Mohon tunggu...
Bernadeta Berlian P
Bernadeta Berlian P Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UAJY 2018

just let me gracefully pass this semester

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Sosok Perempuan Asal Jepara, Sang Pembuka Gerbang Pengetahuan bagi Perempuan Indonesia

14 Oktober 2020   10:53 Diperbarui: 14 Oktober 2020   11:14 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gerakan feminisme saat ini semakin dikenal dan terus diperkenalkan ke masyarakat, hal ini dikarenakan semakin banyak masyarakat dari berbagai kalangan yang menyadari masih banyak hak-hak perempuan yang belum terpenuhi. 

Menurut pengertiannya sendiri, feminisme merupakan gerakan untuk melindungi perempuan dan gerakan perjuangan yang dilakukan dengan tujuan mengakhiri segala penindasan yang terjadi pada perempuan (Morissan, 2013). Dukungan terhadap kesetaraan hak perempuan dan tuntutan-tuntutan terus dilayangkan melalui berbagai aksi salah satunya melalui produksi film yang mengangkat kisah perjuangan pergerakan perempuan dalam menuntut hak-hak yang belum terpenuhi. 

Teman-teman tentu saja sudah tidak asing dengan tokoh perempuan hebat di balik kalimat "habis gelap terbitlah terang", tetapi teman-teman sudah tahu belum kalau ada film yang mengangkat kisah bagaimana sosok Kartini membuka "gerbang" kebebasan dan pengetahuan bagi perempuan-perempuan di Indonesia? Yuk simak ulasan berikut ini agar teman-teman lebih tahu banyak tentang bagaimana gerakan feminisme diangkat melalui film ini!

Sebelum kita menganalisis lebih lanjut kita simak dulu yuk ulasan film Kartini berikut ini. Film Kartini yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini dirilis pada April 2017, film ini mengisahkan tentang bagaimana pada zaman dahulu perempuan tidak diberi kesempatan untuk memilih bagaimana mereka akan menjalankan hidupnya. 

Perempuan tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan, karena pada tradisinya anak perempuan dibesarkan hanya untuk menjadi Raden Ayu dan menunggu seorang pria yang akan menikahi mereka bahkan tak jarang perempuan menikah dan menjadi istri kesekian, karena perempuan tidak bisa memilih dengan siapa mereka akan menikah karena adanya paksaan dari keluarga. 

Melihat ketidaksetaraan hak antar laki-laki dan perempuan di lingkungannya menimbulkan keresahan tersendiri bagi Kartini, karena menurutnya perempuan berhak untuk pendidikan yang layak dan berhak memiliki kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya masing-masing. 

Dengan segala pertentangan yang ada di keluarga dan lingkungannya, Kartini bersama kedua saudarinya; Roekmini dan Kardinah berusaha memperjuangkan dan mewujudkan pendidikan yang layak bagi perempuan dan masyarakat kecil dengan tujuan membebaskan perempuan dan masyarakat kecil keluar dari bayang-bayang ketidaktahuan dan penindasan yang mengurung mereka selama ini.

Berdasarkan analisis tekstual, ketidaksetaraan hak dan gerakan feminisme pada film Kartini dapat dilihat melalui karakter tokoh, adegan-adegan pada film, dan alur film itu sendiri. Pada permulaan film melalui adegannya dijelaskan bahwa sejak menstruasi pertama perempuan akan dipingit atau dikurung dalam ruangan sampai seorang pria datang melamarnya untuk menjadi istri pertama, kedua, bahkan istri ketiga, tanpa bisa memilih dengan siapa dirinya akan menikah. 

Menyadari ketidakmampuannya melawan tradisi ini, dengan kondisi yang terkurung Kartini menemukan cara lain untuk dapat mengakses dunia luar, pengetahuan, dan kebebasan yaitu dengan membaca buku-buku yang ditinggalkan saudara laki-lakinya di kamar di mana Kartini terkurung yang menghubungkannya dengan dunia luar yang tidak bisa dia jamah. 

Ketika tiba saatnya kedua saudarinya masuk pingitan Kartini mendorong kedua adiknya untuk menjadi Raden Ayu yang berbeda yaitu Raden Ayu yang memiliki pengetahuan dan pikiran yang terbuka dengan menyuruh kedua adiknya ikut membaca buku yang menjadi sumber pengetahuan utama mereka saat itu, ini merupakan gerakan pertama Kartini dalam mendorong perempuan agar tidak tertinggal meski berada dalam kondisi terkurung. 

Dalam keadan terkurung Kartini bersama adik-adiknya terus membaca buku, dan belajar menulis artikel dari buku yang diberikan orang Belanda kepada mereka, hingga suatu hari orang Belanda tersebut meminta izin kepada ayah Kartini untuk menerbitkan artikel tersebut di kerajaan Belanda. 

Tindakan Kartini termasuk dalam gerakan feminisme karena pada zaman tersebut hanya laki-laki yang memiliki kesempatan belajar, bependapat, dan berprestasi, akan tetapi dengan tawaran tersebut Kartini berhasil membuktikan bahwa perempuan juga mampu dan pantas untuk melakukan hal-hal tersebut.

Film Kartini juga memperlihatkan bagaimana Kartini dan kedua saudarinya berhasil menggerakan perekonomian di desa mereka melalui ide-ide mereka, dalam adegan ini diperlihatkan bagaimana Kartini dan saudarinya memberikan ide kepada pengerajian ukiran agar mereka dapat memperoleh pesanan yang banyak, meski awalnya para pengerajin meragukan ide tersebut tetapi ide tersebut terbukti berhasil mendatangkan banyak pesanan yang membuat anak-anak dari pengerajin tersebut sangat berterima kasih dengan Kartini karena berkat Kartini orang tua mereka bisa memperoleh banyak pesanan. Dalam adegan ini Kartini dan kedua saudarinya mematahkan pemikiran bahwa perempuan tidak bisa apa-apa selain memasak dan melayani suaminya kelak.

Kartini menyadari bahwa selama ini perempuan hanya berpikir bahwa mereka hidup untuk menikah, sehingga perempuan terus tertinggal dan tertindas, dan satu-satunya cara terbebas dari penindasan ini adalah pendidikan. Melalui pemikiran tersebut, Kartini dan kedua saudarinya melakukan gerakan yang mendorong perempuan dan masyarakat kecil keluar dari ketidaktahuan yang melekat dengan mereka selama ini, Kartini dan kedua saudarinya mengundang perempuan dan masyarakat kecil ke pendopo untuk belajar membaca.

Perjuangan kartini bersama kedua saudarinya tidaklah berjalan mulus, karena pada perjalanan mereka memperjuangkan hak-hak perempuan, seorang Wakil Bupati melamar Kardinah menjadi istri keduanya dan Kardinah tidak bisa menolak lamaran tersebut karena sang ayah sudah terlanjur menjanjikan perjodohan tersebut sejak sebelum Kardinah dipingit. Hal ini tentu saja melukai hati ketiganya karena baik Kartini, Kardinah, dan Roekmini merasa kehilangan kebebasan mereka untuk memilih bagaimana mereka akan menjalani kehidupan mereka sendiri. 

Pada adegan selanjutnya, Kartini dan Roekmini tetap melanjutkan perjuangan mereka hingga suatu hari keluarga Belanda menawarkan beasiswa pendidikan kepada Kartini, dengan segala cara Kartini meminta izin kepada sang ayah untuk mengirimkan proposal beasiswa tersebut. Di tengah-tengah penantian persetujuan proposal pendidikan tersebut, seorang Bupati datang melamar Kartini untuk menajdi istrinya, pada awalnya Kartini menolak mentah-mentah lamaran tersebut dan akan tetap menunggu kabar mengenai proposal beasiswanya. 

Akan tetapi setelah melalui pembicaraan dengan ibu kandungnya Kartini menerima lamaran tersebut dengan menawarkan empat syarat, salah satunya adalah Kartini mengharuskan calon suaminya mendukung dan membatu dirinya mendirikan sekolah untuk perempuan dan orang miskin.

Di tengah-tengah penjajahan atas kebebasanya Kartini tetap memikirkan cara bagaimana agar perempuan-perempuan dan masyarakat miskin memiliki kesempatan untuk pendidikan yang layak yang menurut Kartini cara ini adalah satu-satunya cara keluar dari penindasan. Setelah mendengarkan syarat-syarat tersebut, Bupati yang melamar Kartini menerima syarat-syarat yang diberikan Kartini, dan bersedia membantu Kartini mendirikan sekolah untuk perempuan dan masyarakat miskin. 

Analisis intertekstual dilihat dari film Kartini yang mengangkat kisah nyata bagaimana pada zaman dulu perempuan identik dengan dapur, sumur, dan kasur yang berarti perempuan hanya pelengkap yang ditugaskan untuk memasak, bersih-bersih rumah, dan melayani suami, tanpa memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan apalagi memiliki peran sosial karena pendidikan hanya diperuntukkan pada lelaki yang dinilai lebih berhak.

Selain itu, gerakan feminisme dan film ini tentu saja memiliki dampak di mana melalui perjuangan Kartini dan kedua saudarinya perempuan pada saat ini memiliki kebebasan untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin, dan lebih dari itu perempuan bisa menjadi apa yang mereka mau bahkan berkesempatan menjadi pemimpin (Suprayogo, 2013). Melalui film ini perempuan juga menjadi lebih menghargai diri mereka, memaksimalkan potensi pada diri mereka, dan dapat menentukan apapun yang mereka inginkan.

sumber:
Morissan. (2013). Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana.
Suprayogo, I. (2014). RA.Kartini Dan Wanita Sekarang. Diakses dari uin-malang.ac.id pada 11 Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun