Mohon tunggu...
Egy Fernando
Egy Fernando Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Pendiam dan Pemalu. Menulis artikel hanya karena niat dan iseng.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Potensi Gerakan Protes Sosial akibat Maraknya PHK di Tengah Pandemi Covid-19

11 Juni 2020   19:40 Diperbarui: 11 Juni 2020   19:55 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unjuk rasa - istockphoto

"Kekuasaan mengarahkan opini publik pada isu yang ia bentuk sendiri dan menjebak publik pada pilihan dilematis: tunduk atau ikut arahan kekuasaan. Memiliki arti bahwa tidak ada pilihan: data, prediksi, dan konsekuensi suatu isu sosial hanya dikuasai yang oleh berkuasa." ~Rocky Gerung

Pembangunan Nasional selalu digaungkan oleh pemerintah terutama pada era saat ini, bahkan selalu tercantum dalam setiap narasi berita negara, serta terus dilakukan guna mewujudkan cita-cita bangsa yakni masyarakat yang adil dan makmur atau dapat disebut kesejahteraan sosial. Demi terciptanya cita-cita yang agung tersebut pemerintah terus menerus melakukan pembangunan di setiap titik daerah, mulai dari bagian sektor industri, parawisata hingga infrastruktur guna menjembatani kesejahteraan dengan masyarakat negara. Investor asing dan influencer marketing selalu diundang untuk melakukan kerja sama demi menciptakan berbagai lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Tenaga kerja asing juga didatangkan untuk memicu produktivitas dalam negeri serta meraih pembelajaran informasi pertukaran ilmu dan pengembangan teknologi dalam dunia pekerjaan. Tahun 2020 merupakan tahun yang kelam bagi seluruh bangsa di dunia, termasuk negara Indonesia, dikarenakan di tahun ini segala aktivitas sosial dan bernegara terganggu akibat wabah pandemi global virus corona.

COVID-19 merupakan penyakit virus corona yang berasal dari keluarga virus yang ditemukan pada hewan dan menjadi penyakit menular yang disebabkan oleh jenis virus baru yang belum pernah teridentifikasi manusia. Virus ini menyebabkan berbagai penyakit seperti flu, pneumonia akut, dan infeksi saluran pernafasan seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Gejala-gejala yang dialami dapat berupa batuk, demam tinggi dan sesak nafas. Virus ini dapat tertular apabila imunitas atau daya tahan tubuh manusia rendah.

Virus ini dinyatakan sebagai wabah pandemi global dikarenakan hampir di tiap-tiap negara di dunia mengalami dan terjangkit oleh virus COVID-19. Seiring penelitian yang dilakukan oleh lembaga kesehatan, virus ini dapat dengan mudah menyebar dengan melalui kontak fisik seperti bersalaman dengan orang lain, lalu dapat menempel di berbagai macam tempat seperti gagang pintu, kaca ataupun besi prabot rumah tangga, serta melalui udara seperti bersin dan cairan batuk atau ludah dari pihak penderita penyakit ini.

Awal mula virus ini berkembang di kota Wuhan, Cina pada akhir Desember 2019. Dengan sistem penularannya yang begitu cepat, mengakibatkan seluruh daerah wilayah di Cina terjangkit oleh virus hingga memaksa pemerintah Cina untuk segera melakukan lockdown. Tidak hanya di Cina, virus ini menyebar hingga ke seluruh penjuru dunia termasuk negara Indonesia. Pertama kali virus corona masuk ke Indonesia pada awal bulan Maret lalu. Kasus pertama timbul dari dua warga Depok, Jawa Barat yang diakibatkan mengalami kontak fisik secara langsung dengan warga Jepang yang berada di Indonesia. Setelah itu penyebarannya mulai merebak ke tiap penjuru daerah provinsi di Indonesia hingga pada saat ini.

Penyebaran virus corona begitu ganas, karena hanya dengan melalui kontak fisik saja dapat membuat seseorang menjadi tertular dan mengalami gejala yang susah di indentifikasi sehingga menyebabkan kasus kematian dan penularan tanpa sepengetahuan masing-masing individu. Oleh karena itu, demi menghindari penularan virus yang semakin marak, maka pemerintah khususnya di negara Indonesia menganjurkan seluruh masyarakat Indonesia untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan ibadah di rumah. Hingga saat ini, pemerintah mulai tegas dan mengambil sikap untuk menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB di beberapa daerah. Hari demi hari anjuran tersebut sebatas retorika belaka dan hanya menimbulkan keresahan. Realitasnya tidak semua kalangan dapat melakukan segala aktivitas kehidupan mereka dari dalam rumah. Masih banyak yang harus mengabaikan anjuran tersebut guna mendapatkan pendapatan demi menopang keberlangsungan hidupnya.

Diluar sana masih ditemukan beberapa perusahaan yang tetap memberlakukan dan menyuruh karyawan mereka untuk masuk kerja di tengah virus global ini. Beberapa daerah di Indonesia misalnya saja pemerintah kota Tangerang yang telah memberlakukan sistem PSBB di wilayahnya dan masih mengizinkan beberapa perusahaan untuk tetap beroperasi. Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah mengatur sejumlah hal dalam penerapan PSBB, salah satunya yakni tentang perusahaan yang boleh beroperasi selama PSBB. Dalam peraturan Wali Kota Tangerang Nomor 17 Tahun 2020 Tentang PSBB, ada 11 sektor usaha yang tetap diizinkan beroperasi selama PSBB, yakni diantaranya: Kesehatan; bahan pangan atau makanan dan minuman; energi; komunikasi dan teknologi informasi; keuangan; logistik; perhotelan; konstruksi; industri; pelayanan dasar berupa utilitas publik yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan atau viral tertentu; serta kebutuhan sehari-hari. Di luar sektor pekerjaan yang telah disebutkan diatas, aktivitas pekerjaan lainnya yang dilakukan di dalam kantor diberhentikan sementara atau dapat dikatakan sebagai melakukan pekerjaan dari rumah, sebab telah tercantum dalam pasal 9 guna melakukan upaya pencegahan penyebaran Covid-19 dalam lingkup dunia kerja.

PSBB dan anjuran untuk melakukan pekerjaan dari rumah menimbulkan banyak polemik. Mulai dari matinya progres pekerjaan yang membuat pendapatan atau profit perusahaan semakin menurun merosok kebawah hingga mengalami kebangkrutan di setiap sektor perusahaan. Akibatnya para tenaga kerja menjadi korban dari ulah kesewenangan para kapitalis karena beberapa perusahaan terpaksa melakukan pemotongan gaji bahkan hingga tahap pemutusan hubungan kerja secara sepihak dan berlangsung secara massal. Oleh karena itu, ketimpangan terjadi dimana-mana terutama dalam sektor perekonomian. Direktur Jendral Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan B Satrio Lelono mencatat bahwa jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan mencapai 2,8 juta. Lonjakan PHK dan pekerja yang telah dirumahkan sebagai dampak ekonomi di tengah pandemi virus corona yang terjadi saat ini. Jumlah tersebut berasal dari pekerja formal dan informal.

Dengan maraknya pemutusan hubungan kerja yang terjadi di tiap-tiap perusahan, timbul aksi protes diantara para tenaga kerja terutama kaum buruh. Banyak diantara mereka yang tidak terima akan PHK yang dilakukan secara sepihak dan tanpa adanya pemberian dana pensiun atau pesangon seperti tunjangan lainnya kepada kaum pekerja. Masalah pemutusan hubungan kerja/pemberhentian atau mereka menyebutnya dengan istilah "dirumahkan" merupakan masalah yang begitu sensitif di dalam dunia ketenagakerjaan dan perlu mendapat perhatian serta tindakan yang serius dari semua pihak, khususnya dari pemerintah negara Indonesia. Pemerintah seharusnya tetap menjaga stabilitas dalam bentuk terobosan skema bantuan sosial yang dilakukan untuk masyarakat. Jika tidak adanya bantuan sosial, kita tidak tau sampai kapan rakyat akan bertahan menghadapi wabah pandemi virus corona ini tanpa adanya pendapatan pekerjaan. Tingkat pengangguran akan semakin tinggi dan kemungkinan dapat menimbulkan kericuhan serta aksi gerakan protes sosial secara massal terhadap pemerintah. Rakyat pasti akan menuntut ketegasan dari pemerintah untuk membuat kebijakan yang sekiranya dapat membantu perekonomian masyarakat akibat PHK yang melanda di tengah bencana wabah pandemi virus Covid-19. Pemutusan Hubungan Kerja menimbulkan jurang ketimpangan yang begitu besar antara rakyat golongan menengah kebawah dengan kaum elite penguasa negara dan para kapitalis. Ketimpangan menorehkan persepsi ketidakadilan dan merampok kebahagiaan masyarakat, oleh karena itu timbulnya reaksi protes massal membuktikan bahwa pemerintah justru berlaku kontradiktif dan abai terhadap masyarakatnya.

Secara Sosiologis, terdapat Sosiolog yang bernama Cohen menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah gerakan sosial yakni, gerakan sosial yang dilakukan oleh sejumlah orang yang bersifat secara teorganisir dengan maksud bertujuan untuk melakukan perubahan atau mempertahankan sesuatu unsur tertentu dalam masyarakat secara luas. Ciri-ciri gerakan sosial adalah memiliki tujuan atau sasaran yang jelas, dan tersusun atau terencana dengan rapih dengan dasar ideologi yang jelas (1983). Selain itu, terdapat Zurcher dan Snow yang merumuskan bahwa gerakan sosial memiliki definisi sebagai suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat secara kolektif dalam mewujudkan ekspresi kesadarannya di tingkat kepedulian yang begitu tinggi tentang isu-isu yang sedang hangat atau hanya isu tertentu saja (Buku Michener dan Delameter, 1999). Dengan melihat pernyataan-pernyataan diatas dapat dinarasikan bahwa,  potensi protes sosial dihadirkan dalam bentuk wujud oposisi yang selalu mengawasi bahkan mengkritik tentang kebijakan atau tindakan pemerintah untuk selalu tetap dijalur standarisasi yang mengacu pada keberpihakannya terhadap rakyat.

Gerakan sosial lahir dari rahim-rahim ketimpangan, ketidakadilan, dan perasaan muak atas tindakan kesewanangan yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat. Gerakan sosial dianggap sebagai wujud nyata protes atau suara kemarahan rakyat terhadap ketidakadilan sekaligus teriakan kecemasan pada ketidakpastian yang akan terjadi di masa depan. Tujuan aksi gerakan protes sosial yakni, ingin menuntut suatu perubahan sosial baik itu dalam institusi, kebijakan ataupun struktur pemerintahan yang dilakukan dengan cara melakukan gelombang pergerakan baik itu lewat individu ke individu ataupun kelompok ke kelompok serta bersifat secara kolektif bersama-sama.

Jika ketimpangan ini terus berlanjut tanpa adanya perubahan atau wujud keadilan yang diterima oleh rakyat, kemungkinan terbesarnya rakyat akan turun ke jalan secara massal dan melakukan aksi gerakan protes secara kolektif tanpa menghiraukan ancaman bahaya virus covid-19 karena dirumah atau diluar rumah pun sama-sama membunuh mereka secara perlahan jika tanpa adanya kebutuhan bahan pangan dan primer lainnya. Negara dengan ketimpangan yang rendah bukan jaminan terbebas dari protes massal. Di negara Indonesia, isu pemutusan hubungan kerja yang menciptakan ketimpangan ekonomi begitu besar sangat erat kaitannya dengan ketidakadilan yang terjadi bagi masyarakat sekitar. Dikarenakan rakyat di setiap negara pasti punya persepsi beragam tentang sejauh mana kondisi bisa dikatakan adil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun