Mohon tunggu...
Bingar Bimantara
Bingar Bimantara Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Mager

Seorang anak petani yang sekarang berjuang menjadi sarjana. Sering patah hati namun tak pernah putus harapan. Berusaha menyibukkan diri agar tidak luntang-lantung di kos.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Kampus Telah Menjadi Ladang Komersialisasi

12 Mei 2019   14:45 Diperbarui: 12 Mei 2019   14:48 1264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai warga negara yang baik, saya ingin mengingatkan bahwa dalam Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 dijabarkan dengan sangat jelas bahwa Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

Itulah kata-kata syahdu didalam Konstitusi negara saya berada. Artinya bahwa setiap warga negara berhak atas jaminan pendidikan yang baik dan berkualitas tanpa terkecuali. Kaya atau miskin tidak ada diskriminasi di satu pihaknya.

Namun kata tak seindah dengan kenyataan yang ada. Bilamana kampus sudah menjadi lahan komersialisasi. Lalu kapitalisme sudah merambah di dunia pendidikan maka bukan lagi tempat untuk menuntut ilmu namun tempat menjajakan dagangan. Pendidikan yang baik tentu harus dibayar pula dengan ongkos selangit. 

Kampus-kampus mentereng mematok harga selangit dalam hitungan UKT mereka. Perhitungan besaran UKT ditentukan lewat prodi-prodi yang laris dipasaran. Serta besaran kebutuhan yang akan dilaksanakan dalam proses perkuliahan nanti, praktikum, observasi, dll.

Pada umumnya Perguruan Tinggi Negeri dalam implementasi dibagi menjadi tiga jenis. PTN BH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum), PTN BLU (Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum, dan terakhir PTN Satker (Perguruan Tinggi Negeri Satuan Kerja).

Lalu apa bedanya dari ketiga jenis ini?
PTN Satker semua pengelolaan keuangan masih disubsidi sepenuhnya oleh pemerintah dalam hal ini oleh Kemenristek. Tidak diperkenankan untuk membuat cabang usaha. Sehingga total pemasukan hanya berasal dari UKT mahasiswa dan dana subsidi.  PTN kategori Satker umumnya kampus yang masih taraf berkembang dan cenderung masih baru. Sedangkan kampus kita (UTM) ada dalam status ini.  

Sedikit lebih maju lagi ada PTN BLU yang mulai mengelola keuangannya secara pribadi namun masih dibantu oleh pemerintah. Artinya PTN BLU diperkenankan untuk membuka cabang jenis usaha dalam menambah finansial kampusnya. 

Terakhir adalah PTN BH hanya ada 11 kampus penyandang predikat ini. Umumnya kampus-kampus tenar yang ada di kota-kota besar. Sebut saja UI, UGM, Unair, ITB, UB dll. Semua adalah kampus veteran yang punya predikat mentereng. Mulai dari fasilitas, finansial, tenaga dosen, termasuk mahasiswanya terlihat mentereng semua. 

Khusus kampus dengan predikat ini mereka dalam pengelolaan keuangan kampus mulai mandiri. Subsidi mulai dikurangi. Hingga akhirnya pilihan untuk membuka usaha dari swasta pun diperkenankan dibuka. Usaha seperti rumah sakit, hotel, rumah makan, hingga tempat wisata. 

Kampus juga dapat dengan mudah menaikan besaran UKT yang tidak manusiawi sebab PTN BH memiliki otonomi khusus. Belum lagi jalur mandiri yang dijadikan ladang mencari pemasukan yang disebut uang gedung atau uang pangkal dengan besaran puluhan sampai ratusan juta. Satu hal yang bisa saya katakan ini ugal-ugalan.

Bila diamati ternyata kampus dengan nama mentereng tersebut yang tengah didambakan-dambakan calon mahasiswa adalah kampus yang mahal. Dengan hal demikian tentu tidak semua orang dapat merasakan pendidikan yang layak dan diharapkan. Sehingga hanya segelintir saja yang bisa merasakan pendidikan di kampus mentereng.

Pada umumnya seorang siswa pula tidak mengetahui apa maksud PTN-BH yang dapat memberikan dampak.yang besar dari universitas yang dimasukinya. Awalnya Indonesia berbentuk BHMN (Badan Hukum Milik Negara) pada tahun 2000. Empat diantaranya adalah Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, dan Institut Teknologi Bandung. Pada tahun 2012 berdasarkan Undang-Undang nomor 12 tentang Pendidikan Tinggi, BHMN ditetapkan menjadi PTN-BH.

PTN-BH merupakan singkatan dari Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum yang dapat diartikan bahwa PTN-BH adalah Perguruan Tinggi Negeri yang memiliki otonomi penuh dalam mengatur anggaran rumah tangga dan keuangan perguruan tinggi itu sendiri. 

Sedangkan, perguruan Tinggi Negeri yang tidak memperoleh status PTN-BH maka tidak memiliki otoritas dalam menentukan anggaran rumah tangga dan keuangannya sendiri, melainkan diatur oleh pemerintah. Semenjak diberlakukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Perguruan Tinggi, khususnya Perguruan Tinggi Negeri harus merubah statusnya menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN Badan Hukum)

Keuntungan dari dari dibentuknya PTN BH adalah mereka memiliki otonomi khusus yang diberikan dalam pengelolaan keuangan, kepegawaian, organisasi kelembagaan, dan terkait masalah penambahan dan pengurangan prodi. 

PTN BH memiliki hak sepenuhnya atas pengelolaan dan bebas melakukan ekploitasi terhadap keuangan kampus. Sehingga tidak jarang kampus yang membranding dirinya sebagai PTN BH. Kampus dengan status ini dapat mempercepat pembangunan dengan meningkatkan pemasukannya. Bisa lewat UKT dan unit usaha lain.

 Namun pada kenyataannya unit-unit usaha yang dikelola tak sepenuhnya dapat membantu operasional kampus. Akhirnya mahasiswalah yang menjadi sasaran ekploitasi dana kemahasiswaan. Lewat UKT yang tinggi dan pangkal.

Tak jarang kampus-kampus ini didemo dikarenakan UKT nya selangit. Orang yang berada dengan mudah mendapat pendidikan yang berkualitas. Namun anak orang miskin? Harus dengan beasiswa, tanpa beasiswa tak mungkin anak dari kampung mendapatkan pendidikan yang layak. Beasiswa Bidikmisi adalah satu cara bagaimana menembus ketidakadilan dalam dunia pendidikan tinggi dewasa ini.

Keadaan berbanding terbalik dengan kampus Satker, dimana semua pembiayaan masih berasal dana subsidi. Keuntungan yang paling dirasakan adalah besaran UKT tidak tinggi yang dibebankan kepada mahasiswanya.

 Namun pengelolaan dan percepatan pembangunan dari kampus model ini masih tergantung dengan Kemenristek. Padahal kampus negeri dimanapun berada dituntut sama dalam memberikan pelayanan pendidikan yang sama-sama baik.

Imbasnya PTN Satker dengan keterbatasan berusaha untuk memberikan pendidikan terbaiknya. Karena merasa sangat terbatas segi keuangan. Sekaligus mempersiapkan menjadi PTN BLU dan diposisi paling atas PTN BH. Konyolnya lagi bapak menteri mengharap output yang sama dengan latar belakang, permasalahan yang kampus yang tidak sama. 

 Membatasi akses masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan kemampuan finansial mereka sama saja dengan mengkhianati cita-cita para pendiri negara ini, dan lebih jauh : mengkhianati rakyat yang hidup di bumi pertiwi ini.

 Saya yakin, masih banyak orang di jajaran pembuat keputusan (baik di DPR mapun kampus) masih punya hati nurani dalam menyikapi PTN-BH ini. Maka tak ada salahnya untuk tetap berusaha semaksimal mungkin mencari celah agar mereka yang kurang beruntung bisa tetap memperoleh pendidikan layak. Sebagai penutup saya ingin pembaca camkan baik-baik, pendidikan bukan barang jualan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun