Mohon tunggu...
Benny Dwika Leonanda
Benny Dwika Leonanda Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas Padang

Insinyur STRI No.2.09.17.1.2.00000338 Associate Professor at Andalas University

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Program Studi Profesi Insinyur Membuka Peluang bagi Sarjana Farmasi untuk Menjadi Insinyur

14 September 2019   09:11 Diperbarui: 14 September 2019   09:25 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[Ilustrasi] Industri Farmasi, ispe.org

Selama ini orang berpikir bahwa Sarjana Farmasi berprofesi sebagai Apoteker yang bekerja di Apotik, atau di Rumah Sakit. Saat sekarang dengan adanya PP No. 25 tahun 2019 tentang  Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran  lulusan Program Studi Farmasi dapat memperoleh gelar Insinyurm dan bekerja di pabrik Obat dan hal-hal yang berkaitan dengan Obat. Dengan demikian setiap Sarjana Farmasi mempunyai dua pilihan menjadi seorang Apoteker atau menjadi seorang Insinyur.

Farmasi merupakan aktifitas profesi kesehatan yang merupakan kombinasi ilmu kesehatan dan ilmu kimia dan bahkan biologi yang tidak lepas  dari aktifitas  Industri Farmasi.  Ketika bidang ilmu farmasi memasuki ranah industri, maka dengan sendirinya menjadi bagian dari pada Keinsinyuran. 

Keinsinyuran  di dalam industri farmasi merupakan kegiatan produksi, pengolahan, dan distribusi.  Industri farmasi juga merupakan bagian dari pendidikan, pelatihan, penelitian pengembangan, pengkajian, dan komersialisasi di bidang obat-obatan.

Dengan dimasukannya bidang ilmu farmasi ke dalam cakupan bidang keinsinyuran telah  membuka cakrawala baru  di dalam pengembangan industri farmasi di Indonesia. Sehingga membuat industri farmasi akan lebih maju, lebih kompetitif dan mempunyai masa depan lebih baik pada masa akan datang.

Selama ini di Indonesia jurusan farmasi di berbagai Universitas dan perguruan tinggi dinyatakan sebagai Jurusan Farmasi saja. Tidak ada penambahan kata 'teknik' di depannya. Pada PP no 25 tahun 2019 sebutan kata Farmasi ditambahkan dengan kata 'teknik' menjadi  'Teknik Farmasi'. 

Dengan demikian maka setiap kegiatan farmasi yang berkaitan dengan  produksi obat, dan bahan obat dapat yang dikaitkan farmasi yang merupakan disiplin  keinsinyuran. 

Dengan sendirinya setiap Sarjana Farmasi dapat mengikuti pendidikan Program Profesi Insinyur yang diselenggarakan oleh Program Studi Program Profesi Insinyur,PS PPI. Dengan ikutnya  Sarjana Farmasi di dalam pendidikan Program Profesi Insinyur di PS PPI , maka Sarjana Farmasi bisa dapat memperoleh gelar Insinyur, dan memakai gelar keinsinyuran, Ir. di dalam sebuatan atau ditulis depan penulisan namanya di dalam sebuah dokumen. 

Hal ini tentu saja membuat setiap Sarjana Farmasi mempunyai pilihan profesi lain selain profesi Apoteker yang telah berlangsung selama ini. PS PPI membuka peluang ke arah itu. Seorang Sarjana Farmasi dapat menjadi seorang Insinyur. 

Tentu saja hal ini mereka mempunyai lapangan pekerjaan baru  di pabrik obat, bahan obat, dan  hal-hal yang berkaitan dengan itu, atau memperkuat dari sistem yang telah ada di Industri Farmasi

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2019 menyatakan bahwa Teknik Farmasi merupakan cakupan disiplin keinsinyuran yang berada di dalam kelompok Teknik  Industri. Sementara Teknik Farmasi merupakan bagian dari kurikulum program Studi Farmasi. 

Mereka dididik dan dilatih untuk memproduksi obat, melakukan riset mulai dari riset, pengembangan, penyedian bahan obat, produksi, sampai dengan distribusi yang memenuhi Capaian Pembelajaran Lulusan PS PPI.

Peran PS PPI di dalam pengembangan Industri Farmasi adalah memberikan kompetensi tambahan kepada seseorang yang berkerja  dan akan bekerja di Industri Farmasi. Kompetensi tambahan tersebut berupa kompetensi  keprofesian, Profesi Insinyur. Kurikulum PS PPI tidak memperluas atau memperdalam kompetensi sarjana Farmasi. 

Di dalam jenjang pendidikan Profesi Insinyur perluasan, dan memperdalam kompetensi Sarjana Farmasi dilakukan pada tahap selanjutnya setelah seseorang menyelesaikan pendidikan Program Profesi Insinyur. 

Pada jenjang ini setiap Insinyur harus dilakukan Sertifikasi dengan kualifikasi Kompetensi Insinyur Profesional di bidang Ilmu Farmasi. Kompetensi Insinyur Profesional ini terbagi dengan atas tiga tingkatan Insinyur Profesional Pratama, Madya, dan Utama, dan dikelompokan ke dalam setara dengan  jenjang 7,8, dan 9 di dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, KKNI.

Kualifikaasi Insinyur Profesional tidak dapat diselenggarakan pada pendidikan tinggi seperti halnya PS PPI , akan tertapi berlangsung di dunia kerja. Setiap Insinyur harus melakukan pembelajaran mandiri sepenuhinya, mengembangkan kemampuan dan keterampilan sesuai dengan profesinya. 

Pengalaman bekerja akan memberikan efek pembelajaran yang memberikan penambahan kompetensi keinsinyuran bagi Sarjana Farmasi sebagai seorang Insinyur Profesional.  

Menurut Undang-undang yang berlaku di Republik Indonesia kompetensi profesional seseorang harus diuji oleh Lembaga Sertifikasi Profesi, LSP, Sehingga setiap orang yang memenuhi kualifikasi mendapatkan Sertifikat Insinyur Profesional.

Sebagai seorang Insinyur , seorang Sarjana Farmasi  tentu saja terlibat langsung  di dalam aktifitas produksi obat dan bahan obat. Hal tersebut merupakan bagian terpenting di dalam pekerjaan keinsinyuran, di mana seorang Insinyur bertanggung jawab secara hukum terhadap setiap aktifitas produksi. 

Seorang Insinyur memberikan jaminan setiap produksi obat, dan sampai pada akhir penggunaan produksi dalam waktu yang panjang. Tanggungjawab tersebut dapat berlangsung 10 sampai dengan 20 tahun setelah obat-obat tersebut dikonsumsi oleh seseorang, atau sampai di mana batas waktu, setiap obat dikonsumsi dapat ditelusuri atau dibuktikan penyebab sebagai kegagalan produksi industri farmasi.

Pertanggung jawaban seorang Insinyur merupakan sebuah kewenangan yang diperoleh dari UU No. 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran. Kewenangan tersebut tidak dapat dilakukan atau dimiliki orang lain yang bukan seorang Insinyur. 

Ketika kewenangan yang dilakukan oleh pihak lain, akan berkibat sanksi kurungan badan dan denda kepada yang bersangkutan.  Hal ini tentu saja memberikan langkah maju di dalam produksi obat dan bahan obat pada masa akan datang. Setiap produksi obat akan lebih terjamin. Jaminan tersebut akan berdampak kepada jaminan finasial bagi badan usaha yang bergerak di dalam Industri Farmasi. 

Di sisi lain dengan adanya keterlibatan Insinyur di dalam produksi obat akan meminimal resiko bagi badan usaha, dan pemakai obat karena setiap hasil produksi obat diambil alih oleh Insinyur itu sendiri.

Berkaitan dengan jaminan, setiap produksi obat dan bahan obat  yang dikomsumsi setiap orang akan menjamin keselamatan, kesehatan, dan keselamatan pengguna obat. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dan tuntutan UU no. 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran. 

Bahwa setiap pekerjaan kesinsnyuran harus mampu memberikan kemaslahatan manusia. Mendatangkan kegunaan, manfat, kebaikan, dan menghargai hak orang lain. Sesuai dengan norma-norma yang menjadi dasar kode etik seorang Insinyur.

Dengan sendirinya setiap Sarjana Farmasi yang bekerja di Industri Farmasi tentu saja membutuhkan gelar Insinyur. Karena hal tersebut tuntutan UU yang berlaku di negara Republik Indonesia, memenuhi aspek legal dan formal, dapat dipertanggungjawabkan secara hukum yang berlaku di negara ini. UU No. 11 tahun 2014 tidak memberikan pilihan lain di dalam industri farmasi, atau industri lain di Indoensia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun