Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sungguhkah Hidup Keagamaan Cerminkan Spiritualitas-Nya?

11 Maret 2022   11:30 Diperbarui: 11 Maret 2022   11:39 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berdasarkan sudut pandang semangat dasar-Nya, sikap amarah, perilaku mengkafir-kafirkan liyan, tindakan jahil nyinyir pada hakekatnya mematikan, membunuh liyan. Jadi bertentangan dengan roh dasar Taurat. Bobot kejahatan sikap amarah dkk ini sekualitas dengan kejahatan membunuh. Sehingga kualitas hukumannya sebanding dengan hukuman membunuh.

 Selanjutnya Yesus mengatakan "Jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu"

Siapapun yang menghadap Allah di tempat ibadah, mesti harus sungguh beres relasinya dengan liyan. Berelasi  baik, bersahabat, berdamai, harmonis dengan sesama adalah syarat utama menghadap-Nya. Maka beresi, perbaiki, pulihkan terlebih dahulu relasi dengan sesama, barulah pantas dan layak berelasi dengan Allah. Sikap dasar bermusuhan, tidak bersaudara dengan sesama sesungguhnya memutus relasi dengan Allah, mencerminkan keterpisahannya  dari Allah. Neraka.

Karena itu yang timpang, disharmoni relasi dengan sesama saat menghadap Allah, Yesus perintahkan, "segeralah berdamai dengan lawanmu selama bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas."

Memasuki tempat ibadah, beribadah dengan suasana hati jahat bermusuhan  bertolak belakang seratus delapan puluh derajat dengan eksistensi Allah.  Hakekat Allah Sang Kasih, Sang Kebaikan tidak dapat didekati dengan hati benci ternoda permusuhan dengan liyan. Apalagi menghadap Allah, sembari mengobarkan permusuhan, kebencian, anti persaudaraan adalah amat sangat salah. Amat sangat sesat dan jahat banget. Surga tidak dapat disatukan dengan neraka.

Injil hari ini, mewartakan ajakan Yesus untuk kembali ke khitah,  ke cita-cita asali Allah, spiritualitas dasar hidup keagamaan. Yaitu menyatukan dengan Allah, menyelamatkan, menghidupkan, memanusiakan, memerdekakan dan mendamai sejahterakan.

Tersiratkah spiritualitas itu dalam sepenggal doa di atas? Sungguhkah hidup keagamaan cerminkan spiritualitas-Nya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun