Mohon tunggu...
Budi Brahmantyo
Budi Brahmantyo Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Aktivis geotrek; koordinator KRCB (Kelompok Riset Cekungan Bandung)'penulis buku "Geologi Cekungan Bandung" (Penerbit ITB, 2005), "Wisata Bumi Cekungan Bandung" (Trudee, 2009) dan "Geowisata Bali Nusa Tenggara" (Badan Geologi, 2014), dan "Sketsa Geologi" (Penerbit ITB, 2016)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Penampakan Dewata di Puncak Batur*

10 Juli 2015   10:23 Diperbarui: 10 Juli 2015   13:02 4054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="fenomena Brocken Spectre di puncak G. Batur, Bali"][/caption]Sebuah program bernama Ekspedisi Geografi Indonesia  (EGI) yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal; sekarang menjadi Badan Informasi Geospasial disingkat BIG) pada tahun 2007 mengambil lokasi di Bali. Salah satu program EGI adalah mendaki Gunung Batur (+ 1.717 m). Di bulan Mei 2007 itu, satu tim EGI bidang abiotik terpaksa harus bangun pukul 2 dinihari untuk bersiap-siap mendaki gunung api aktif tersebut. Pukul 4 subuh tim sudah beranjak mendaki dari satu tempat di kaki gunung, Purajati. Pukul 5.30 beberapa anggota tim sudah berhasil mencapai bibir kawah.

Selain disambut warung yang menyajikan mie rebus, dan teh atau kopi panas, sinar matahari telah menyemburat dari timur. Dalam bayangan warna lembayung pagi, tampak di kejauhan sebuah kerucut muncul di antara awan-awan. Kerucut itu tidak lain adalah Gunung Rinjani di Pulau Lombok. Di samping kanan Rinjani dalam jarak yang lebih dekat, dinding Gunung Abang, dinding Kaldera Batur paling tua, membayang berwarna hitam. Bayangan itu menyamarkan kerucut besar di belakangnya, Gunung Agung.  Di bangku warung itu, semua pendaki memandang takjub pemandangan di depannya.

Fenomena Brocken Spectre

Istirahat setengah jam di warung itu sudah cukup memulihkan tenaga untuk menjelajah kawah Batur tua yang sudah tidak aktif lagi. Puncaknya hanya tinggal beberapa puluh meter saja menelusuri dinding kawah. Beberapa anggota tim segera beranjak pergi dengan sedikit menanjak pada jalan setapak dari pasir dan abu lepas. Sinar matahari yang kadang-kadang terbuka atau tertutup kabut, sekali-kali menyorot dinding kawah yang tampak berlapis-lapis antara endapan piroklastik dan lava.

Di puncak itu rupanya sudah ramai dengan para pendaki wisatawan manca negara yang telah tiba terlebih dahulu. Kebanyakan dari Prancis. Setelah puas mengobservasi dan mencatat kondisi di Puncak Batur, kami pun segera kembali turun. Kembali ke arah warung.

Ketika  menuruni punggungan kawah itulah, kabut tebal menyergap kami. Saya yang banyak berhenti untuk mengamati singkapan batuan, tertinggal paling belakang. Dalam balutan kabut, kawan di depan saya sudah tidak tampak. Jarak pandang mungkin hanya 2 m. Dengan hati-hati saya menapaki jalan setapak berpasir itu dalam pandangan terbatas karena kabut yang turun. Lalu saat itulah darah saya terkesiap. Terkejut bukan kepalang!

Di kanan saya yang seharusnya jurang kawah yang tertutup kabut, tiba-tiba menampakkan sesosok bayangan hitam orang berbadan besar yang bergerak. Langkah saya terhenti. Jantung seperti mau copot. Namun yang terasa degup jantung semakin keras. Penampakan itu ikut berhenti. Sinar melingkar berpendar di belakangnya. “Mungkinkah ini penghuni gaib Gunung Batur? Atau Dewa Gunung Batur yang menampakkan diri?”

Walau masih dalam keterkejutan, nalar saya masih wajar, “Jangan-jangan bayangan itu adalah bayangan saya sendiri.” Saya angkat tangan kiri saya, dan penampakan itu pun mengangkat tangannya. Haha! Itu memang bayangan saya sendiri. Rupanya sinar matahari yang menyorot menembus sela-sela kabut dari sisi kiri saya terproyeksikan pada dinding kabut yang seolah-olah menjadi layarnya. Segera kamera saya jepretkan menangkap fenomena luar biasa itu. Saat kabut menghilang, fenomena itu pun ikut menghilang.

Dalam olahan digital, ketika saya naikkan kontras foto, menghasilkan penampakan yang luar biasa. Bayangan hitam saya yang sedang mengangkat tangan dilatarbelakangi lingkaran cahaya halo yang berwarna pelangi. Sungguh fenomena menakjubkan! Berselancar di Wikipedia, fenomena itu dikenal sebagai Brocken Spectre. Rupanya bukan sesuatu yang baru walapun memang langka dan tidak setiap orang mengalaminya.

Menurut Wikipedia, Brocken Spectre  diperkenalkan pertama kali dalam Bahasa Jerman Brockengespenst.  Istilah lain dikenal sebagai Bungkukan Brocken (Brocken Bow) atau hantu gunung. Fenomena  itu  adalah bayangan yang penampakannya besar dan diperbesar dari si pengamat sendiri yang disorotkan oleh sinar matahari pada permukaan atas awan atau kabut. Fenomena ini dapat muncul pada setiap gunung atau bukit yang berkabut , atau bahkan bayangan pesawat terbang yang dapat dilihat dari jendela pesawat yang terproyeksikan di atas awan.

Fenomena ini diamati pertama kali di Pegunungan Harz di Jerman dan menciptakan sebuah legenda lokal tentang Hantu Brocken, nama yang dipergunakan untuk fenomena ini. Pertama kalinya, fenomena Hantu Brocken diamati dan dijelaskan oleh Johann Silberschlag pada tahun 1780. Sejak itu, fenomena ini sering dicatat dalam berbagai  literatur di banyak tempat di wilayah pegunungan.

Penampakan sang  "hantu " muncul ketika matahari bersinar dari balik pengamat  yang melihat ke arah bawah dari punggung bukit atau puncak ketika dalam kondisi berkabut. Sinar matahari memproyeksikan bayangan pengamat menembus kabut pada “layar” kabut. Pembesaran ukuran bayangan merupakan ilusi optik. Itu terjadi ketika pengamat menilai bayangannya sendiri pada layar kabut yang relatif dekat berada pada  jarak yang sama dengan obyek jauh yang terlihat melalui celah-celah pada kabut. Dalam kasus di Gunung Batur, bayangan normal saya jika tidak ada kabut adalah kecil pada dinding kawah. Saat ada kabut yang menutup kawah, “layar” menjadi dekat dan bayangan pun tampak besar. 

Fenomena Hantu Brocken lain adalah adanya cahaya yang mengelilingi penampakan. Seperti halo atau seperti cincin kemuliaan pada dewa-dewa India atau Cina. Cincin cahaya berwarna itu muncul tepat di seberang matahari ketika sinar matahari tercermin oleh kabut dan dibiaskan melalui uap air dalam kabut atau awan. Itulah mengapa saya pada mulanya terkejut mendapati penampakan seperti itu, seolah-oleh diperjumpakan dengan Sang Dewata Penunggu Puncak Batur.

Adakah orang Indonesia selain saya yang menangkap fenomena ini? ***

*) diedit ulang dari buku karya sendiri "Geowisata Bali Nusa Tenggara, Penerbit Badan Geologi, 2014"

Beberapa fenomena brocken spectre di luar negeri:

[caption caption="di Tebing Moher, Irlandia (foto: Sean Tomkins; sumber: www.irishcentral.com)"]

[/caption]

[caption caption="penampakan pesawat terbang (sumber: www.dailymail.co.uk)"]

[/caption]

[caption caption="di Peg. Alpen (sumber: thenonist.com)"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun