Selain itu terdapat sila kedua yang mana berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan beradab" dan memiliki makna bahwa negara sudah seharusnya memanusiakan manusia dengan memberikan hak perlindungan kepada rakyatnya serta menjunjung rasa peri-kemanusiaan.Â
Pemerintah juga harus bisa menyelesaikan segala kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi, akan tetapi realitanya pemerintah abai akan itu semua. Tragedi Mei 1998 yang menyangkut Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, beserta kasus aktivisi lainnya tidak kunjung selesai.Â
Aksi Kamisan di depan Istana seolah-olah hanya dianggap panggung komedi bagi para elit birokrat. Alih-alih berjanji menumpaskan segala kasus HAM, ternyata hanya menambah kasus HAM baru dengan segala tindakan represi berupa pemukulan, penganiayaan hingga berujung pembunuhan.Â
Kasus tersebut terjadi di aksi Reformasi Dikorupsi pada bulan September 2019 lalu, yang mana aparat melakukan tindakan kebrutalannya terhadap mahasiswa hingga menjatuhkan korban jiwa.
Selanjutnya ada sila ketiga yakni "Persatuan Indonesia", konteks dari persatuan yang dimaknai mengacu pada nasionalisme. Dapat dikatakan Nasionalisme bukanlah sesuatu yang diwariskan dari masa lampau, melainkan lebih kepada sebuah "proyek bersama" untuk membangun masa depan bangsa.Â
Nasionalisme hadir dan muncul ketika masyarakat dalam suatu wilayah telah memiliki tujuan atau masa depan bersama dan biasanya erat sekali dengan rasa persaudaraan yang tinggi. Contohnya pada jaman dulu muncul gerakan-gerakan pemuda seperti Jong Java, Jong Batak dan lain-lain.Â
Pada waktu itu yang dilakukan mereka hanyalah untuk memperjuangkan hak atas tanah dan wilayahnya sendiri ketika sedang dijajah oleh bangsa belanda.Â
Akibat penindasan dan adanya harapan bersama atas kemerdekaan dari suatu wilayah adalah awal rasa nasionalisme yang tumbuh di kalangan masyarakat sekitar, yang kini menjadikan Bangsa Indonesia terdiri dari Sabang sampai Merauke.
Jika kita melihat di era saat ini banyak juga ditemukan oknum-oknum yang memberitakan propaganda untuk menghancurkan makna sakral dari sila ketiga ini. Seperti menganggap bahwa Gerakan Aceh Merdeka dan Separatis Irian adalah cikal bakal dari perpecahan Indonesia. Tetapi jika kita meninjau lebih dalam, Rakyat Aceh dan Papua melakukan hal seperti itu dikarenakan mereka merasa keberadaannya tidak pernah dianggap atau seperti diasingkan di tanah dan wilayah bangsanya sendiri.
Mereka melakukan aksi demonstrasi sebagai ungkapan protes terhadap pemerintah bahwa mereka juga bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan segala hak asasi mereka baik itu kewarganegaraan ataupun kenyamanan dalam beraktivitas, haruslah dipenuhi oleh negara beserta seluruh rakyat di Indonesia.
Kemudian ada sila yang keempat, yakni "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan" yang memiliki makna bahwa negara haruslah mengutamakan kepentingan masyarakat dengan menerapkan sistem demokrasi.Â