Dia lahir dengan dianugrahi kecerdasan, tapi pemalas. Semenjak lulus kuliah dia lebih memilih berdiam di rumah dan tidak berusaha mencari pekerjaan. Beberapa BUMN besar seperti pertamina, PLN dan PUSRI sudah berhasil dia taklukkan, hanya selalu gagal pada saat seleksi wawancara akhir. Sedih memang, selalu gagal di bagian wawancara.Â
Mama saya sangat sibuk bekerja, sehingga selalu memberikan uang saku kepada abang saya, seolah kami masih sekolah padahal posisinya sudah lulus kuliah. Itu terus terjadi semenjak abang saya tamat kuliah hingga 10 tahun kemudian dia tetap berada di posisi yang sama.Â
Saya sedih dan bertanya berkali-kali apa kesalahan orangtua saya sehingga abang saya harus menanggung beban begitu berat?
Saya merasa sayalah anak paling tidak diinginkan sedari kecil, semua barang yang saya terima dari mulai baju dan elektronik merupakan bekas pakai abang atau adik saya. Yup, adik saya justru memperoleh barang-barang baru sebelum saya memperolehnya. Dulu sih saya protes, tapi sekarang saya justru bersyukur. Perlakuan itu sudah menjadikan saya tahan banting dan mati-matian berjuang untuk memperoleh apa yang saya mau.Â
Saya sekolah SMP disaat kondisi keuangan keluarga sangat kekurangan, namun karena selalu juara kelas, buku dan pena tidak pernah beli. Saya juga sangat senang mengikuti perlombaan di sekolah karena ada hadiahnya, biasanya uang atau sekedar buku tulis. Pernah suatu waktu saya menangis sejadi-jadinya saat pembagian raport sekolah karena hanya menduduki peringkat ke 6. Peringkat ke 6 artinya tidak memperoleh buku tulis sebagai hadiah, orangtua saya terutama mama juga terlihat sangat kecewa. Padahal saudara saya yang lain jangankan peringkat ke 6, masuk 20 besar saja tidak.Â
Saat saya SMA kondisi keuangan keluarga mulai membaik. Saya berhasil masuk SMA paforit yang ternyata dihuni banyak anak orang kaya. Saya ingat suatu ketika harus mengikuti kegiiatan ekstrakulikuler sekolah, saya memakai celana levis mama saya yang ukurannya sangat besar di badan saya. Hanya karena saya tidak pernah beli baju, bahkan tidak punya celana main selain celana pendek rumahan bekas abang saya.Â
Sepanjang jalan naik angkot, orang selalu memperhatikan saya dengan tatapan menertawakan. saat itu malu sekali rasanya.Â
Semasa SMA saya sangat senang ke pasar untuk membeli komik dan majalah bekas, seingat saya harganya Rp. 1.500-Rp.3.000 dan saya suka memajang gambar dari majalah bekas itu di kamar saya. Gambarnya adalah gambar artis-artis kesukaan saya. Jika diingat lucu sekali rasanya.
Kemudian saya berhasil masuk perguruan tinggi dengan bekal beasiswa pemerintah kemudian harus mengapdi kepada pemerintah selama beberapa tahun lamanya. Saya ingat adik saya nomor tiga semenjak masuk SMA sudah dibelikan kendaraan road dua, sesuatu yang tidak pernah saya miliki.Â
Saat saya pulang kampung setelah menyelesaikan pendidikan saya, saya diharuskan bekerja dengan menggunakan kendaraan roda dua. Lagi-lagi saya harus mengalah karena kendaraan hanya untuk adik saya sekolah.
beberapa kali saya protes dan emosi tapi apa daya selalu salah.Â