Tak mau dirugikan perusahaan kapal tarik kapal-kapalnya yang beroperasi di Selat Madura. Sudah tidak menguntungkan lagi pikirnya. Masa-masa jayanya sudah habis. Perusahaan kapal swasta menarik aset-asetnya untuk dilayarkan ke perairan yang lebih menjanjikan.
Masa lampau Pelabuhan Kamal jadi pelabuhan yang cukup sibuk di Lautan Jawa. Terlebih lagi bila hari raya atau hari-hari besar telah tiba. Ribuan penumpang berduyun-duyun untuk melintas Surabaya ke Madura atau  sebaliknya. Kini itu hanya cerita yang akan dikenang masyarakat Madura.Â
Beroperasinya Suramadu pada 2009 terus menggerus jumlah pengguna penumpang kapal. Asongan yang dulunya dikerumuni pembeli kini harus menelan ludah dengan sepinya pengunjung. Cerita salah satu pedagang asongan  ketika dia sempat menunjuk beberapa titik ruang tunggu penumpang yang sepi melompong. Sambil berharap dari ketidakpastian nya agar pelabuhan ini tidak ditutup.
Pengemis, anak minta-minta, atau apapun sebutan orang kebanyakan. Penulis lebih suka menyebutnya Anak Pelabuhan. Membawa tadah plastik bekas bungkus jajan mereka menodongkan wadahnya. "Mas minta mas minta" ucapnya anak laki-laki meminta receh kepada pengguna pelabuhan.Â
Orang yang iba akan memberikan Rp 1000 atau Rp 2000 kedalam tadah bungkus meraka. Namun tak jarang yang risih langsung mengusir anak kecil yang kehadiranya tidak diharapkan. Mereka anak pelabuhan terdidik bukan sebagai yang terpelajar, tapi peminta-minta. Dibekali dan diajari untuk meminta-minta sejak dini. Miris nasibnya, maka aku sebut anak-anak pelabuhan.Â
Asongan. Sepanjang hari ia dengan sabar menjajakan minuman dan makanan ringan. Sesekali tawarkan daganganya. "Aing aing, pucuk pucuk, mizon-mizon" sambil menodongkan kearah calon pembeli. Membujuk agar botol-botol minumanya terbeli. Sayang tak semua merasa haus dan lapar untuk membeli para asongan ini.Â
Dulunya Pelabuhan Kamal terintegrasi dengan dengan Terminal yang bersanding berada tak jauh dari dermaga. Namun sekarang terlihat kopong tak berpenghuni. Bangunan terminal rusuh tak terawat. Beberapa angkot mangkal untuk menarik penumpang, tapi tak seramai dulu. Tak berbeda dengan tukang becak. Zaman yang sudah berkembang maju. Lebih banyak yang sudah memakai sepeda motor.Â
Menitih asa Pelabuhan Kamal. Gapura megah namun lusuh seperti kurang perawatan. Monumen karapan sapi menjadi simbol. Namun sayang entah rusak atau sudah usia kepala patung joki karapan sapi sudah hilang. Monumen ini simbol bahwa kita sudah ada di Palau Madura. Sate Madura, Karapan sapi, Garam itulah khasnya dari Madura.
Ibu atau Bapak asongan, petugas pelabuhan, penjaga loket, padagang kaki lima, anak-anak pelabuhan, penjaga asa Pelabuhan Kamal Madura. Mereka adalah saksi bisu bahwa pelabuhan ini pernah jaya. Nasib ibarat roda yang berputar. Kadang diatas kadang juga bisa dibawah.
Rezeki hadir dari kegesitan asongan-asongan yang menjajakan minumannya. Mungkin juga rezeki datang dari muka lesu dan melas anak pelabuhan. Kini semuanya tampak berbeda Ceritane wes bedo (Ceritanya sudah  berbeda).Â
Harapan masih ada dari kapal-kapal yang kini masih setia berlabuh. Serta harapan tak pernah pudar, demi bertahan demi sesuap nasi berada dibalik sisi kegagahan Suramadu.Â