Sejak Januari aku terus memantau situs worldmeter yang memaparkan data manusia terinfeksi di Wuhan, Cina.Â
Semakin hari jumlahnya semakin bertambah, membuatku semakin cemas. Beberapa kali aku membagikan perkembangan kasus kepada beberapa teman, tidak ada yang menanggapi dengan serius.
Februari aku membaca berita dari the jakarta post yang menyatakan bahwa ilmuwan dan WHO mengatakan seharusnya sudah ada kasus di Indonesia, mungkin kita juga ingat bagaimana kasus turis asing yang meng claim dirinya terinfeksi sepulangnya dari Indonesia. tapi tetap 0 temuan kasus di paparkan.Â
Maret awal pemerintah mengumumkan 2 orang pertama yang positif terinfeksi di Indonesia, kasus Impor karena mereka kontak dengan warga negara asing di sebuah acara dansa
Kini, saat aku menuliskan artikel ini, belum sampai 1,5 bulan, jumlah kasus di Indonesia sudah mencapai angka 5.516 orang.Â
Mimpi buruk yang terlalu cepat berkembang.
Aku dan calon suami sudah merencanakan pernikahan pada bulan Juni 2020. Januari aku dan calon suami bolak balik Palembang - Jakarta untuk berkenalan dengan keluarga. Aku juga harus bolak balik ke Jakarta untuk membeli perlengkapan pernikahan, seperti bahan kebaya dan bahan jas untuk orangtua.Â
semua perlengkapan sudah dibeli, sudah masuk tahap penjahitan.Â
Februari tgl 15-17 aku dan calon suami mengikuti pelatihan persiapan pernikahan yang biasanya diadakan gereja katolik, persiapan ini harus diikuti secara bersama-sama. Dilaksanakan di Jakarta dengan peserta 40 pasang calon pengantin.
Awal februari, dengan sepersetujuanku, calon suamiku mengundurkan diri dari salah satu unicorn Indonesia padahal saat itu dia ditawari mendi EM bagian IT nya. Tawaran itu ditolak, kami lebih memilih mengambil tawaran pekerjaan dengan gaji yang nominalnya jauh lebih tinggi.Â
Maret pertengahan, suamiku memberikan kabar dengan mimik wajah yang tidak memancarkan kegembiraan, "malam aku ceritakan ya bebi" begitu ucapnya saat itu.  Hatiku berkata, ada yang tidak beres dengan pekerjaannya, aku  mulai melihat daftar investor di perusahaan calon suamiku, aku perhatikan setiap angkanya. saat itu aku tahu, investasinya belum final.
Benar, perusahaan baru tempat calon suamiku bekerja sedang bermasalah dengan investasi akibat virus Corona. Kami terus berdoa, agar kejadian terburuk tidak sampai kejadian. Satu minggu kemudian, calon suami memberikan kabar bahwa perusahaan tempat dia bekerja aman, investor sudah mulai percaya lagi.Â
Tapi tidak seindah dugaan awal. Seminggu setelahnya, mendekati akhir Maret, calon suamiku mengatakan :"kemungkinan nanti kerjaanku 2 minggu kerja 2 minggu libur bebi, jadi gajinya juga separuh dari sekarang, itupun hanya beberapa orang yang dipilih". Aku menangis, hatiku sangat sedih mendengarnya. Kami terus doakan, agar apa yang kami takutkan tidak terjadi.
Akhir maret, calon suamiku mengatakan bahwa perusahaan memilih dia sebagai salah satu karyawan yang bekerja secara full, artinya gajian juga full. Kami sangat gembira, walau aku tahu di lubuk hatiku berkata keadaan ini tidak akan bertahan lama.
Seminggu lebih aku tidur diatas jam 3 pagi, membaca perkembangan dunia mengenai vaksin dan obat virus ini. Terkadang aku optimis, lebih banyak pesimis. Calon suamiku seperti kado paling indah. Aku masih di palembang karena pekerjaan, dia di Jakarta karena pekerjaan, tapi tiada hari aku lewati tanpa dikuatkan olehnya, semangatnya, senyumannya dan leluconnya.
Dia memperhatikanku setiap saat, kapan aku sarapan, kapan aku makan siang, kapan aku makan malam. Dia sabar walau tiap hari aku bilang "bebi, aku gemuk banget sekarang" . Dia yang selalu khawatir saat aku suka demam, batuk dan alergi akhir-akhir ini. Dia yang tidak berfikir dua kali membantu perekonomian ku disaat aku dilanda kekurangan. Dia yang selalu mengingatkan agar berdoa dan percaya semua akan baik-baik saja.
Hari ini, tgl 16 April 2020, calon suamiku mengatakan bahwa ini bulan terakhir dia bekerja di perusahaan tempatnya bekerja. Perusahaan akan merumahkan 90% karyawannya. Aku lemas mendengar berita tadi siang, sedih, kecewa dan takut bercampur menjadi satu.Â
Takut? Iya...Â
Aku takut calon suamiku berubah, terkadang orang bisa berubah perilakunya apabila tidak bekerja dan tidak mempunyai penghasilan, terlebih laki-laki. Aku takut dia berubah menjadi emosional.Â
Aku menangis, tidak bisa membendung kesedihanku dihadapannya melalui video call WA siang tadi.Â
Dia berusaha tegar, tapi air matanya hampir menetes. Dia bilang "justru aku yang takut bebi, apakah kamu masih setia disaat aku bukan siapa-siapa lagi? Kamu bisa saja meninggalkanku saat ini"
Astaga....
Sikapku yang menyikapi berita pekerjaannya ternyata lebih membebani calon suamiku, dia berfikir aku akan meninggalkannya.Â
Dear calon suami....
Aku setia sama kamu, aku yakin kamu pekerja keras, cukup mampu memperoleh pekerjaan kembali. Hanya saja tolong jaga kesehatanmu buatku, buatmu. Uang bisa dicari, tapi pasangan yang mensupport sedemikian rupa seperti kamu dimana bisa aku temukan kembali? di usiaku yang memasuki angka ke 30, aku yakin memilih kamu jadi suami. Setia sampai nanti pandemi ini berlalu, kita akan bersatu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H