“Udah deh, pokoknya mulai besok akan bakal jadi cewek paling bahagia di dunia,” ujar Gita tersenyum bahagia.
Keesokan harinya, bel rumah berbunyi. Dengan ceria Gita menghambur ke pintu, tapi ternyata yang datang Kak Adi, pacarnya mbak Enes. Keduanya lalu pergi, sementara Mama dan Papanya sudah berangkat ke acara resepsi. Di rumah hanya ada Gita dan mbak Tami.
Gita mulai tidang sabar. SEdari tadi sohib-sohibnya terus menelpon dan membuatnya tambah be te.
“Gita bangaun! Kok ketiduran di sini?” suara Mamanya terdengar sayup. Gita membuka matanya, ternyata Mama dan Papanya sudah pulang.
“O ya, Qori! Astaga, setengah sepuluh malam”Gita melonjak. Ternyata Qori tidak datang dari tadi. Gita mulai kebingungan.
Gita akhirnya ikut ajakan orang tuanya untuk mencari makan malam di luar.
“O ya Gita. Mama lupa cerita tentang cucunya Bu Nanda, padahal sudah sebulan lo. Kapan-kapan kamu main ke sana ya?” tiba-tiba Mamanya bercerita. Gita cuma mengangguk tanpa semangat.
Ketika melewati rumah Bu Nanda, Gita melihat seorang gadis cantik lekuar dari rumah diikuti seorang cowok. “Oh my god”, Gita terkejut bukan main. Berkali-kali dikedipkan matanya, berharap yang dilihatnya itu orang lain. Tapi sia-sia, cowok itu benar-benar Qori. Mereka berdua kelihatan akrab sekali.
Dengan gemetar Gita bertanya pada Mamanya, “siapa nama gadis itu Ma?
“Kebetulan namanya sama dengan kamu .... Gita,” jawab Mamanya.
Gita terkulai menyadari impiannya hancur oleh kebodohannya sendiri. Seharusnya ia mendengarkan ucapan sohibnya. Dan celakanya Gita terlanjur begitu berharap. Dia merasa marah, kecewa dan ... malu sekali.