Maka sampailah kami disebuah pelataran gedung di tengah kota. Janur kuning melengkung menandakan sebuah hajatan yang di gelar disana. Ramai. Sayup-sayup terdengar lantunan lagu bahagia.Â
Ahh tembang-tembang dahulu yang tak habis digerus masa. Sam memapahku di jalan yang berbatu. Aku bisa melihat raut khawatirnya yang seperti takut aku terkilir. Memang aku tak biasa memakai sepatu macam ini. Tapi bukan berarti aku tak bisa memakainya.
Tiba di pintu masuk utama jantungku berdegub resah. Ahh kemana hilangnya perasaan tenang dan yakin tadi? Aku berhenti di ujung anak tangga. Beberapa orang penerima tamu tampak mulai mengamati. Sial! Aku semakin tak percaya diri. Sam yang mengerti gelagatku hanya berdiam tanpa sepatah katapun. Sepertinya dia sengaja memberiku waktu.
Ayo kamu bisa! Sudah tidak ada lagi perasaan! Sudah selesai! Ayo kamu sudah kalah telak. Ayo berhenti!
Ku ambil napas panjang. Lalu menatap Sam yang tersenyum saja.
"Ayo!" tanganku melingkar di lengan milik Sam. Tanpa protes meski bajunya jadi kusut karena tanganku juga mencengkram tangannya.
Banyak sekali tamu undangan. Sebagian besar aku dapat mengenali wajah-wajah di sana. Yah bagaimanapun kita pernah satu sekolah yang sama. Kini mataku sampai pada pemandangan indah.Â
Di atas pelaminan itu sepasang pengantin yang berbahagia. Berjabat tangan dengan para tamu undangan yang datang lalu berucap terimakasih atas doa-doa yang diterima. Sang pengantin perempuan sungguh anggun dengan kebaya putih yang senada dengan dia, Arya.Â
Semakin aku dan Sam mendekat menuju mereka. Semakin aku ingin berbalik arah lalu kabur saja. Tapi sudah sampai disini dan Arya pun sepertinya paham kedatanganku. Aku tidak boleh kalah. Ya aku harus bisa menunjukkan aku baik-baik saja.
Entah sudah berapa kali aku menghelai napas sembari mencengkram lengan Sam. Aku melihat dia tampak khawatir melihat ku. Namun aku tersenyum padanya sebagai isyarat bila aku baik-baik saja.Â
Sesampainya di atas pelaminan, aku melepas cengkaramanku di tangan Sam. Jantungku berdegup sangat kencang dan cepat. Ada sedikit getir disana. Tapi kupastikan bila ada rasa bahagia juga. Arya dengan baju pengantin seperti itu sungguh terlihat tampan. Aku tersenyum tenang kala sampai di depannya.
"Hay! Selamat menempuh hidup baru. Semoga selalu hidup dalam keberkahan." Aku mencoba membuat suaraku yang tercekat ini jadi seceria mungkin. Aku tahu terdengar aneh. Tapi lebih baik daripada airmataku yang mengalir.