Jadi bisa dikatakan bahwa pergerakan manusia di Indonesia sudah lebih terbatas dari yang sebelumnya. Itulah sebabnya angka covid di beberapa kabupaten masih dapat bertahan di angka seminim mungkin yang menyebabkan beberapa orang menjadi tidak percaya akan adanya covid. Mereka tidak percaya karena belum mengalami atau menyaksikannya sendiri.Â
Mudik akan menyebabkan pergerakan manusia tidak lagi "disitu-situ saja". Ada yang mudik dari Jakarta ke Jambi, mudik dari Kalimantan Barat ke Jambi, mudik dari Papua bahkan ke Jambi. Virus yang seharusnya berada di Jakarta harus berpindah dengan adanya perpindahan manusia dalam rangka mudik. Ataupun sebaliknya, virus dari Jambi dapat berpindah ke Jakarta, dsb.
Efeknya tidak langsung dirasakan. Butuh waktu untuk si virus unjuk gigi.Â
Saya sendiri merupakan korban mudik atasan saya tahun lalu.Â
Atasan saya di kantor dengan tidak mengindahkan aturan pemerintah dan aturan perusahaan, mudik pada saat lebaran. Padahal jarak mudiknya hanya 2 jam tapi efeknya luas biasa membangongkan. Atasan saya tertular covid dari sepupunya di kampung yang ternyata merupakan petugas pemandian jenazah covid, kemudian atasan saya menularkan virus covid kepada saya yang saat itu sedang sangat sibuk mengurus tesis dan pernikahan. Atasan saya menularkannya juga kepada seluruh anggota keluarga intinya, yaitu istri dan 2 anaknya.
Sepele bukan? perkara mudik jarak tempuh 2 jam.Â
Kasus yang seperti ini banyak, tapi orang tidak akan buka suara karena sifatnya yang menyedihkan dan dianggap memalukan.Â
Atasan saya dan termasuk saya  bisa dikatakan cukup beruntung karena tidak mengalami sakit yang parah akibat covid.Â
Tapi banyak kasus lain berakhir tragis karena menghabisi 3 generasi sekaligus: kakek, ayah, anak.
Kemudian teman saya berkata :"meninggal itu sudah ada jalannya, mau mudik atau tidak orang tetap meninggal kok"
Bener, bener banget. Tapi kita sedang main domino say, efeknya bukan hanya menyoal nyawa yang padahal cuma satu-satunya lho.