Bacaan  Rabu, 13  Oktober 2021
Luk 11:42 Tetapi celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu membayar persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran, tetapi kamu mengabaikan keadilan dan kasih Allah. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. 43 Celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan suka menerima penghormatan di pasar. 44 Celakalah kamu, sebab kamu sama seperti kubur yang tidak memakai tanda; orang-orang yang berjalan di atasnya, tidak mengetahuinya." 45 Seorang dari antara ahli-ahli Taurat itu menjawab dan berkata kepada-Nya: "Guru, dengan berkata demikian, Engkau menghina kami juga." 46 Tetapi Ia menjawab: "Celakalah kamu juga, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang, tetapi kamu sendiri tidak menyentuh beban itu dengan satu jaripun".
Renungan
Tayangan iklan  "Katakan tidak pada korupsi!", pada Pemilu 2009 lalu, identik dengan sebuah partai yang menabuh genderang perang melawan korupsi.  Kalimat itu, begitu tenar, familiar di telinga banyak orang. Namun beberapa tahun kemudian, iklan itu berubah jadi bumerang. Satu persatu,  kader partai yang menjadi bintang iklan itu, tersandung korupsi. Kini mereka di bui.
Betapa bodoh, orang pintar  yang berpikiran bahwa dengan mengiklankan atau pasang spanduk anti korupsi berarti dirinya bersih, tidak korupsi. Kasihan deh orang bergelar koq "cethek" dangkal dalam bernalar.
Bacaan Injil hari ini menarasikan teguran Yesus secara umum terhadap para penentangnya, orang-orang Farisi dan ahli Taurat. Yesus menegur mereka sebagai orang-orang bodoh. Mereka begitu pintar, begitu peduli  hal-hal remeh, ringan, kulit bungkus, lahiriah, asesori, namun abai terhadap hal-hal penting, hakiki dalam hukum Taurat. Hal-hal yang berkaitan dengan sarana peribadatan, utamanya yang terkait dengan kesejahteraan para imam, mereka penuhi dengan tepat.Â
Mereka membayar persepuluhan dari selasih, inggu dan segala  jenis sayura, agar tidak  mengecewakan para imam. Dengan begitu sebenarnya ada pamrih  memperoleh nama baik, biar dikenal sebagai pelaksana hukum Taurat yang ketat, pada saatnya gampang mendapat dukungan para imam bagi kepentingan pribadi. Mereka imam-imam dan orang-orang Farisi sedang berkongkalingkong memperkuat kedudukan satu sama lain.
Yesus  tidak menyalahkan membayar persepuluhan dengan sedemikian tepatnya. Yesus mengoreksi pikiran mereka yang menganggap bahwa cukuplah sudah dengan berbuat demikian.Â
Sementara kewajiban-kewajiban yang lebih mendasar, keadilan dan kasih Allah mereka abaikan. Mereka lebih peduli dengan upacara keagamaan dan pujian. "Kamu suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan suka menerima penghormatan di pasar". Mereka munafik, menutupi kekejian hati dengan segala macam kepura-puraan. Mereka hidup dalam kepalsuan  "Kamu sama seperti kubur yang tidak memakai tanda; orang-orang yang berjalan di atasnya, tidak mengetahuinya."
Mereka itu seperti kubur, najis, menajiskan. Â
Sebagaimana kuburan, yang di dalamnya terdapat bangkai, kebusukan, demikian halnya mereka. Hidup penuh kekejian, ketamakan, iri hati, dan kejahatan, namun mereka begitu pandai menyembunyikannya. Mereka mempertontonkan diri sebagai suka beribadah, memiliki kesalehan ritual. Kejahatan mereka  begitu banyak meski tidak tampak. Penampilan dana tata katanya penuh pencitraan, mengelabui  orang banyak. Tanpa sikap kritis selektif,  orang banyak mengikuti membabi buta.Â
Orang banyak ikut tercemar, tertular kebusukan dan kebejatan moral mereka. Orang banyak mereka gunakan sebagai bumper, sumber daya manusia yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk kepentingan pribadinya.  Virus kemunafikan mereka perlahan tapi pasti, bergerilya diam-diam meresap dan diserap tanpa terasa. Orang banyak yang tertular tidak pernah sadar bahwa keadaan mereka  jauh lebih buruk,  najis dan menajiskan. Â
Ahli Taurat, yang pekerjaannya menguraikan hukum Taurat menurut tradisi nenek moyang, terkena sentilan-Nya. "Guru, dengan berkata demikian, Engkau menghina kami juga" Â Orang jahat yang tidak memiliki sikap tahu diri dan rendah hati, gampang tersinggung, Â menganggap teguran sebagai hinaan. Mestinya teguran digunakan untuk mengurungkan niat jahatnya. Kasihan! Bodohlah orang yang ingin terus melekat dengan kejahatan, yang tidak mau berpisah dengan kemaksiatan. Gampang "muntab", menjadi marah tersinggung terhina oleh teguran kasih-Nya, seolah-olah itu dimaksudkan sebagai celaan.
Ahli-ahli Taurat memuji diri, merasa bergengsi tingi di kalangan orang banyak,. Mereka dianggap mulia sebab mempelajari pustaka suci, tahu seluk-beluknya untuk mengajarkannya. Yesus juga mengoreksinya, "Celakalah kamu juga, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang, tetapi kamu sendiri tidak menyentuh beban itu dengan satu jaripun".
Ahli-ahli Taurat ditegur karena membuat tambahan kegiatan-kegiatan ibadah  yang lebih membebani bagi liyan, yang dalam kenyataan, mereka sendiri enggan  menyentuhnya.Tambahan kegiatan peribadahan dimaksudkan untuk memperlihatkan wewenangnya dan mendapatkan penghormatan. Tambahan kegiatan yang tidak seperti dimaksudkan Allah, yang tidak pernah diperintahkan-Nya.
Model orang Farisi dan ahli Taurat seperti itu adalah model orang yang perlu dikasihani. Mereka sebenarnya pandai namun koq memiliki pemikiran bahwa kejahatan dapat ditutupi dengan hal-hal lahiriah; bahwa duduk di tempat terdepan merupakan tanda orang terhormat; bahwa tanda  kekuasaan adalah mampu membuat aturan tambahan peribadatan untuk liyan, tanpa  mau ikut melaksanakannya; bahwa dengan mengatakan "TIDAK!" pada korupsi, berarti tidak korupsi. Kasihanlah mereka yang pintar namun berpikiran tumpul, sempit, dangkal dan dungu! Kasihan deh orang pintar yang  memiliki pemikiran seperti itu! Kasihan deh kamu! Celakalah kamu!
Apakah diri ini jadi orang Farisi dan ahli Taurat masa kini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H