Mohon tunggu...
Bebel Sukandi
Bebel Sukandi Mohon Tunggu... Wiraswasta - menggapai impian

terus berusaha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Krisis Minyak Goreng, Bisnis, dan HAM

5 April 2022   12:56 Diperbarui: 5 April 2022   13:09 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Dalam pertemuannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat pada 17 Maret 2022 di Senayan, Menteri Perdagangan mengakui bahwa kelangkaan minyak goring akibat ulah mafia. Ia tidak menyebutkan siapa mafia itu. Menteri Perdagangan mengaku tidak mampu menghadapi mafia tersebut. Menteri Perdagangan lantas mencabut ketentuan tentang harga eceran tertinggi minyak goring.

Harga lantas diserahkan pada mekanisme pasar sehingga minyak goring berangsur kembali tersedia, tapi dengan harga yang sangat mahal. Negara bukannya mengatur, malah diatur oleh bisnis dan pasar. Kebijakan Menteri Perdagangan ini sangat ironis karena menunjukkan Negara kalah oleh bisnis dan mafia. Padahal dalam setiap kesempatan, Presiden Joko Widodo menandaskan bahwa Negara harus hadir dan tidak boleh kalah dengan mafia. Namun, fakta berbicara lain. Langkah dan kebijakan pemerintah tidak sesuai dan tidak patuh dengan UNGP karena pemerintah gagal melindungi hak asasi manusia dari tindakan semena-mena kartel bisnis. Minyak goreng termasuk kebutuhan pokok masyarakat untuk berbagai keperluan, baik untuk mengolah bahan makanan sampai pada bisnis makanan skala kecil hingga besar.

Kelangkaan minyak goring ini tentu menyengsarakan jutaan keluarga di Indonesia, juga para pelaku usaha kecil seperti penjual gorengan yang banyak ditemukan di pinggir jalan. Sebagai akibatnya, selain bisnis lesu yang berdampak pada hak-hak ekonomi warga yakni menurunnya kesejahteraan, juga menambah pengangguran karena kehilangan kesempatan kerja, misalnya yang biasa menjual gorengan.Pada tingkatan tertentu juga berdampak pada hak sosial, khususnya hak atas kesehatan, karena para penjual gorengan memakai minyak goreng yang sudah tidak layak akibat ketiadaan bahan, dan hak atas rasa aman karena tingkat kriminalitas meningkat.

Melanggar HAM Bisnis yang dikendalikan kartel sangat jahat dan melanggar hak asasi manusia karena hajat hidup orang banyak dikendalikan dan diatur oleh segelintir pelaku bisnis. Dengan demikian, tidak ada kontrol dan mekanisme pasar yang sehat karena pasokan bahan dari bahan dasar kelapasawit, pengolahan, produksi minyakg oreng, distribusi, dan harga dikuasai dan diatur oleh kartel. Harga akan mudah dipermainkan demi meraup keuntungan sebesar-besarnya. Karena itu, Negara harus hadir dan jangan takluk oleh mafia dan kartel.

Itulah esensi keberadaan dan fungsi negara,yaitu melindungi dan memenuhi hak asasi manusia. Kewajiban ini termaktub dalam konstitusi bahwa Negara menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan kemakmuran segelintir bisnis atau kartel. Persoalan minyak goring tidak bisa dipandang sebelah mata karena merefleksikan rapuhnya tata kelola dan wibawa negara yang takluk oleh mafia. Mengatasi mafia dari hulu yakni mengatur perkebunan sawit dan produksi minyak goreng, hingga hilir yakni penegakan hukum, jauh lebih penting dans ubstansial dari pada bicara penundaan pemilihan umum atau wacana presiden tiga periode.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun