Mohon tunggu...
Benny Dwika Leonanda
Benny Dwika Leonanda Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas Padang

Insinyur STRI No.2.09.17.1.2.00000338 Associate Professor at Andalas University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Gunung Marapi, Jalur Lahar Dingin Gunung Marapi

18 Mei 2024   14:02 Diperbarui: 18 Mei 2024   14:12 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gunung Marapi, Google Earth

Gas-gas beserta abu vulkanik dan material lainnya keluar dari ruang magma dengan kecepatan tinggi, dan membentuk kolom abu, yang biasanya sampai ratusan meter dan bahkan sampai puluhan kilometer. Tingginya kolom abu tersebut sangat tergantung kepada tekanan dan temperature magma di dalam perut gunung. Ketika tekanan tinggi keseluruhan material abu dilempar ke udara, bukan tidak mungkin akhirnya dipuncak gunung akan membentuk ruang kosong atau kaldera, karena kekosongan material yang terbawa oleh letusan gunung berapi keluar kawah.

Ruang-ruang kosong atau kaldera di atas gunung biasanya mempunyai kedalaman beragam, bisa saja hanya puluhan meter, atau ratusan meter, dan kadang bisa mencapai  2 s/d 5 kilometer dan mungkin saja lebih dalam. Biasanya kaldera berisikan dari bebatuan beku dari sisa-sisa letusan, abu vulkanik, dan kadang diisi oleh air, selain oleh batu-batu reruntuhan cincin-cincin gunung berapi yang berada di sekitar kawah gunung. Air di dalam kawah bisa jadi diisi oleh air hujan atau sumber-sumber lain jika kaldera berada lebih rendah dari permukaan tanah lain.

Contoh terbentuknya kaldera dengan isi air adalah danau Toba dan danau Maninjau. Danau-danau tersebut sejatinya  merupakan kaldera gunung berapi yang meletus jutaaan tahun yang lalu berisi air dari sunga-sungai di sekitarnya. Sementara di atas gunung Marapi hal yang sama juga terjadi, terbentuk kaldera seperti hal tersebut, beberapa kawah nya merupakan kaldera yang berisikan oleh air dan lumpur-lumpur abu vulkanik. Sementara air yang terdapat di dalam kaldera gungun Marapi tersebut adalah kumpulan curah hujan yang selalu terjadi di atas gunung.

Oleh karena kandungan air di dalam kawah gunung berapi mengingat dalamnya sangat dalam untuk luas hanya 2000 meter persegi atau dengan diameter 50 meter lebih, dan kedalaman air sekitar 1 km, maka volume air yang tersimpan di atas gunung adalah 2 juta meter kubik (1.9625 m2). Kaldera di atas gunung Marapi terdapat lebih luas dar hal ini dengan kedalaman yang tidak diketahui.

Bisa dibayangkan jika permukaan magma di dalam gunung bergerak dan menekan air yang di atasnya ke permukaan kawah. Gunung berapi segera memutah air dalam jumlah yang banyak, dan akan mengikis habis cincin-cincin vulkanik ke sekitar gunung Marapi. Hal hasil tumpahan air yang sangat besar dari puncak gunung Marapi tersebut akan menjadi air bah (galodo) ke kaki gunung. Peristiwa seperti ini lah yang terjadi pada gunung Merapi. Air dari kaldera di atas gunung Marapi melimpah berbagai posisi ke lereng gungung Marapi. Dua kabupaten Agam dan Tanah Datar yang berada di Barat dan Timur gunung Marapi pada tanggal 4-5 April dan 11 Mei 2024 mendapat air bah limpahan gunung Marapi dalam jumlah besar. Air bah dimulai dengan suara dentuman dan gemuruh dan dalam hitungan menit air turun dalam jumlah yang sangat besar yang menghanyutkan pemukiman penduduk.

Air bah bisa dipastikan oleh pergerakan dasarnya magma gunung Marapi karena kandungan air di dalam kawah yang sangat besar karena  hujan turun deras pada saat itu menambah volume air di dalam kawah, dan peristiwa tersebu hanya terjadi 2 s/d 4 kali dalam 50 tahun terakhir, dan tidak terjadi setiap terjadinya hujan lebat dipuncak gunung, dan tidak terjadi karena pecahnya cicin kawah sehingga air yang terdapat di dalam kawah tumpah. Kejadian yang bisa diprediksi adalah adanya tekanan di dasar kawah yang mendorong volume air dalam jumlah besar kepermukaan dan meruntuhkan cincin kawah, dan membawa material longsoran dan air serta bebatuan, kayu gunung ke kaki gunung.

Aliran lahar dingin atau air bah yang turun ke bawah gunung Merapi selama ini dibiarkan terbentuk secara alami. Jurang-jurang (dikenal dengan nama sarasah) di sekitar lereng gunung menampung air, dan menjadi hulu sungai yang mengalir ke pemukiman penduduk dan area pertanian. Air yang terkandung di dalam sungai dibiarkan hanyut sampai kaki gunung dan masuk ke pemukiman. Selama ini tidak ada penanganan khusus mengenai hal ini. Seharusnya daerah aliran Sungai  (DAS) dikelola dengan baik karena terdapat potensi bahaya yang selalu terjadi berulang dan membahayakan jiwa dan harta penduduk di sekitar gunung.

Aliran Sungai di kaki gunung Marapi harus dibangun sedemikian rupa sehingga mampu menampung dan menerima curahan air bah dari atas gunung dengan kedalaman dan lebar yang cukup sebagai saluran aliran. Di samping itu diperlukan tempat pelimpahan air jika sungat tidak mampu menerima jumlah air yang sangat banyak. Sehingga ada dibeberapa tempat di pinggiri Sungai dibuat dataran yang lebih rendah dan menerima limpahan air bah untuk dialirkan ketempat-tempat tertentu atau ditampung ditempat tertentu.

Tempat-tempat limpahan air bisa saja berupa jalan raya, atau daerah pertanian jika tidak ada daerah kosong. Hal yang utama yang diperlukan adalah menghindari air bah menggerus atau mengalir ke daerah pemukiman yang mana terdapat perumahan penduduk dan air bah akan menghanyutkan seluruh bangunan pemukiman penduduk seperti yang telah terjadi selama ini. Jika air bah terjadi pada malam hari dan penduduk sedang beristirahat dan tidur dirumahnya tidak punya waktu untuk menyelamatkan diri mereka.

oOo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun