Anggap saja saat ini saya sedang kerasukan roh jurnalisme kang Pepih, bahkan mungkin malah kerasukan mbah-nya Kompasiana PK Ojong seperti artikel yang ditulis oleh Rifki Feriandi, kata-kata motivasi kang Pepih dan juga PK Ojong telah merasuk begitu dalam hingga membuat akun abal-abal ingin berlagak seperti wartawan sungguhan.
Terbuai oleh kata-kata mutiara para pendiri Kompasiana, yang mengajak kepada warga biasa untuk belajar menjadi “wartawan”. Ajakan untuk menjadikan warga biasa menjadi pewarta momen penting suatu kejadian, atau bahkan menjadikan warga biasa whistle blower suatu tindak kejahatan (kontrol sosial).
Seperti ditulis oleh bung Rifki, pewarta warga paling tidak bisa berpijak pada tiga hal naluri berita, observasi, dan keingintahuan, plus istilah yang cukup keren pada jaman dahulu WYSIWYG - What You See Is What You Get. Maklum pada jaman dahulu berita eksklusif adalah modal wartawan amatiran bisa naik kasta hingga beberapa tingkat, maka atas dasar hal diatas tulisan ini harus ditulis dan dipublish.
Cukup pengantarnya, lanjut pada pokok yang ingin saya tanyakan pada kang Pepih, dimana dalam tulisan ini saya akan mengikuti alur pemikiran beliau.
Karena tidak ada bukti, katakanlah untuk sementara PK bukan GT, sepakat?
Ifani pernah menulis tentang kopdar dengan Kompasianer misterius, dan ditulisan itu Ifani dengan jelas menulis telah bertemu dengan PK, sepakat?
Tapi 3 bukti foto yang tersebar ternyata menunjukkan Ifani tidak kopdar dengan PK tapi dengan GT, sepakat?
Bila demikian adanya, bukankah malah bisa dikatakan bahwa Ifani telah mencemarkan nama baik akun PK, sepakat?
Dan jika PK bukanlah GT, berarti juga bahwa Ifani dan juga Vita sedari awal sudah tahu mereka akan bertemu dengan GT, Sepakat?
Bukankah berarti juga bahwa Ifani dan juga Vita, jauh sebelumnya sudah merencakan pertemuan dengan GT, sepakat?
Bila mengikuti alur bahwa PK bukanlah GT, berarti tuduhan Tomy Unyu benar adanya, bahwa dua Kompasianers ternyata tidak anti korupsi dan dengan banga serta sengaja bertemu dengan koruptor (GT), sepakat?
Akan tetapi, kenapa pula atas permintaan Ifani atau Vita, malah artikel Tomy Unyu yang didukung oleh bukti sebuah gambar malah dihapus?
Dan yang penting (kepo bingit), adalah jika PK bukan GT, berarti Ifani dan Vita sudah merencanakan pertemuan ini jauh sebelumnya (ingat GT adalah seorang terpidana 30 tahun penjara yang tidak bisa dengan bebas pergi kemana-mana, harus dicari cara yang aman dan nyaman untuk pertemuan itu).
Kepo lanjutan, ada apa mereka bertemu dengan GT? Kenapa terpidana 30 tahun penjara nekat mempertaruhkan dirinya? Apakah hanya sekedar untuk makan atau selfi dengan dua kompasianer?
Itulah jiwa kewartawanan (naluri berita, observasi, dan keingintahuan) yang telah terpanggil keluar oleh motivasi dari pendiri Kompasiana.
Jadi artikel kang Pepih memang benar adanya, benar-benar berhasil membuat saya tambah banyak tanda tanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H