Bacaan Selasa 27 Juli 2021
Mat 13:36 Maka Yesuspun meninggalkan orang banyak itu, lalu pulang. Murid-murid-Nya datang dan berkata kepada-Nya: "Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang lalang di ladang itu." 37 Ia menjawab, kata-Nya: "Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia; 38 ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan dan lalang anak-anak si jahat. 39 Musuh yang menaburkan benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman dan para penuai itu malaikat. 40 Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman. 41 Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya. 42 Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi. 43 Pada waktu itulah orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!"
Renungan
"Bendarane nyekeli tali, bature nuntun sapi!" Begtiulah nasehat seorang ibu kepada anaknya  yang telah sekian lama membuka usaha warungan, tapi nasibnya kok tidak beranjak, tidak nampak mengalami perubahan. Sementara nasib pekerja yang membantunya terlihat sekali perubahannya. Yang kasat mata, dua kendaraan bermotor baru dimilikinya. Sang anak diminta sungguh mengecek kejujuran orang kepercayaannya. Memang sudah cukup lama nasehat itu didengar sang anak, tapi belum pernah dilakukannya.Â
Suatu hari pekerjanya pamit karena ada keperluan keluarga. Sang anak kini menangani sendiri. Nah barulah matanya terbuka. Selama si pekerja itu pamit, hasil warungannya meningkat tiga kali lipat. Ternyata  selama ini pekerjanya memainkan anggaran sehingga selalu mendapat "kelebihan bayar", "slinthat-slinthut, sluman-slumun slamet".Â
Sehingga sehari sebelum  pekerjanya itu kembali masuk, vonis PHK dijatuhkan. Nasehat ibunya terbukti benar.  Dia "mung nyekeli tali", hanya mendapat seutas tali, sedangkan pekerjanya "nuntun sapi", memiliki sapi.
Pengalaman kecil itu dapat digunakan untuk merenungkan bacaan Injil hari ini. Kepada orang banyak Yesus membicarakan hal Kerajaan Sorga dengan perumpamaan. Para murid kadang  tidak jelas menangkap apa yang dimaksudkan-Nya. Maka mereka meminta penjelasan Yesus terkait perumpamaan lalang di antara gandum. Dan Yesus menjelaskannya.
Dari penjelasan Yesus, ditegaskan akan adanya saat pemisahan definitif nasib antara orang yang pro gerakan Yesus dan kontra gerakan-Nya. Mereka yang pro gerakan Yesus, berada dipihak Anak Manusia, berjati diri sebagai gandum, benih yang baik, anak-anak Kerajaan, orang benar. Mereka ini pada akhir zaman bercahaya seperti matahari.
Sedangkan yang kontra gerakan Yesus, mengambil posisi sebagai musuh-Nya, pendukung si iblis dengan  identitas lalang,  anak-anak si jahat, pelaku kejahatan dan penyesatan dari dalam Kerajaan-Nya. Pada akhir zaman mereka akan dikumpulkan dan dibakar dalam api.
Kebenaran nasehat "bendarane nyekeli tali, bature nuntun sapi" tentu bukan karena kebodohan sang bendara. Nasib akhir si bendara bukan "nyekeli tali", cuma mendapat seutas tali. Tetapisi bendara tetap sebagai bendara, berkuasa memvonis dan mengeksekusi. Aksi "slinthat slinthut sluman slumun slamet" Â si batur membuatnya "nuntun sapi", punya sapi.Â
Nampaknya nasib si batur ini moncer, berkiluan, namun akhirnya si batur, si pekerja yang jahat dan sesat. Ini, di hadapan si bendara, tak berdaya. Tragis , PHK sang bendara menjadi akhir zamannya.
Perilaku si batur itu sejatinya merupakan potret perilaku mereka yang pro terhadap gerakan iblis laknat. Lihatlah dunia medsos, gerakan pro iblis ini bagai tsunami memporak porandakan bangunan etis informasi dan komunikasi. Informasi yang benar, berharga bagai mutiara, tenggelam tak terdengar di tengah  melimpah ruahnya jutaan informasi sampah, sesat dan jahat. Â
Namun "becik ketitik, ala ketara". Cepat atau lambat, pada akhirnya orang benar, tetap dan pasti keluar sebagai pemenang. Sedangkan orang jahat dan sesat, sekalipun nampak perkasa, jaya pada awalnya, namun pada akhirnya pasti tragis nasib hidupnya.
Di dunia pertanian, gandum tetaplah gandum, lalang tetaplah lalang. Tak mungkin gandum menghasilkan lalang, atau lalang menghasilkan gandum. Namun dinamika dalam dunia manusia berbeda. Manusia yang bertipe gandum, jika tidak berhati-hati akhirnya berubah menjadi lalang. Tidak sedikit pemuka agama yang akhirnya jadi preman. Demikian pula manusia bertipe lalang. Karena mengalami pertobatan mereka berubah jadi gandum. Banyak preman-preman yang bertobat, hidup lebih religius, kudus, dan menjadi ahli waris surga. Â
Tak selamanya mendung itu kelabu. Tak selamanya malam itu gelap gulita. Hidup itu kompleks dan terus berproses. Â Perubahan dan pertobatan merupakan bianglala dinamika kehidupan Maka selama masih hidup di dunia mesti bijaksana, sabar, tidak "grusa-grusu". Jangan arogan berlaku sebagai tuhan, memvonis kafir, najis, jahat, sesat, laknat, haram, halal darahnya terhadap liyan yang beda.
Apa yang dapat dipetik dari permenungan ini? Bagaimana kehidupan diri? Pro gerakan Yesus atau pro gerakan iblis? Gampang dan sukakah, berdasar kaca mata diri berlaku sebagai tuhan, menjatuhkan vonis kepada liyan? Bagaimana jika pada saat kematian menyaksikan nasib  si kafir, si pelacur, si LGBT yang Anda vonis dan eksekusi karena halal darahnya, justru berada di pangkuan Abraham, sementara Anda meratapi diri, tercampakkan dalam dapur api,  penuh kebencian dan kertakan gigi?
Yang tidak meng-ALLAH-kan diri, hidup benar sebagai manusia benar dengan Allah benar yang esa, kuasa dan kasih-Nya tanpa batas. Hidup penuh syukur,  sukacita,  semangat, jadi berkat, pada saat untung dan malang, suka dan duka, sehat maupun sakit.  Ini  misteri. Mengalahkan diri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H