Perang Afghanistan pada Masa Uni Soviet (1979-1989)
Perang Afghanistan yang melibatkan Uni Soviet dimulai pada tahun 1979 ketika Uni Soviet menginvasi Afghanistan untuk mendukung pemerintah komunis yang berkuasa melawan pemberontakan yang semakin meningkat. Mujahidin, kelompok pejuang Afghanistan yang beragam, menentang pemerintahan pro-Soviet dan mendapatkan dukungan besar dari Amerika Serikat, Pakistan, Arab Saudi, dan negara-negara lainnya. Dukungan ini berupa senjata, pelatihan, dan dana, termasuk persediaan rudal anti-pesawat yang sangat efektif. Perang ini menjadi konflik yang brutal dan berkepanjangan, menyebabkan kehancuran besar di Afghanistan dan kerugian signifikan bagi Uni Soviet. Pada akhirnya, tekanan internasional, biaya yang meningkat, dan kerugian besar memaksa Uni Soviet untuk menarik pasukannya pada tahun 1989, meninggalkan Afghanistan dalam keadaan kacau dan tanpa stabilitas politik yang jelas.
Perang Afghanistan dengan Amerika Serikat (2001-sekarang)
Perang Afghanistan dengan keterlibatan Amerika Serikat dimulai pada tahun 2001 setelah serangan teroris gedung WTC 11 September yang ditudukan dilakuka oleh Al-Qaeda, yang beroperasi dari Afghanistan di bawah perlindungan rezim Taliban. Amerika Serikat, bersama koalisi internasional, melancarkan operasi militer untuk menggulingkan Taliban dan menghancurkan jaringan Al-Qaeda. Meskipun Taliban dengan cepat dikalahkan dan pemerintahan sementara didirikan, konflik berkepanjangan karena upaya Taliban untuk merebut kembali kekuasaan dan tantangan dalam membangun negara boneka yang dikatakn pemerintahan yang stabil dan demokratis. Perang ini berlangsung selama dua dekade, menjadi salah satu konflik terpanjang dalam sejarah Amerika Serikat, dengan biaya manusia dan finansial yang sangat tinggi. Pada tahun 2021, Amerika Serikat menarik pasukan terakhirnya, dan Taliban kembali menguasai Afghanistan, menandai akhir dari fase militer AS namun meninggalkan ketidakpastian besar mengenai masa depan negara tersebut.
Perang Timur  TengahÂ
Irak
Konflik di Irak menjadi sangat signifikan dengan keterlibatan Amerika Serikat dan sekutunya sejak invasi tahun 2003 yang menggulingkan rezim Saddam Hussein. Invasi ini didasarkan pada klaim bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal dan hubungan dengan terorisme, meskipun klaim tersebut kemudian terbukti tidak akurat. Kejatuhan Saddam Hussein menciptakan kekosongan kekuasaan dan ketidakstabilan yang memicu kekerasan sektarian antara Sunni, Syiah, dan Kurdi, serta meningkatnya aktivitas kelompok ekstremis. Pendudukan dan intervensi militer oleh Amerika Serikat dan sekutu barat lainnya bertujuan untuk membangun pemerintahan boneka sebagai proksi Amerika, tetapi juga menimbulkan perlawanan keras dan kekacauan yang berlanjut hingga kini, termasuk kemunculan ISIS di Irak.
Suriah
Konflik di Suriah dimulai sebagai protes damai pada tahun 2011 terhadap rezim Presiden Bashar al-Assad, tetapi dengan cepat berubah menjadi perang saudara yang brutal. Amerika Serikat dan beberapa negara barat mendukung kelompok oposisi yang melawan pemerintah Assad, sementara Rusia dan Iran mendukung rezim yang berkuasa. Keterlibatan berbagai kekuatan regional dan internasional memperumit konflik, menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah dan jutaan orang mengungsi. Di tengah kekacauan ini, ISIS muncul sebagai kekuatan yang menakutkan, menguasai wilayah luas di Suriah dan Irak, dan mendeklarasikan kekhalifahan pada tahun 2014, memanfaatkan kekosongan kekuasaan dan ketidakstabilan yang dihasilkan dari perang saudara.
Yaman
Perang di Yaman dimulai pada tahun 2014 ketika kelompok pemberontak Houthi, yang didukung oleh Iran, menguasai ibu kota Sanaa dan menggulingkan pemerintah yang diakui secara internasional. Ini memicu intervensi militer dari koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi, yang didukung oleh Amerika Serikat dan sekutu barat lainnya. Konflik ini dilihat sebagai perang proxy antara Arab Saudi dan Iran, masing-masing mendukung pihak yang berbeda dalam perang saudara Yaman. Intervensi koalisi dan pertempuran terus-menerus telah menyebabkan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia, dengan jutaan orang menderita kelaparan, penyakit, dan kekerasan yang terus berlanjut.