Ajari lagi Aku meratap bagai sebatang lilin
Agar bisa kusemai lagi taman dengan tanaman
Dan pohonku tumbuh menjadi nyala kehidupan
Dengan nyala ini akan kujahit lagi
Robekan gaun sang bunga yang indah
(Muhammad iqbal)
Pemuda itu bernama ibnu batuta, seorang penjelajah dari kota tangier, maroko. Sebuah kota dekat pantai di afrika utara. Termasuk salah satu pelayar monumental yang dimiliki oleh peradaban islam. Sejarah mengatakan bahwa dalam 29 tahun, beliau telah melintasi 2 benua dan 44 negara. Ia menempuh jarak 75.000 mil, bahkan penjelajah italia pun kalah (baca : marcopolo). Bahkan ibn batuta berlayar 125 tahun sebelum cristoper columbus, vasco de gama mulai berlayar.
Perjalanan pertama ibn batuta ialah saat ia pergi ke mekah untuk pergi haji, selanjutnya jalba ; nama kapal ibn batuta dengan lumuran minyak hiu dan termasuk salah satu kapal yang melegenda di lautan merah. Membawanya menuju yaman dan india. Hingga perjalanan itu sampai ke Spanyol, rusia, tunisia, turki, persia, cina, dan sejumlah negara muslim lainnya. Hal yang menjadi kebiasaan ibn batuta adalah ia selalu mengabadikan setiap perjalanannya, setiap tempat yang disinggahinya dan gambaran dunia bagian timur dengan sangat menarik dan memukau.
Beliau adalah seorang ahli bahasa arab dan sastra, sehingga beliau pun sering mendeskripsikan keindahan kota- kota yang pernah disinggahi dan dilaluinya dengan bahasa yang memukau. Sehingga semuanya menjadi terdengar indah dan puitis. Sejarah mengatkan bahwa Ibn battuta dan kisahnya dituturkan kembali oleh ibn battuta dan ditulis oleh ibn jauzi, Dengan judul tuhfah al nuzzar fii ghara’ib al amsar wa ajaib al asfar (persembahan seorang pengamat tentang kota-kota asing dan perjalanan yang mengagumkan), yang akrabnya di sebut rihla (perjalanan).
Saat ke Tunisia, ada potongan episode yang membuat ibn batuta harus meneteskan air matanya karena melihat kedua sahabatnya meninggalkan ia dalam pelayarannya. Ditengah perjalanan kedua sahabatnya jatuh sakit hingga keduanya meninggal. Kesedihan itu menyisakan kesedihan yang dalam. Hingga ibn batuta tidak bisa menahyan air matanya tuk menetes ke permukaan. Perjalanandemi perjalanan memiliki hiasannya masing masing hingga pada tahun 1369 tepatnya saat ibn batuta berusia 65 tahun, 11 tahun dari selesainya penulisan “rihla”. Beliau mengakhiri perjalanan itu. Pelayaran itupun kini menorehkan tinta emas bagi peradaban islam.
Mimpi-mimpi besar, niscaya melahirkan beban dan pengorbanan yang juga besar. Menjemput momentum sejarah yang tidak akan pernah terulang. Layaknya Rosulullah dan para sahabat yang berhijrah dari mekah untuk sebuah misi suci, menyampaikan risalah islam hingga berujung kemenangan dimadinah. Kemudian dilanjutkan oleh generasi emas sahabat yang senantiasa istiqamah dalam memperjuangkan islam yang berbuah kemenangan hingga tiga perempatnya belahan bumi.
Sang penyair mengatakan Waktu adalah kehidupan, Momentum adalah bagian dari kehidupan itu sendiri, bagian dari kesempatan-kesempatan yang di manfaatkan. Rahim dari karya karya besar. Deretan waktu yang penuh dengan jebakan-jebakan kesuksesan. Hanya Orang kuat dan berjiwa teguhlah yang dapat bertahan ditengah amuk masa yang sulit itu.
Kini sampailah kepada kita garda terdepan yang mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan dan menuliskan catatan sejarah islam yang baru.
”Walaupun satu keluarga kami tak saling mengenal, himpunlah kembali daun daun yang berhamburan ini. Hidupkan lagi ajaran saling mencintai, ajari lagi kami berkhidmat seperti dulu” (Muhammad iqbal)
Di tengah-tengah amuk masa yang membuat daratan terseok-seok kini, kita ledakan potensi yang ada, jangan biarkan kita kehilangan arah dan tujuan. Inilah mata air kecemerlangan, mata air pesona islam. Membangun imperium peradaban yang memukau.