Demo 4-11 terbukti sangat ampuh “memaksa” Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan bahwa dirinya tidak melindungi Ahok. Dan usai pernyataan Jokowi yang tidak akan melindungi Ahok, terbukti Bareskrim POLRI langsung bergerak cepat dengan menetapkan Ahok sebagai TERSANGKA Penistaan Agama.
Sayangnya, POLRI masih menunjukkan sikap gamangnya. Setengah hati. Tidak tegas. Di mata publik masih terlihat ketidaknetralannya, terutama jika dikaitkan dengan pernyataan-pernyataan Kapolri yang menurut publik masih terlihat melindungi Ahok. Padahal terkait penistaan agama sudah ada yurisprudensinya. Semua TERSANGKA dalam kasus penistaan agama langsung ditahan usai ditetapkan sebagai TERSANGKA.
Lalu mengapa dikasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok, POLRI mengambil sikap berbeda?
Sikap diskriminasi POLRI inilah yang ingin diluruskan dalam aksi 2-12. Ummat Islam menginginkan agar POLRI berani menegakkan hukum secara berkeadilan. Jangan diskriminatif. Menahan TERSANGKA penista agama selain Ahok, dan membiarkan Ahok tetap bebas berkeliaran dengan status TERSANGKA-nya tentu bukanlah sikap yang adil.
Belajar dari kesuksesan demo 4-11 yang berhasil menjadikan Ahok sebagai TERSANGKA, harapannya aksi 2-12 dapat mengirim Ahok ke penjara. Terbukti karena tidak ditahan, Ahok telah kembali melukai hati para demonstran dengan menuduh bahwa para demonstran telah dibayar Rp 500.000. Mulut ugal-ugalan Ahok yang suka menghina hanya bisa dibungkam jika dipenjara.
Selama ini sudah terbukti bahwa demonstrasi menjadi opsi yang dianggap paling tepat dalam menyampaikan aspirasi dan kritik. Jokowi yang selama ini dipersepsikan sebagai pelindung Ahok baru bersuara setelah ada demo 4-11 bahwa dirinya tidak melindungi Ahok. PROJO, Relawan Jokowi paling loyal dan terbesar bahkan menuding selama ini Ahok hanya mendompleng dan memanfaatkan Jokowi. Menurut PROJO, setiap ada masalah, Ahok selalu berlindung dibalik ketiak Jokowi, dengan menyeret-nyeret Jokowi ke dalam pusaran kasusnya. Faktanya, Jokowi tidak melindungi Ahok. Publik lah yang terkecoh dengan kelicikan Ahok.
Sungguh sangat tidak pantas jika Jokowi sebagai representasi negara melindungi penista agama. Sungguh sangat tidak pantas jika Jokowi sebagai representasi negara memilih melindungi Ahok dan mengorbankan kebhinekaan.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh Ahok 'berdampak sistemik' terhadap kondisi kebhinekaan yang porak-poranda, hancur berkeping-keping. Bahkan kepercayaan publik terhadap Jokowi pun ikut luntur karena menolak menemui utusan demonstran 4-11 lalu. Jokowi akhirnya harus membayar mahal dari perbuatan yang dilakukan oleh Ahok.
Salah satu jalan pintas untuk mengurangi dampak sistemik kerusakan yang ditimbulkan Ahok adalah dengan mengirimnya ke penjara. Suka atau tidak suka, karir politik Ahok sudah habis. Belum ada sejarahnya, penista agama lolos dari tuntutan hukum. Semuanya dipenjara.
Dan demo 2-12 adalah aksi untuk menegakkan keadilan dan membela kebenaran. Menyampaikan aspirasi dan kritikan terhadap POLRI agar berani menegakkan keadilan tanpa diskriminasi. Yusrisprudensinya sudah ada, semua penista agama yang berstatus TERSANGKA ditahan. Semuanya dipenjara.
Tidak ada ceritanya demo 2-12 untuk menjatuhkan Jokowi. Ini era reformasi, bukan era Gus Dur. Dan posisi jokowi di DPR dan MPR sangat kuat. Partai pendukungnya mayoritas, sangat berbeda dengan kondisi Gus Dur yang saat itu hanya didukung oleh PKB. Partai oposisi di DPR dan MPR hanyalah Gerindra, PKS dan Demokrat. Mereka minoritas. Apalagi Jokowi sudah mampu “menjinakkan” Prabowo Subianto sebagai “pemilik” Gerindra. Jadi jangan paranoid lah dengan menuding aksi super damai 2-12 bertujuan untuk menjatuhkan Jokowi. Jokowi tidak akan bisa dijatuhkan oleh aksi massa.