Alangkah teganya seorang ibu, seorang perempuan mengatakan hal sedemikian keji kepada ibu dan perempuan lainnya. Apakah mertuaku tidak berfikir bahwa aku sedang hamil dan butuh support, bukan kata-kata keji. Jika mertuaku mengatakan akan menikahkan suamiku lagi, bukankah itu yang memang selama ini dia pikirkan? artinya dia mengharapkan kematianku? atau perceraianku dengan suamiku?.Â
Apakah memang semua mertua batak seperti ini? Sangat keji perkataan dan tingkah lakunya kepada menantu perempuan. Terlebih jika itu menyangkut urusan keturunan?.Â
Sementara itu, aku dibesarkan dari keluarga batak yang sangat "open minded". Menurut orangtuaku, mempunyai keturunan bukanlah suatu keharusan, apalagi harus memiliki keturunan laki-laki. Bahkan orangtuaku tidak masalah jika anak-anaknya tidak ingin menikah atau tidak ingin memiliki keturunan sekalipun. Karena mereka berfikir bahwa hidup yang kami pilih, kami yang menjalaninya, yang terpenting kami bahagia dengan keputusan-keputusan yang kami buat.
Melihat kondisiku, suamiku akhirnya mengalah dan membebaskan apapun kemauanku. Jika aku mau anak 2, maka 2 anak cukup baginya. Sesuai dengan perjanjian awal sebelum kami menikah. Dia sendiri yang akan menjadi tamengku jika ada keluarganya yang membahas banyak anak kepadaku. Aku sedikit lega...
Sejak saat itu aku tidak mengangkat VC dan telepon dari mertuaku (setelah dia pulang dari rumah kami). Aku butuh ruang dan butuh kewarasan selama kahamilan. Omongan keji sudah tidak bisa aku terima. Masa bodoh dengan pendapat mertua dan ipar-iparku. Aku yang menentukan apa yang aku mau, apa yang aku sanggup dan apa yang ingin aku lakukan dengan tubuhku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H