Disaat Prabowo memperbaiki citra dengan menunjukkan “jiwa besarnya” mendatangi pak Jokowi – JK, dan membuat sosok yang sebelumnya dikenal tidak legowo, keras kepala, ambisius dll, tiba-tiba berubah menjadi kebalikannya. Berbuah manis pujian dan salut dari lawan-lawan politiknya, serta mampu mendongkrak citra Prabowo mungkin hingga beberapa poin, dan itulah permainan politik yang sebenarnya.
Tapi apa yang ditunjukkan oleh KIH beberapa hari terakhir ini justru malah sebaliknya, meski langkah mereka secara hukum bisa dibenarkan namun masyarakat atau rakyat pastinya punya penilaian sendiri-sendiri, dan justru banyak bukan berdasakan hukum, tapi secara ukuran norma berupa patut atau tidak patut.
Bagi rakyat negara timur yang selalu mencoba menjunjung norma-norma ketimuran, mereka akan terlihat seperti orang-orang yang begitu haus dan serakah akan kekuasaan.
Permainan ini mungkin malah akan berpengaruh pada penilaian rakyat kecil, terlebih bagi masyarakat perkotaan dan terdidik. Ambil contoh yang dekat saja, Pramono Anung yang satu partai saja terkesan tidak setuju dengan sikap KIH ini. Apalagi masyarakat yang beragam ini, tidak semua senang dengan apa yang coba mereka tunjukkan.
Ini merugikan mereka sendiri, citra yang dibangun pak Jokowi dengan revolusi mental “kerja, kerja dan kerja” akan hilang dan tertutupi oleh sikap mereka.
Dan penilaian ini sangat berdampak di pemilu 2019 nanti, kalau dulu sudah terkenal dengan “Jokowi yes, PDIP no”. Maka kedepan bisa dipastikan menjadi “Siapapun presidennya asal bukan KIH partainya”. Citra PDIP yang “hanya” sedikit naik karena Jokowi efek mungkin akan semakin terbenam lebih dalam di tahun 2019.
Catatan: Sedikit saran untuk KMP, ada baiknya pak Pramono Anung atau beberapa kader KIH juga diberi jatah ketua komisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H