9. Apapun keadaannya, tetap cintailah orangtuamu!
Setiap dari kita pastilah tahu, hafal, dan paham betul keutamaan dan jasa-jasa orangtua bagi setiap anak-anaknya. Begitu pula yang dilakukan dan dijadikan pedoman bagi Abu Hanifah dalam rangka berbakti kepada orang tuanya.
Abu Hanifah sudah biasa menemani ibunya bermil-mil jauhnya untuk menemui ulama yang dipandang lebih alim dari anaknya sendiri, padahal sang ulama tersebut lebih mengakui keutamaan Abu Hanifah. Meskipun demikian, Abu Hanifah tetap ridho dan melaksanakannya demi menyenangkan hati ibunya.
Suatu ketika, ibunya tak setuju dengan fatwa Abu Hanifah. Ia meminta untuk diantarkan kepada seorang ulama untuk meminta kejelasan, tapi ulama tersebut malah mengarahkan untul bertanya pada Abu Hanifah, putranya sendiri. Ulama tersebut berkata kepada sang ibu, "Bagaimana mungkin aku memberi fatwa kepadamu, sedangkan sang ahli fikih Kufah (Abu Hanifah) bersamamu?"
Begitu pun ketika Abu Hanifah dipenjara dan disiksa karena menolak untuk memegang jabatan dalam pemerintahan dan dihasut oleh ulama penjilat penguasa bahwa Abu Hanifah tidak patuh terhadap khalifah, karena itu layak untuk dihukum. Beliau menangis tersedu-sedu ketika disiksa, tapi bukan karena rasa sakit, tapi teringat ibunya yang bersedih karena keadaannya. "Demi Allah, saya menangis bukan karena sakit dicambuk, melainkan karena teringat ibuku. Sungguh, tetesan air matanya membuatku sedih."
10. Always be brave, be patience in every condition!
Ketika kita merasa bahwa diri kita mengemukakan suatu kebenaran, pun dibarengi argumentasi-argumentasi yang kuat, jangan takut untuk dikemukakan. Kebenaran harua ditegakkan, agar keburukan tidak merajalela. Hal ini pun demi melaksanakan hal penting dalam Al-Qur'an dan Sunnah: Amar ma'ruf nahi mungkar.
Abu Hanifah berani untuk mengemukakan kebebasan berpikir, agar umat tidak kaku dan jumud. Akal adalah anugerah terbesar dari Allah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, oleh karena itu pendayagunaan akal sebaik mungkin merupakan bentuk rasa syukur kepada-Nya.
Kesabaran Abu Hanifah tak perlu dipertanyakan lagi. Kesabarannya dalam menuntut ilmu dengan jangka waktu dan jarak yang lama, kesabaran menghadapi ulama penjilat pemerintah, dan kesabaran melewati siksaan di penjara karena menyuarakan kebenaran dan membongkar kesalahan-kesalahan pemerintah berikut pejabat-pejabatnya.
Semoga kita diberikan kemudahan dan keberkahan dalam menjalani kehidupan yang ambyar ini, dengan jalan meneladani peri hidup generasi terbaik umat Islam.
Referensi: