Sekitar jam 3 sore semua akhirnya memasuki tempat loket wisata Curug Malela. Dalam kelelahan yang bahagia. Sebagian turun menuju Curug Malela tetapi hanya terhenti di platform pertama. Di sini memang pemandangan ke Curug Malela tampak asyik dan indah, tetapi masih jauh. Curug masih terlihat kecil. Hanya mas Bambang dan Edison (?) yang sempat turun pertama ke dasar curug. Saya, Asep dan Dian menyusul. Terakhir adalah Rahmat.
Curug Malela dikenal sebagai Niagara Kecil. Air Sungai Ci Dadap yang jatuh lebar yang menjadikan Malela disebut Niagara Kecil. Saat ini, di cuaca yang hujan deras tiap hari, debit airnya luar biasa besar. Semua lebar sungai dipenuhi air terjun. Jenis air terjun seperti ini digolongkan sebagai
cataract, mungkin karena seperti tabir
. Arusnya deras sehingga berbahaya untuk turun ke tepi sungai yang curam.
Curug Malela jatuh pada lapisan batupasir bersumber gunung api purba yang keras dari Formasi Saguling berumur Miosen Akhir (kira-kira 10 – 5 juta tahun). Lapisan ini terkorelasi dengan baik ke arah barat di Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, yang kebetulan adalah tempat saya melakukan pemetaan geologi tugas akhir S1 di Geologi ITB di tahun 1987-1988.
Pukul 5 sore semua kembali ke Bandung. Membayangkan kembali melewati jalan macadam jahanam saja sudah membuat semangat menciut, tapi apa boleh buat. Akhirnya, mereka yang tadinya dengan gagah mau
niteride, ujung-ujungnya memilih
 loading heheheh…. Mobil
pick-up yang hanya dua menjadi penuh dan gowesernya berdesak-desakan di bak dan mobil lain. Hanya para
marshall yang heroik saja yang meneruskan
niteride:Â Usman, Cian, Betha, Bayu, Dian, dan Indra (siapa lagi ya?)
. Bravo!
Dan… semua tiba di rumah masing-masing di Bandung lewat tengah malam. Kacida.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya