Kemarin (7/5/24) kita melihat peristiwa luar biasa terhadap perubahan nilai tukar mata uang Dollar Amerika. Tiba-tiba saja sekitar jam 12.30 dollar Amerika Serikat melonjak sekitar  0,469% dari Rp 16.107,- ke 16.273,- . Kenaikan itu tidak begitu besar namun hal ini kejadian spektakuler dalam hitungan detik. Index dollar tiba-tiba naik dari 103,988 ke 104, 670 dan berubah ke 104.915 terjadi kenaikan sekitar 0,065%  dalam hitungan detik dan terus naik ke 0,89% dalam beberapa jam. Hal ini sangat spetakuler.
The Indeks Dolar AS (DXY) adalah ukuran nilai tukar dolar AS terhadap sekeranjang enam mata uang utama dunia: euro, yen Jepang, pound Inggris, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss. Fungsi utamanya adalah untuk memberikan gambaran umum tentang kekuatan relatif dolar AS di pasar valuta asing. Indeks ini digunakan oleh investor, analis, dan ekonom untuk mengevaluasi perubahan nilai dolar, memahami dampak kebijakan moneter AS, serta memprediksi tren perdagangan dan ekonomi global. DXY membantu dalam analisis pasar dan pengambilan keputusan investasi terkait dengan dolar AS.
Kenaikan tiba-tiba dalam indeks dolar dari 103,998 ke 104,570 (0,55%) setelah pengumuman NFP disebabkan oleh reaksi cepat para pelaku pasar terhadap data tenaga kerja yang positif. Begitu angka NFP diumumkan dan menunjukkan peningkatan yang signifikan, para investor dan trader di seluruh dunia dengan cepat membeli dolar AS karena mereka memperkirakan bahwa ekonomi AS yang kuat akan mendorong Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga. Aksi beli dolar ini terjadi hampir secara otomatis melalui algoritma perdagangan berkecepatan tinggi dan keputusan cepat dari sejumlah besar trader dan institusi finansial besar. Meskipun tampak seperti sedikit orang yang membeli, sebenarnya ini adalah hasil dari banyak transaksi yang dilakukan hampir serentak oleh berbagai pelaku pasar yang bereaksi terhadap informasi baru secara simultan.
Kenaikan nilai tukar Dolar Amerika Serikat (USD) terhadap hampir semua mata uang dunia bisa ditengarai sebagai akibat dari data ekonomi AS yang sangat positif, seperti laporan tenaga kerja NFP yang kuat, yang meningkatkan kepercayaan terhadap perekonomian AS. Hal ini memicu ekspektasi bahwa Federal Reserve akan menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, membuat aset berdenominasi dolar lebih menarik bagi investor global. Peningkatan permintaan terhadap dolar oleh investor yang mencari keuntungan dari suku bunga yang lebih tinggi dan stabilitas ekonomi AS menyebabkan penguatan dolar secara luas. Reaksi cepat dari pasar keuangan global, yang mencakup perdagangan otomatis dan keputusan institusional, mempercepat kenaikan ini secara serentak di berbagai mata uang.
Peningkatan lapangan pekerjaan biasanya menunjukkan bahwa lebih banyak orang yang bekerja, yang berkontribusi langsung pada pertumbuhan ekonomi. Ketika lebih banyak orang bekerja, mereka memiliki pendapatan yang dapat dibelanjakan, yang meningkatkan konsumsi barang dan jasa. Peningkatan konsumsi ini mendorong perusahaan untuk meningkatkan produksi guna memenuhi permintaan yang lebih tinggi. Akibatnya, perusahaan mungkin perlu mempekerjakan lebih banyak pekerja dan melakukan investasi dalam kapasitas produksi, menciptakan siklus pertumbuhan ekonomi yang positif. Selain itu, peningkatan aktivitas ekonomi ini sering kali menghasilkan pendapatan pajak yang lebih tinggi bagi pemerintah, yang dapat digunakan untuk berbagai program publik dan investasi infrastruktur.
Di sisi lain, peningkatan lapangan pekerjaan dan aktivitas ekonomi ini juga dapat menyebabkan peningkatan inflasi. Dengan lebih banyak uang yang beredar di ekonomi dan permintaan yang lebih tinggi untuk barang dan jasa, tekanan inflasi bisa meningkat. Untuk mengendalikan inflasi, Federal Reserve (FED) mungkin menaikkan suku bunga. Kenaikan suku bunga bertujuan untuk mengurangi jumlah uang beredar dengan membuat pinjaman lebih mahal dan menarik bagi tabungan, sehingga mengurangi pengeluaran dan investasi. Dengan mengendalikan inflasi melalui kenaikan suku bunga, FED berusaha menjaga kestabilan harga dan mencegah ekonomi dari overheating. Oleh karena itu, ada hubungan signifikan antara peningkatan lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan kebijakan moneter yang diterapkan oleh FED.
Peningkatan lapangan pekerjaan baru di AS, serta penguatan dolar AS, dapat disebabkan oleh berbagai faktor geopolitik global, termasuk konflik seperti perang Rusia-Ukraina, ketegangan di Timur Tengah, dan ketegangan di Asia Timur. Konflik-konflik ini mendorong peningkatan permintaan terhadap industri pertahanan dan produksi militer AS. Pengiriman senjata dan dukungan militer kepada Ukraina, misalnya, bukan hanya meningkatkan produksi industri pertahanan AS tetapi juga menciptakan lapangan pekerjaan baru dalam sektor ini. Selain itu, dana bantuan yang dialokasikan untuk Ukraina sering kali dibelanjakan di AS, memberikan dorongan tambahan bagi perekonomian domestik.
Seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi yang dipicu oleh produksi dan ekspor militer, lebih banyak uang mengalir dalam ekonomi AS. Ini mendorong pertumbuhan ekonomi domestik dan meningkatkan permintaan terhadap dolar AS karena investor mencari stabilitas dalam mata uang yang kuat dan perekonomian yang berkembang. Ketika konflik geopolitik meningkat, dolar AS sering dianggap sebagai safe haven, meningkatkan permintaan global terhadap dolar. Kenaikan permintaan ini, dikombinasikan dengan pertumbuhan ekonomi domestik yang didorong oleh industri pertahanan dan pengeluaran terkait konflik, menyebabkan penguatan dolar AS di pasar global.Â
Kenaikan nilai tukar dolar AS memang menimbulkan berbagai dampak negatif bagi negara-negara di luar Amerika Serikat. Saat dolar menguat, mata uang negara-negara lain menjadi lebih lemah relatif terhadap dolar, yang membuat impor menjadi lebih mahal dan meningkatkan biaya barang-barang yang dihargai dalam dolar, seperti minyak dan komoditas lainnya. Hal ini menyebabkan inflasi impor, yang memaksa pemerintah dan bank sentral negara-negara tersebut untuk menaikkan suku bunga guna mengendalikan inflasi domestik. Suku bunga yang lebih tinggi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi investasi dan konsumsi. Selain itu, negara-negara yang memiliki utang dalam dolar menghadapi beban pembayaran yang lebih tinggi, karena mereka perlu menukar lebih banyak mata uang lokal untuk memenuhi kewajiban dolar mereka, yang dapat memperburuk situasi fiskal dan memaksa pemotongan belanja publik atau peningkatan pajak.
Bagi korporasi asing, terutama yang beroperasi di negara-negara berkembang, penguatan dolar juga membawa tantangan signifikan. Biaya bahan baku dan komponen yang diimpor menjadi lebih mahal, yang dapat mengurangi margin keuntungan atau memaksa kenaikan harga yang dapat menurunkan daya saing produk mereka di pasar global. Selain itu, perusahaan multinasional yang berhutang dalam dolar menghadapi beban utang yang lebih besar dalam mata uang lokal mereka, yang dapat mengganggu arus kas dan rencana ekspansi. Kenaikan dolar juga mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk membiayai investasi dan operasi luar negeri, karena pendapatan dari ekspor dalam mata uang lokal menjadi kurang berharga saat dikonversi ke dolar.
Peningkatan lapangan pekerjaan di Amerika Serikat baru-baru ini, yang dipicu oleh faktor-faktor seperti peningkatan produksi barang terutama dalam industri pertahanan terkait konflik geopolitik, telah berkontribusi pada penguatan nilai tukar dolar AS. Kenaikan angka tenaga kerja mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan meningkatkan kepercayaan investor global terhadap ekonomi AS. Akibatnya, permintaan terhadap dolar meningkat, memperkuat posisinya di pasar valuta asing. Namun, pertumbuhan ekonomi yang pesat ini juga membawa risiko inflasi, mendorong Federal Reserve untuk mempertimbangkan kenaikan suku bunga guna menjaga kestabilan harga dan mencegah overheating ekonomi.
Kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve dapat memperkuat dolar lebih lanjut, tetapi dampaknya pada ekonomi global bisa signifikan. Negara-negara dengan utang dalam dolar akan menghadapi beban pembayaran yang lebih tinggi, yang dapat memperburuk kondisi fiskal dan menekan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, inflasi impor dan kenaikan biaya barang-barang yang dihargai dalam dolar dapat mengurangi daya beli konsumen di berbagai negara dan memperlambat aktivitas ekonomi. Bagi korporasi asing, terutama di negara-negara berkembang, biaya produksi yang meningkat dan tekanan mata uang dapat mengurangi margin keuntungan dan daya saing. Oleh karena itu, sementara penguatan dolar mencerminkan kekuatan ekonomi AS, dampaknya terhadap ekonomi global menimbulkan tantangan yang memerlukan penyesuaian kebijakan dan strategi yang tepat di berbagai negara.
Untuk menghadapi masalah yang ditimbulkan oleh penguatan dolar AS, negara-negara dan korporasi asing bisa mengambil beberapa langkah strategis. Negara-negara dapat memperkuat cadangan devisa mereka dan mengurangi ketergantungan pada utang dalam dolar dengan mencari pinjaman dalam mata uang lokal atau alternatif. Bank sentral dapat menerapkan kebijakan moneter yang lebih ketat untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas ekonomi. Korporasi asing bisa melakukan lindung nilai (hedging) terhadap risiko mata uang untuk melindungi keuntungan mereka dan menegosiasikan kontrak dalam mata uang lokal atau mata uang yang lebih stabil. Diversifikasi pasar ekspor juga dapat membantu mengurangi risiko yang terkait dengan fluktuasi nilai tukar dolar. Langkah-langkah ini bisa membantu mengurangi dampak negatif dari penguatan dolar dan menjaga kestabilan ekonomi serta keuangan perusahaan.
oOo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H