Mohon tunggu...
Bona Bosanova
Bona Bosanova Mohon Tunggu... wiraswasta -

Siapa diri ku aq tak tahu.. aku adalah dimana tempat ku berada.. aku ada karena aku diharapkan... aku pergi ketika telah ku sempurnakan setapak jejak jalan hidupku.. dan kemudian melangkah lagi melanjutkan kisah hidupku yang lain...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan yang Meluluhlantahkanku

12 Mei 2017   21:52 Diperbarui: 12 Mei 2017   21:57 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika harus ku bayangkan saat kita bertemu.. maka ingatanku akan kembali pada saat tatapan matamu meluluh lantah kan ku sampai ke tulang-tulang. Aku meleleh ketika ada seorang perempuan yang dengan senyuman menyempurnakan kecantikan wajahnya. Waktu seakan bergerak perlahan mencoba tunjukan betapa keanggunannya membuatnya begitu bercahaya.

Aku terbisu. Aku hanya seorang pecinta amatir dengan segudang kegagalan. Bagaimana aku bisa memaksa hayalku sejenak merangkai tali asmara. Aku menertawai kenekatanku untuk berfikir bisa bersama kamu. Menggelangkan kepalaku agar segera hilang segala angan yang terlalu jauh. Bagi aku, bisa kenal kamu saja sudah cukup. Apalagi suatu hari kamu berkata, “ Kamu adalah orang terbaik yang pernah ku kenal.”

Hari berlalu tak sering kita bertemu kadang berminggu atau sampai bulan berbulan. Setiap kita bercakap tak henti aku mengagumimu. Membuatku tak ingin beranjak sekedar pergi mengakhirinya. Kamu begitu ramah. Tangan kamu begitu hangat pada siapapun mereka. Bahasa yang kamu rangkai menyejukkan hati. Aku yakin banyak yang telah terpikat hanya dengan kebaikan hatimu.

Aku hanya ingin berbaur dalam pelangi yang kamu pancarkan. Mencoba membersihkan kegelapan yang menghantuiku. Meski akhirnya ku tahu kamu pun telah dihantui kegelapan yang sama. Begitu akrabnya kamu dengan aura negatif itu membuat aku ingin menjadi orang yang bisa menjadikanmu positif. Tapi siapa aku. Hanya lelaki biasa tak ada yang bisa aku banggakan. Ku pandang pakaianku yang lusuh dan kehidupanku yang gaduh apakah ada kepantasan untuk berharap?.

Kini.. semua kemustahilan itu sirna. Bagai mimpi ketika ku sadar bisa sedekat ini. Entah, sisi mana yang kamu lihat, moga kelak tak menyesali keputusanmu untuk menjalani kehidupan ini bersamaku. Sejauh ini langit masih menyejukkan bumi... Air masih menjumpai laut… selama kamu nyaman dalam naungan keteduhanku selama itu juga aku selalu menjadi bagian dari kehidupanmu..   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun