Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sungguhkah Hidup Keagamaan Cerminkan Spiritualitas-Nya?

11 Maret 2022   11:30 Diperbarui: 11 Maret 2022   11:39 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bacaan  Jumat 11  Maret 2022

Mat 5:20 Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. 21 Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. 22 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. 23 Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, 24 tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. 25 Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. 26 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.

Renungan

"Jangan, jangan Engkau tinggalkan kami. Dan menangkan kami. Karena jika Engkau tidak menangkan.  Kami khawatir ya Allah. Kami khawatir ya Allah. Tak ada lagi yang menyembah-Mu" (Neno Warisman). Benarkah jika kalah, tiada lagi yang menyembah Allah? Semangat dasar apakah yang tersirat di dalam sepenggal doanya?

Bacaan Injil hari ini menarasikan bagaimana Yesus, sebagai Musa baru memandang Taurat. Kedatangan Yesus bukanlah untuk meniadakan hukum Taurat dan para nabi. Melainkan untuk menggenapinya. Untuk menjadikan Taurat utuh lengkap paripurna dan  sempurna sepenuhnya. Dalam diri-Nya, janji-janji dan nubuat Perjanjian Lama terealisir. Taurat tergenapi.

Meski kehidupan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi begitu taat kuat  fanatik pada Taurat, bagi Yesus Musa baru tidaklah mencukupi. Yesus menuntut lebih dari itu. "Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga." Yesus menempatkan radikalitas dalam memenuhi semangat dasar Taurat lebih utama,  dari pada formalitas hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Spiritualitas yang tidak lekat, mandheg pada kulit  legalitas seremonial ritual bungkus lahiriah laku beragama belaka.

Sebenarnya sudah sejak awal tampilnya Yohanes Pembabtis di padang gurun, praktik keagamaan orang Farisi dan orang Saduki mendapat teguran. Waktu itu Yohanes melihat  banyak orang Farisi dan orang Saduki datang untuk dibabtis, berkatalah ia "Hai kamu keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat  melarikan diri dari murka yang akan datang? Janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini! " (Mat 3 :7.9). Mereka mengklaim diri sebagai anak-anak Abraham. Ada kesombongan rohani luar biasa. Merasa tidak perlu pertobatan..

Bahkan menjelang akhir tampil-Nya,  Yesus lebih keras lagi menegur praktik hidup keagamaan mereka. "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka" (Mat 23).

Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang memandang diri memiliki otoritas dan legalitas dalam menduduki kursi Musa, nyatanya nihil dan tidak menghidupi semangat dasar Taurat. "Mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi."  

Kehidupan keagamaan mereka tidak benar, tidak pantas dan tidak lagi layak untuk diikuti. Yesus menjadikan mereka sebagai model negatif dalam mengikuti hukum Taurat dan para nabi. Mereka gagal tampil sebagai Musa baru, mengembalikan semangat dasar Taurat.

Justru Yesus lebih memiliki otoritas kursi Musa dari pada para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Dengan penuh wibawa dan integritas tinggi,Yesus "back to basic". "Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun