Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) dan pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan dua komoditas pertanian yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar, yang sering kali tidak dimanfaatkan secara optimal. Salah satu limbah utama dari kelapa sawit adalah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin, sementara pelepah pisang yang dihasilkan dari perkebunan pisang juga kaya akan selulosa. Kedua limbah ini memiliki potensi untuk diolah menjadi mulsa organik, yang dapat memberikan manfaat besar bagi pertanian. Mulsa organik dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, seperti meningkatkan kapasitas penahan air, mengurangi evaporasi, serta menekan pertumbuhan gulma. Dibandingkan dengan mulsa plastik, yang dapat mencemari lingkungan, mulsa organik memiliki keuntungan lebih ramah lingkungan dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dalam jangka panjang. Selain itu, mulsa organik berbahan limbah kelapa sawit dan pisang juga lebih murah karena dapat diproduksi dengan teknologi sederhana. Penggunaan limbah ini sebagai mulsa organik lembaran dapat membantu mengurangi dampak lingkungan dari limbah pertanian yang tidak terkelola, sekaligus memberikan solusi yang berkelanjutan untuk pertanian. Dengan memanfaatkan limbah pertanian secara maksimal, kita dapat mendukung praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan dan meningkatkan kualitas tanah untuk produksi pertanian yang lebih baik.
     Mulsa organik merupakan mulsa, yang dibuat dari limbah pertanian atau sisa tanaman, umumnya digunakan dalam sistem pertanian organik. Mulsa organik membantu menjaga kelembaban tanah dan menekan perubahan suhu tanah. Maka dari itu, mulsa organik sangat penting untuk meningkatkan jumlah air yang ada dalam tanaman (Damaiyanti dan Nurul, 2013). Mulsa adalah bahan atau material yang diletakkan secara sengaja di atas tanah atau lahan pertanian. Menurut Thomas et al. (1993) dalam Mayun (2007), penerapan mulsa organik menghentikan pertumbuhan gulma, melindungi agregat tanah dari air hujan, mengurangi erosi permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan melindungi tanah dari paparan sinar matahari. Karena mulsa organik dapat mengurangi evaporasi, mencegah sinar matahari langsung menyinari tanah, dan menjaga kelembaban tanah, mulsa organik akan memberikan lingkungan pertumbuhan yang baik bagi tanaman. Ini membuat tanaman dapat menyerap air dan unsur hara dengan baik. Oleh karena itu, struktur tanah akan meningkat, aerasi akan lebih baik, dan permeabilitas tanah yang tinggi akan dipertahankan. (Hartatik dan Suriadikarta 2012).Â
      Tahap-tahap pembuatan mulsa organik lembaran sebagai berikut:Â
Pembuatan cetakan Â
Styrofoam dan kain disiapkan. Buat lubang 25 cm x 20 cm di styrofoam, lalu lapisi bagian atasnya dengan kain.
Persiapan alat dan bahanÂ
Pastikan TKKS dan serat pelepah pisang, NaOH, dan peralatan yang akan digunakan tersedia.
Pengecilan Ukuran dan Penimbangan Â
Berat total bahan mulsa setiap kombinasi perlakuan adalah 200 g, setelah itu lalu digunting dengan ukuran 1 cm serta timbang NaOH sebanyak 1 g.Â
Pulping Â
Bahan TKKS dan pelepah pisang diblender kurang lebih selama 30 menit dengan ditambahkan air secukupnya pada setiap penghalusan. Setelah halus, lalu peras dengan menggunakan saringan untuk diambil ampasnya.
Penguraian Serat Â
Aduk kedua bahan tersebut pada panci. Campuran bahan direbus dengan menambahkan air sebanyak 1 L. Selanjutnya, 2 g NaOH kristal ditambahkan sesuai dengan kombinasi prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Selama tiga puluh menit, aduk dan tunggu sampai mendidih dengan api tetap.
Panci harus segera diangkat dari kompor setelah 30 menit berlalu dan segera tiriskan.
Pencucian Â
Setelah dingin, serat-serat tersebut dicuci dengan menggunakan air bersih sebanyak 15 liter agar kandungan tanah dan NaOH pada serat-serat tersebut hilang. Â
Setelah serat-serat tersebut dicuci hingga bersih, langkah selanjutnya adalah melakukan penyaringan atau disaring.
Pembuburan Â
Pulp dimasukkan ke dalam blender dengan ditambahkan air secukupnya lalu dihaluskan selama 3 menit. Setelah itu dipanaskan kembali selama 5 menit.Â
Pencetakan Â
Setelah itu adalah proses pencetakan, dalam tahap ini dimulai dengan cara memasukkan bubur yang telah jadi dalam keadaan masih panas lalu diratakan di dalam styrofoam yang sudah dilapisi kain. Kemudian setelah itu ditekan dengan tekanan tetap sebesar 10 kg pada cetakan, hal ini dilakukan hingga air di dalam serat keluar.
Pengeringan  Â
Setelah dicetak lalu tahap selanjutnya adalah dikeringkan. Pengeringan tidak dilakukan dengan memakai sinar matahari secara langsung, karena dapat menyebabkan lembaran mulsa organik bergelombang, karena panasnya yang tidak merata. Namun, apabila mulsa organik bergelombang, langkah yang bisa dilakukan yaitu pemberian pembebanan pada mulsa dengan tujuan lembaran mulsa organik tidak bergelombang (Wardani, 2012).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H