Mohon tunggu...
Bebel Sukandi
Bebel Sukandi Mohon Tunggu... Wiraswasta - menggapai impian

terus berusaha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Krisis Minyak Goreng, Bisnis, dan HAM

5 April 2022   12:56 Diperbarui: 5 April 2022   13:09 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Bebel Sukandi

NIM     : 181010551782

SDM

 

Krisis Minyak Goreng, Bisnis, dan HAM

 KRISIS kelangkaan minyak goreng di pasaran masih belum berakhir. Alih-alih mengatasi akar persoalan, pemerintah malah mencabut ketentuan harga eceran tertinggi minyak goreng di  pasaran sehingga harga melambung mengikuti makanisme pasar. Pemerintah dinilai takluk pada kekuatan kartel bisnis minyak goring sehingga mengabaikan hak asasi manusia.

 

Prinsip Panduan Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau Uniteds Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGP), yang disahkan olehMajelis Umum PBB pada 2011 menegaskan tiga prinsip terkait relasi negara, bisnis, dan HAM. Pertama, bisnis wajib menghormati hak asasi manusia, artinya dilarang melakukan tindakan yang akan mengurangi penikmatan HAM seseorang atau masyarakat.

Kedua, pemerintah berkewajiban untuk melindungi hak asasi manusia dari segala bentuk tindakan bisnis yang berpotensi dan telah melanggar hak asasi manusia. Hal ini dilakukan melalui regulasi dan kebijakan pencegahan sampai pada penegakan hukum. Lantas ketiga, pemerintah dan korporasi wajib untuk menyediakan mekanisme pengaduandan pemulihan ketika terjadi pelanggaran hak asasi manusia oleh bisnis. Dengan begitu, masyarakat memiliki kanal saluran ketika hak-haknya dilanggar. Krisis minyak goring terjadi merata di seluruh wilayah Indonesia sejak Februari 2022. Jikapun saat ini tersedia di pasar atau toko-toko, konsumen harus menebus dengan harga yang mahal, berlipat dari harga biasanya. Pada akhirnya, hanya yang mampu yang bisa membeli. Masyarakat miskin terabaikan.

 

Di banyak wilayah, masyarakat mengantre untuk membeli minyak goreng yang disediakan pemerintah sehingga mengabaikan protocol kesehatan. Bahkan, ada yang meninggal karena lelah mengantre minyak goreng. Fenomena ini sungguh tragis karena terjadi di Indonesia yang menjadi tempat perkebunan kelapa sawit terluas di dunia. Kelapa sawit adalah bahan dasar minyak goreng. Kartel perkebunan sawit dikuasai oleh segelintir korporasi besar nasional dan internasional. Wilayah konsesi kartel ini tersebar luas di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Pun dengan kartel minyak goreng, yang hanya dikuasai oleh segelintir korporasi besar yang sebagian besar terhubung dengan pemilik perkebunan sawit skala raksasa.

 

Dalam pertemuannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat pada 17 Maret 2022 di Senayan, Menteri Perdagangan mengakui bahwa kelangkaan minyak goring akibat ulah mafia. Ia tidak menyebutkan siapa mafia itu. Menteri Perdagangan mengaku tidak mampu menghadapi mafia tersebut. Menteri Perdagangan lantas mencabut ketentuan tentang harga eceran tertinggi minyak goring.

Harga lantas diserahkan pada mekanisme pasar sehingga minyak goring berangsur kembali tersedia, tapi dengan harga yang sangat mahal. Negara bukannya mengatur, malah diatur oleh bisnis dan pasar. Kebijakan Menteri Perdagangan ini sangat ironis karena menunjukkan Negara kalah oleh bisnis dan mafia. Padahal dalam setiap kesempatan, Presiden Joko Widodo menandaskan bahwa Negara harus hadir dan tidak boleh kalah dengan mafia. Namun, fakta berbicara lain. Langkah dan kebijakan pemerintah tidak sesuai dan tidak patuh dengan UNGP karena pemerintah gagal melindungi hak asasi manusia dari tindakan semena-mena kartel bisnis. Minyak goreng termasuk kebutuhan pokok masyarakat untuk berbagai keperluan, baik untuk mengolah bahan makanan sampai pada bisnis makanan skala kecil hingga besar.

Kelangkaan minyak goring ini tentu menyengsarakan jutaan keluarga di Indonesia, juga para pelaku usaha kecil seperti penjual gorengan yang banyak ditemukan di pinggir jalan. Sebagai akibatnya, selain bisnis lesu yang berdampak pada hak-hak ekonomi warga yakni menurunnya kesejahteraan, juga menambah pengangguran karena kehilangan kesempatan kerja, misalnya yang biasa menjual gorengan.Pada tingkatan tertentu juga berdampak pada hak sosial, khususnya hak atas kesehatan, karena para penjual gorengan memakai minyak goreng yang sudah tidak layak akibat ketiadaan bahan, dan hak atas rasa aman karena tingkat kriminalitas meningkat.

Melanggar HAM Bisnis yang dikendalikan kartel sangat jahat dan melanggar hak asasi manusia karena hajat hidup orang banyak dikendalikan dan diatur oleh segelintir pelaku bisnis. Dengan demikian, tidak ada kontrol dan mekanisme pasar yang sehat karena pasokan bahan dari bahan dasar kelapasawit, pengolahan, produksi minyakg oreng, distribusi, dan harga dikuasai dan diatur oleh kartel. Harga akan mudah dipermainkan demi meraup keuntungan sebesar-besarnya. Karena itu, Negara harus hadir dan jangan takluk oleh mafia dan kartel.

Itulah esensi keberadaan dan fungsi negara,yaitu melindungi dan memenuhi hak asasi manusia. Kewajiban ini termaktub dalam konstitusi bahwa Negara menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan kemakmuran segelintir bisnis atau kartel. Persoalan minyak goring tidak bisa dipandang sebelah mata karena merefleksikan rapuhnya tata kelola dan wibawa negara yang takluk oleh mafia. Mengatasi mafia dari hulu yakni mengatur perkebunan sawit dan produksi minyak goreng, hingga hilir yakni penegakan hukum, jauh lebih penting dans ubstansial dari pada bicara penundaan pemilihan umum atau wacana presiden tiga periode.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun