Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Memeluk, Memberkati Persona non Grata!

26 Februari 2022   08:05 Diperbarui: 26 Februari 2022   08:13 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bacaan  Sabtu 26 Februari 2022

Mrk 10:13 Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. 14 Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. 15 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." 16 Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.

Renungan

"Ngrusuhi",  "ngrepoti", "ngganggu", "ngusir". Kata-kata bahasa jawa ini dapat  menggambarkan sekilas potret pandangan, sikap, perilaku, tindakan orang-orang tua terhadap kehadiran anak kecil. Anak-anak kecil dipandang belum dapat berbuat apa-apa, belum mampu menyumbangkan jasa bagi kehidupan. Kehadiran anak-anak melibatkan diri saat ibu  meracik bumbu masak sayur mayur misalnya dipandang menghambat kelancaran memasaknya. Anak-anak ini bisa bikin "rusuh", tidak teratur, kacau dan berserakan bahan sayur mayurnya. Bikin repot, berantakan sehingga nanti justru menambah beban pekerjaan untuk mengatur, menata, membersihkan, membereskan kembali dampak "kerusuhanya".  Keberadaan mereka dirasa mengganggu pekerjaan ibu. Maka demi kelancaran, kesuksesan, kebersihan, keteraturan, keindahan, saat melakukan suatu kegiatan, ibu "mengusirnya". Anak-anak kecil dihalang-halangi, dihambat, dijauhkan dari kehidupan sesungguhnya.

Bacaan Injil hari ini menarasikan semacam potret suasana batin itu dalam diri para murid-Nya. Bagi murid-murid-Nya anak-anak kecil dan orang-orang yang membawanya, kaum ibu, perempuan bagai persona non grata, pribadi yang tidak disuka. Maka ketika didapati orang-orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka, murid-murid-Nya memarahi mereka.

Dalam tradisi Yahudi, anak-anak kecil dan perempuan tidak dianggap penting. Mereka tidak diperhitungkan. Murid-murid-Nya menghidupi tradisi zamannya. Namun rupanya Yesus bersikap lain.   Ketika Yesus melihat tindakan murid-murid-Nya itu, marahlah, "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah."

Yesus menegaskan  bahwa pemilik Kerajaan Allah adalah orang-orang seperti anak-anak kecil itu. Yang empunya Kerajaan Allah adalah orang-orang yang dipandang kecil, diabaikan dan tidak diperhitungkan. Dengan pernyataan-Nya itu, Yesus membuka mata, wawasan pikiran murid-murid-Nya yang berulang kali tidak mengerti itu.

Para murid-Nya mesti belajar bersikap bersahabat terhadap anak kecil, melebihi dan melampaui sikap yang dituntut adat istiadatnya. "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." Sikap terhadap anak-anak kecil itu ikut menentukan "nasib" keabadian murid-murid-Nya.

Murid-murid-Nya yang menerima dan menyambut Yesus Sang Kerajaan Allah, mestinya menjamah, merangkul, menerima dan menyambut mereka yang seperti anak-anak kecil itu. Mereka yang diabaikan, yang dipandang bikin rusuh repot gangguan, mereka yang disingkirkan, diusir dan dikucilkan. Mereka kaum paria, hamba sahaya, kecil, lemah, miskin dan difabel.  

Murid-murid-Nya mesti mengerti. Di hadapan Allah, siapapun manusia sejatinya seperti anak kecil, rapuh, ringkih, lemah, tak berdaya, tak berhak memonopoli Kerajaan-Nya sebagai milik sendiri atau kelompoknya. Belajar untuk mampu melihat bahwa Allah seperti Yesus, berkenan memeluk anak-anak kecil itu, meletakkan tangan-Nya atas mereka dan memberkati.  

Lewat narasi Injil hari ini orang beriman mengajak siapapun untuk belajar mendewasakan diri. Menjadi pribadi sejati yang sanggup mengulurkan tangan, memeluk dan menyambut mereka yang menurut adat, kebiasaan, agama kepercayaan, boleh jadi sebagai orang-orang di"persona non grata"kan, pribadi-pribadi pendosa, kotor, hina, haram, kafir, yang tidak disuka. Sebab Kerajaan Allah dianugerahkan untuk juga mereka.

Maukah belajar memeluk dan memberkati persona non grata?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun