Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kasihan, Berorasi Anti Korupsi Tersandung Korupsi!

13 Oktober 2021   12:52 Diperbarui: 13 Oktober 2021   13:00 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bacaan  Rabu, 13  Oktober 2021

Luk 11:42 Tetapi celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu membayar persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran, tetapi kamu mengabaikan keadilan dan kasih Allah. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. 43 Celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan suka menerima penghormatan di pasar. 44 Celakalah kamu, sebab kamu sama seperti kubur yang tidak memakai tanda; orang-orang yang berjalan di atasnya, tidak mengetahuinya." 45 Seorang dari antara ahli-ahli Taurat itu menjawab dan berkata kepada-Nya: "Guru, dengan berkata demikian, Engkau menghina kami juga." 46 Tetapi Ia menjawab: "Celakalah kamu juga, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang, tetapi kamu sendiri tidak menyentuh beban itu dengan satu jaripun".

Renungan

Tayangan iklan  "Katakan tidak pada korupsi!", pada Pemilu 2009 lalu, identik dengan sebuah partai yang menabuh genderang perang melawan korupsi.  Kalimat itu, begitu tenar, familiar di telinga banyak orang. Namun beberapa tahun kemudian, iklan itu berubah jadi bumerang. Satu persatu,  kader partai yang menjadi bintang iklan itu, tersandung korupsi. Kini mereka di bui.

Betapa bodoh, orang pintar  yang berpikiran bahwa dengan mengiklankan atau pasang spanduk anti korupsi berarti dirinya bersih, tidak korupsi. Kasihan deh orang bergelar koq "cethek" dangkal dalam bernalar.

Bacaan Injil hari ini menarasikan teguran Yesus secara umum terhadap para penentangnya, orang-orang Farisi dan ahli Taurat. Yesus menegur mereka sebagai orang-orang bodoh. Mereka begitu pintar, begitu peduli  hal-hal remeh, ringan, kulit bungkus, lahiriah, asesori, namun abai terhadap hal-hal penting, hakiki dalam hukum Taurat. Hal-hal yang berkaitan dengan sarana peribadatan, utamanya yang terkait dengan kesejahteraan para imam, mereka penuhi dengan tepat. 

Mereka membayar persepuluhan dari selasih, inggu dan segala  jenis sayura, agar tidak  mengecewakan para imam. Dengan begitu sebenarnya ada pamrih  memperoleh nama baik, biar dikenal sebagai pelaksana hukum Taurat yang ketat, pada saatnya gampang mendapat dukungan para imam bagi kepentingan pribadi. Mereka imam-imam dan orang-orang Farisi sedang berkongkalingkong memperkuat kedudukan satu sama lain.

Yesus  tidak menyalahkan membayar persepuluhan dengan sedemikian tepatnya. Yesus mengoreksi pikiran mereka yang menganggap bahwa cukuplah sudah dengan berbuat demikian. 

Sementara kewajiban-kewajiban yang lebih mendasar, keadilan dan kasih Allah mereka abaikan. Mereka lebih peduli dengan upacara keagamaan dan pujian. "Kamu suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan suka menerima penghormatan di pasar". Mereka munafik, menutupi kekejian hati dengan segala macam kepura-puraan. Mereka hidup dalam kepalsuan  "Kamu sama seperti kubur yang tidak memakai tanda; orang-orang yang berjalan di atasnya, tidak mengetahuinya."

Mereka itu seperti kubur, najis, menajiskan.  

Sebagaimana kuburan, yang di dalamnya terdapat bangkai, kebusukan, demikian halnya mereka. Hidup penuh kekejian, ketamakan, iri hati, dan kejahatan, namun mereka begitu pandai menyembunyikannya. Mereka mempertontonkan diri sebagai suka beribadah, memiliki kesalehan ritual. Kejahatan mereka  begitu banyak meski tidak tampak. Penampilan dana tata katanya penuh pencitraan, mengelabui  orang banyak. Tanpa sikap kritis selektif,  orang banyak mengikuti membabi buta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun