi lama antara DM dengan Yance paska musdalub yang menjungkalkan DM dari jabatan Sekretaris Partai Golkar Jawa Barat beberapa tahun yang lalu. Bahkan desas desus yang beredar adalah kesepakatan elit Partai Golkar untuk menjadikan DM sebagai ketua Partai Golkar Jawa Barat pada Musda yang akan digelar sebentar lagi.

Bekasi, Karawang, Depok dan Bogor

Bekasi, Bogor, Karawang dan Depok merupakan wilayah yang menjadi pusat-pusat industri di Jawa Barat dan menjadi tujuan migrasi penduduk dari luar Jawa Barat untuk bekerja. Pertumbuhan dan pengembangan wilayah untuk perumahan di wilayah Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor mengubah komposisi demografis secara signifikan antara penduduk lokal dengan penduduk pendatang yang memutuskan untuk menetap secara permanen.

Penduduk pendatang yang tidak familiar dengan atribut kesundaan tentu susah untuk diajak memilih seorang calon Kepala Daerah yang hanya mengandalkan pendekatan budaya. Yang menarik malah penduduk lokal di sebagian besar Bekasi, Depok dan Bogor yang sebetulnya bukan orang Sunda. Hal ini bisa dilihat dari masifnya penggunakan bahasa Betawi dengan logat yang tak kalah kental dari penduduk Jakarta di wilayah-wilayah tadi. Pengabaian terhadap wilayah ini merupakan setengah kegagalan meraih suara secara keseluruhan karena wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbesar. 35% penduduk Jawa Barat tinggal di wilayah-wilayah tersebut.

Jawa Barat Bagian Selatan

Tasikmalaya, Garut, Ciamis, Banjar dan Pangandaran merupakan wilayah selatan Jawa Barat yang terkenal dengan masyarakatnya yang religius dan kental dengan pemahaman keIslaman yang tradisonal dan agak keras. Diwilayah-wilayah ini partai berbasis keagamaan seperti PKB dan PPP masih  mendominasi perolehan kursi di parlemen lokal sehingga beberapa kepala daerahnya berasal dari partai tersebut.

Pemahaman Islam tradisonal dan keras ini bisa ditarik dari sejarah NII dahulu yang memiliki basis kuat diwilayah-wilayah tersebut. DM yang gemar menggunakan atribut-atribut kesundaan tertentu seperti kemenyan, dupa dan beberapa yang lain dianggap sebagai sesuatu yang mendekati klenik dan zindiq. Jika competitor DM menggoreng isu ini dengan baik, maka peluang DM mendulang suara diwilayah-wilayah ini akan sirna. Bahkan jika DM menggandeng Bupati Tasikmalaya Uu Rizhanul Ulum sebagai pasangannya, tidak akan terlalu banyak menolong perolehan suara DM di wilayah ini.

Memang masih ada Cekungan Bandung, Cianjur, Purwakarta, Sukabumi dan Subang, tetapi dalam beberapa hal wilayah-wilayah ini memiliki sebagian kedalaman sosial dan budaya yang sama dengan wilayah-wilayah diatas di tempat-tempat tertentu. Sebutlah Gekbrong dan sekitarnya di Cianjur yang kental dengan nuansa santri versi pesantren gentur dan picung yang karakteristiknya tak berbeda jauh dengan Tasikmalaya dan lain-lain.

Kesundaan dan Keekstreman

Jika ada pertanyaan mengapa PKI di Jawa Barat tidak pernah memiliki kekuatan massa yang besar sebagaimana di Jawa Tengah, maka jawabannya adalah kesuksesan Kodam Siliwangi pada waktu itu  dalam menyelenggarakan pembinaan teritorial dengan sangat baik. Itu ada benarnya juga, selain basis NII di Jawa Barat Selatan yang menjadi faktor penting dalam membendung penyebaran paham komunis.

Yang sering luput dari pengamatan banyak orang adalah karakter orang Sunda yang selalu berada ditengah, tidak terlalu kekiri dan tidak terlalu ke kanan. Orang Sunda sebagaimana karakter tengahnya tidak pernah menyukai sesuatu secara ekstrem dan berlebihan. Cara kader-kader PKI yang sangat menghayati kekomunisannya sampai ketulang sum-sum menjadi salah satu alasan kenapa paham komunisme tidak berakar kuat di Jawa Barat. inilah yang menyebabkan keekstreman dalam menggunakan atribut dan ikon kesundaan bisa menjadi kontraproduktif dimata bagi orang sunda sendiri. Bahkan gaya meledak-ledak yang dimiliki Ahok dianggap gaya yang ekstrem.

Lebarnya jarak antara Prabowo dan Jokowi merupakan indikator lain yang menunjukan kecenderungan orang sunda dalam memilih pemimpin. Bagi orang sunda pemimpin adalah sosok yang gagah dan tegap, hal-hal yang tidak dimiliki Seorang Jokowi yang kurus. Bukan sosok yang mirip dan lahir dari kalangan rakyat jelata. Pemimpin bagi orang sunda merupakan sosok yang berjarak dan tidak menggunakan atribut dan kebiasaan rakyat.

Pilgub masih 1 tahun lagi dan banyak yang bisa dibenahi oleh DM tanpa harus meninggalkan pendekatan dan gaya secara keseluruhan. Jawa Barat memang beda. Awas tibabet dan awas dijongklokeun.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun