Sutradara : Bambang "Ipoenk" Kuntara Mukti
Produser : Damar Ardi
Suryo Wiyogo
Ditulis oleh : Bambang "Ipoenk" Kuntara Mukti
Gin Teguh
Pemeran : Jefri Nichol
Chicco Jerikho
Aksara Dena
Agnes Natasya Tjie
Penata musik : Bigheldy
Sinematografer : Ujel Bausad
Penyunting : Fajar K Effendy
Perusahaan produksi : Lajar Tantjap Film
Tanggal rilis : 30 September 2021
Durasi Film : 85 menit
Apakah kalian pernah bersusah payah memperjuangkan sesuatu? Kehidupan ini penuh dengan tantangan dan peluang. Setiap orang memiliki impian dan tujuan yang ingin dicapai. Namun, perjalanan menuju kesuksesan tidaklah mudah.
Walaupun sudah 53 tahun merdeka, seluruh rakyat Indonesia masih saja memperjuangkan Indonesia agar menjadi negara yang lebih adil. Pada tahun 1998, Satriya (Jefri Nichol) merupakan seorang pemuda yang cerdas, kritis, dan tidak pernah menyerah mewakili suara rakyat. Bersama dengan kakaknya, Adam (Aksara Dena) berjuang mati-matian untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang tertindas. Ketekunan, keteguhan, dan keberanian untuk meraih hal tersebut sangat terlihat dari karakter Satriya dan Adam.
Kegelisahan
Film yang ditayangkan pada 2021 ini dimulai dengan Satriya, seorang pemuda yang dikejar di sebuah gedung apartemen. Namun, upayanya berakhir gagal dan ia segera ditemukan oleh Adam, seorang anggota militer yang ternyata merupakan kakak dari Satriya. Terlepas dari kenyataan bahwa Satriya merupakan anggota kelompok anarkis yang sedang berjuang untuk mendapatkan reformasi, saudaranya sebenarnya berencana untuk menyelamatkan nyawa adiknya. Sayangnya, Satriya sudah terdaftar menjadi orang yang dicari militer.
Perbedaan pendapat antara kedua saudara tersebut muncul. Satriya berharap untuk terus memperjuangkan reformasi, sedangkan Adam berkeinginan agar saudaranya dapat menghindar dari penangkapan aparat militer. Pada titik inilah, sesuatu yang tidak biasa dalam film ini muncul, kedua aktor berpartisipasi dalam pertunjukan teater dan muncul juga adegan yang menampilkan "tarian harimau".
Di tengah film, terungkap bahwa adegan sebelumnya sebenarnya merupakan bagian dari sebuah film yang disutradarai oleh Panca (Chicco Jerikho) yang mengangkat tema tentang gerakan reformasi. Kita dapat melihat proses pembuatan film yang dimulai dengan narasi dan kemudian beralih ke bagaimana adegan-adegan yang disebutkan di atas diambil. Perubahan alur tersebut menciptakan kejutan dan antitesis, yang pada akhirnya cukup menghibur penonton. Kedua segmen tersebut menyoroti kritik terhadap struktur politik Indonesia, namun dengan pendekatan yang sangat beragam dalam penampilan dan gaya cerita.
Pada awal film, cerita didominasi dengan kekacauan yang tidak jelas, membuat penonton bingung dengan kejadian yang sedang terjadi. Namun, perlahan penonton diberikan penjelasan mengenai kejadiannya. Hal tersebut disampaikan dengan perlahan dan detail. Lalu, pada pertengahan film, alur filmnya berubah lagi.
Pada bagian kedua, penonton akhirnya dapat bertemu dengan sutradara film. Sutradaranya dianggap sebagai seseorang yang jenius, namun sikapnya secara keseluruhan sangat tidak disukai oleh rekan-rekannya. Ia juga sering mengeluh dan menuntut hal yang tidak realistis, berperilaku tidak pantas, dan berkelahi, membuat Linda Salim, sang produser, gelisah untuk menyelesaikan filmnya. Kemarahan sang produser benar-benar mewakili para penonton dan cara ia menyampaikan isi hatinya membuat penonton juga ikut merasakan kegelisahannya
Di antara banyak orang yang muncul di film ini, dua protagonis utama yang memikul sebagian besar tanggung jawab di pundak mereka memberikan penampilan individu yang sangat baik dan kemampuan membangun hubungan antar aktor yang kuat. Jefri Nichol dalam peran Satriya berhasil menampilkan dengan sangat baik rasa frustasi dan kompleksitas emosional karakternya. Dengan ekspresi wajah yang tajam dan penjiwaan yang mendalam, ia berhasil membawa penonton ke dalam perjalanan emosional Satriya. Sementara itu, Agnes Natasya Tjie sebagai Linda juga tampil memukau sebagai "perantara" yang berperan penting dalam dinamika cerita.
Kondisi Indonesia Pada Tahun 1998
Bambang 'Ipoenk' K.M. menyutradarai film pertamanya yang cukup ambisius. Bambang ‘Ipoenk’ K.M. mengantarkan pengingat bagi penerus bangsa untuk tidak pernah melupakan sejarah ini, dan secara keseluruhan, ia berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Transisi antar adegan dalam film berjalan lancar. Dengan durasi 85 menit, film ini terasa tidak terlalu panjang. Cara kameramen mengambil gambar sebenarnya merupakan bagian dari komedi film, dengan pendekatan yang agak menghibur.
Pada tahun 1998, peran mahasiswa di Indonesia sangat penting karena mereka membantu dalam reformasi politik. Penelitian ini menyoroti bahwa gerakan mahasiswa pada waktu itu bertujuan untuk mengkritik pemerintah terkait masalah ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat. (Jurnal Impresi Indonesia, 2022) Film Aum! sukses menggambarkan situasi dan kondisi Indonesia pada tahun 1998 dengan baik. Pengeditan yang memberikan nuansa sedikit kekuningan dan juga layar filmnya yang berukuran 3:4 berhasil menciptakan atmosfer yang autentik dari era 1990-an. Selain itu, properti yang digunakan dalam film juga dipilih dengan cermat untuk mendukung latar cerita yang disajikan.
Walaupun begitu, film ini memiliki beberapa adegan yang membingungkan. Seperti yang sudah saya sebutkan diatas, adegan “tarian harimau” dan dua tarian teater yang lainnya yang ditunjukkan secara tiba-tiba dapat menghadirkan rasa penasaran namun juga kebingungan pada saat yang bersamaan. Sebagian besar penonton pasti kesulitan untuk menangkap arti dari adegan-adegan tersebut. Pada akhirnya, bisa dikatakan juga bahwa film Aum! memiliki terlalu banyak elemen yang berbeda untuk film berdurasi 85 menit.
Terlepas dari hal-hal di atas, Aum! adalah film yang sangat menarik dan menghibur. Bagi yang suka dengan film nasionalis, Aum! merupakan film yang wajib ditonton. Apalagi bagi penerus bangsa Indonesia, sebaiknya kita menonton film ini karena bisa menjadi pembelajaran yang baik. Dengan menyaksikan film Aum!, cinta kita terhadap tanah air Indonesia dapat menjadi lebih besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H