Mohon tunggu...
MH Syauqi Adnan
MH Syauqi Adnan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Pemimpi layaknya Bung Karno

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menerka Masa Depan ASEAN

20 Mei 2023   02:42 Diperbarui: 20 Mei 2023   13:07 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://dailylife.id/

Setelah akhir tahun kemarin Indonesia menduduki kursi presidensi G20, sebuah grup berisikan 20 negara penyumbang kebangkitan ekonomi dunia, di awal tahun ini Indonesia kembali menduduki kursi sebagai ketua ASEAN. Sejak berdirinya, ASEAN memiliki sejarah sebagai komunitas yang berdiri melawan arus besar dunia. ASEAN yang didirikan sebagai kesadaran bersama pentingnya menjaga stabilitas dan menjalin hubungan yang mesra dengan sesama negara kawasan, menjadikan ASEAN tidak butuh waktu lama untuk cepat berkembang sebagai komunitas yang disegani kancah internasional. Bahkan dari yang semula hanya diikuti oleh 5 negara pencetus, sekarang resmi semua negara kawasan bergabung menjadi anggota ASEAN. Selain minat negara kawasan dalam melihat ASEAN, dunia internasional tak mau ketinggalan, jika dihitung maka ASEAN memilki belasan mitra baik dari organisasi/komunitas internasional maupun negara berdaulat lainya.

Jika dilihat dari segi ekonomi, maka negara kawasan Asia Tenggara memiliki GDP hampir  4 triliun USD, lebih besar dari India dan memilki populasi lebih dari 600 juta penduduk. Dari 2 data ini saja sudah terbayangkan potensi ekonomi yang luar biasa besarnya. Dari sektor produksi kawasan Asia Tenggara mampu menyediakan bahan mentah yang berkecukupan, dari sektor industri kita mampu menyediakan tenaga kerja berbagai kerah, dari segi distribusi interkoneksi akses dan mobilisasi sudah tidak perlu diraguakan, kemudian dari segi pasar lebih dari 600 juta penduduknya siap membeli produk-produk pabrikan mulai dari kelas rendah sampai kelas atas, bahkan dari sektor pemerintahan mayoritas negara ASEAN welcome dan berkomitmen tinggi dalam urusan investasi ekonomi. Semua faktor perkembangan ekonomi ada dan tersedia pada ASEAN.

Melihat ini semua tentunya sangat menggiurkan jika diolah secara matang-matang, oleh karena itu ASEAN berkomitmen dalam kemajuan dan pertumbuhan ekonomi di kawasanya sendiri. Salah satunya dengan membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN atau yang kita kenal dengan MEA. MEA sendiri adalah hasil dari adanya globalisasi yang mempertemukan produsen dan konsumen dalam satu pasar raksasa Asia Tenggara tanpa sekat. Dengan adanya Pasar bebas imbas globaliasi ini, menciptakan pasar yang sangat besar, sehingga memungkinkan komoditas dari luar negeri masuk secara mudah ke dalam pasar domestik kita, hal ini juga membuat komoditas domestik kita dapat dengan mudahnya dipasarkan ke pasar internasional. Namun dari semua manfaat ini, ada kekahawtiran yang cukup besar. Jika pasar bebas ini tidak diregulasi dengan tepat dan tanpa membekali para pelaku usaha serta konsumen lokal dengan pengetahuna yang cukup, bukan tidak mungkin pasar domestik akan terkena air bah komoditas asing, produsen lokal akan mengalami stagnasi hingga berakhir pada perlambatan ekonomi.  

Dengan kenyataan ini, maka MEA menjadi keharusan yang disosialisasikan masif kepada para pelaku usaha masing-masing negara anggota, bukan hanya pada pemain besar namun juga pada UMKM yang nyatanya mampu bertahan dan menjadi soko guru ekonomi nasional ditengah badai pandemi. Selain itu keadaan pasca pandemi serta perlambatan ekonomi Amerika dan Tiongkok sebagai 2 pemain besar dunia, harus dijadikan momentum konsolidasi kekuatan produksi serta distribusi dengan cara menjadikan ASEAN pabrik bersama bagi  komoditas internasional, tidak lagi mengedapankan ego sektoral untuk terus memaksakan menjadi pabrik tunggal, sehingga harapnya dimulai dari sekarang ASEAN siap menjadi Epicentrum of Growth.

Soalan politik dan keamanan juga menjadi bahasan wajib ASEAN dalam setiap KTT-nya. Tentunya ini penting dilakukan menginggat posisi geografis ASEAN sebagai bagian dari Kawasan Indo-Pasifik, yang diramalkan menjadi salah satu pilihan tempat untuk memulai perang dunia ke-3. Selain itu memanasnya hubungan Tiongkok dengan beberapa negara ASEAN dan Asia akibat perseteruan Laut Natuna (Laut Tiongkok Selatan), yang makin terprovokasi oleh api AUKUS, membuat ASEAN menjadi lebih aware pada isu ini. Laut Natuna ini memang menjadi soalan yang serius. Ia menjadi sumber daya bagi banyak negara ASEAN dan beberapa negara Asia, termasuk Tiongkok. Sayangnya Tiongkok lebih memilih serakah untuk mengklaim wilayah Laut Natuna menjadi ZEE Tiongkok diluar keputusan UNCLOS 1982.

Dalam kasus ini ASEAN sendiri mendapati simalakama, satu sisi ia harus tetap mengupayakan kawasan tetap kondusif dan bertahan pada status quo, namun di sisi lain ia juga harus terus menjalin hubungan yang baik dengan Tiongkok sebagai mitra ekonomi tersebar ASEAN. Kita memang sepakat bahwa konflik Laut Natuna ini mejadi bom waktu yang entah kapan meledaknya dan salah sedikit kita dalam bersikap, bukan tidak mungkin ramalan perang dunia ke-3 akan dimulai di Kawasan Indo-Pasifik akan terjadi. Dan jika itu terjadi Kawasan Asia Tenggara akan menjadi Kawasan yang terdampak cukup serius. Dalam menyelesaikan konflik Laut Natuna ini anggota ASEAN harus satu komando dan tidak boleh berjalan sendiri. Setengah abad yang sudah dilalui ASEAN harusnya bisa menjadi garansi bahwa kepentingan tiap anggotanya akan selalu menjadi nilai berharga dan komitmen yang jelas dalam mencapai tujuan bersama di kawasan. ASEAN harus mampu menjadi ruang dialog dan mitra dari masing-masing kelompok demi stabilitas kawasan dan menjadi titik temu bagi banyak persoalan di kawasan dan internasional.

Meski tak mudah, namun ini harus diupayakan, terlebih ditengah tensi tinggi Laut Natuna, Myanmar malah ditempa masalah demokrasi domestik yang tak berkesudahan. Bahkan ASEAN dalam 2 tahun mencoba menjadi fasilitator dan negosiator belum menunjukan keberhasilan yang nyata. Meskipun dalam prinsip berkomunitas ASEAN haram hukumnya mencampuri urusan domestik anggotanya, namun dalam kacamata yang lebih luas, stabilitas negara anggota turut serta mempengaruhi stabilitas kawasan. Maka sudah seharunsya dengan keadaan dunia yang tidak menentu, kekuatan sebuah komunitas menjadi keniscayaan yang harus dipertahankan dan ditingkatkan. Dengan segala kekurangnya, ASEAN harus mulai berbenah dan berubah dari sekedar Asosiation of Sitting, Eating, Announcing and Doing Nothing menjadi Asosiation of South East Asian Nations sehingga eksistensi dan nilai tawar ASEAN akan selalu relevan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun