Mohon tunggu...
Beatrix Tapoona
Beatrix Tapoona Mohon Tunggu... -

"It is better to light the candle than just to curse the darkness"\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cermin untuk Seorang Ibu

9 April 2016   23:17 Diperbarui: 9 April 2016   23:42 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari - hari belakangan ini, begitu banyak berita menarik hati, pikiran dan juga menguras tenaga ( sebenarnya tidak perlu). Mulai dari ruang para pejabat, para artis,politisi dan tidak ketinggalan, 4 - 5 hari para orang tua atau kerabat yang ikut deg degan menghantar anak -anaknya SMA/K yang menjalani UN.

Dari sekian berita hingar bingar dan menjadi trending topik baik di media sosial maupun dalam pembicaraan para bakul sayur atau para pekerja yang sedang melepas lapar di warung - warung angkringan, salah satunya yang mengganggu perasaan saya yang  adalah seorang Ibu yaitu  berita tentang Sonya siswi SMA yang mengancam Polwan ketika menilang mobil mereka berkonvoi selepas UN.

Bagai jamur di awal musim hujan, para pencinta media beramai - ramai menghiasi lembaran berita dengan judul - judul menarik, ada yang mencaci, membela, menganalisa, bahkan menunjukkan simpati dan empati, terlebih setelah tahu kejadian ini ternayata berujung pada kisah sedih berpulangnya ayahanda Sonya ( entah karena masalah ini atau faktor lain).

Saya tidak dalam kapasitas itu, hanya sebagai seorang Ibu yang juga mempunyai anak remaja kira - kira 3 atau 4 tahun di atas usia  Sonya, ingin berbagi rasa. Dalam bayangan saya,  apa yang dirasakan oleh Ibu dari Sonya, meski media hanya bertutur tentang ayah Sonya yang sakit jantung dan bertambah tertekan dengan kelakuan putrinya, hingga menghantar beliau pada ajalnya. 

Untuk tidak menjadi sok bijak, atau sok pintar, saya  hanya ingin mengutarakan apa yang spontan timbul dalam hati ketika hari - hari ini membaca banyak tulisan juga di media ini menyangkut peristiwa di atas. Kalau masih ada kesempatan dan akan selalu ada harapan, ingin sekali  saya, mengulangi hal - hal berikut ini pada anak remaja saya tentang "NILAI" yang sepatutnya dimiliki dan dihidupi oleh seorang anak manusia  dalam hubungannya dengan dunia di mana dia hidup, dalam hal ini di rumah, di sekolah, di kampus, di lapangan bola, di tempat parkir, di warung makan, di jalan raya, di ruang belajar, di kendaraan umum, dan juga di mana saja dia akan berada. Inilah hal sederhana yang selalu dan belum lelah saya berusaha tanamkan dalam kesehariannya :

1. Angka di ulangan atau rapormu yang menunjukkan prestasi belajarmu bukanlah alasan untuk menganggap rendah teman sekelas dan sekolahmu.

2. Katakan Terimakasih dan mintalah  maaf pada siapapun untuk hal atau keadaan yang memang perlu demikian.

3. Hormati dan berlakulah sopan dalam kata dan tindakan terhadap siapapun.

4. Belajarlah membedakan mana yang perlu dan mana yang dibutuhkan sehingga tidak memaksakan kehendak untuk sesuatu yang tidak berguna.

5. Belajarlah sungguh - sungguh dalam pelajaran di sekolah, karena itulah bagianmu, sebagaimana orang tuamu mempunyai tugas bekerja mencari nafkah kehidupan dan biaya sekolahmu.

6. Jujurlah dan sederhanalah dalam pergaulan, meskipun itu ada resiko dalam dunia sekarang tidak selalu mudah.

7. Kita ini perantau,  bekejalah dengan sekuat tenaga untuk membangun diri dan dengan itu akan dapat membangun orang lain.

Tentu masih ada hal lain lagi, tetapi dalam kesempatan ber"cermin"  diri dari kejadian di atas, saya coba menghadirkan kembali saat -saat anak remaja saya sedang menjalani masa - masa sekolah seperti seorang Sonya saat ini, dan apa yang sudah saya jalankan sebagai seorang Ibu dengan tidak bosan - bosannya. Tidak ada Ibu yang sempurna , tetapi selalu ada Ibu yang berjuang, berusaha, bergulat, melawan perasaan, menahan tangis bahkan tidak lelah dan penat berharap agar kata - kata dan kalimat nasihatnya tidak terbang bersama angin tetapi lekat erat pada pikiran, hati dan pada gilirannya menjelma menjadi " nilai"  ke-hidup-an seorang anak yang kelak juga boleh menjadikan orang lain mempunyai kehidupan yang ber-"nilai".

Untuk sesama kaum Ibu, atau para calon Ibu...tidak ada kata terlambat untuk hati yang terbuka bagi sebuah niat dan harapan serta usaha menjadikan manusia - manusia yang bernilai yang diharapkan oleh bangsa dan dunia ini.

* Ada sekolah khusus menjadi dokter, Guru, Programer, Desainer, Arsitek dan lain-lain, tetapi tidak ada sekolah khusus menjadi Orang tua/Ibu, selain sekolah kehidupan.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun