Mohon tunggu...
Bayu Winata
Bayu Winata Mohon Tunggu... -

pecinta jalan jalan, travel writer,\r\npecinta Kegiatan outdoor, dari naik gunung hingga diving\r\nKontributor tetap majalah infobackpacker.com\r\nBermimpi tulisan masuk National Geographic

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bono, Tidal Bore dari Riau

1 Maret 2014   22:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:20 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jika nanti bertemu dengan banjir, ambil tengah saja bang, jalannya lebih keras jika di tengah.”Ucapan ini sayup-sayup terdengar saat mata saya masih terpejam. Dalam gelapnya malam, dua mobil sedang menempuh perjalanan yang mendebarkan. Jalan aspal yang sudah empat jam menemani kami, berubah menjadi jalan kerikil. Suara benturan antara kerikil dan gardan mobil membangunkan saya dari tidur yang sejak keberangkatan tadi di lakukan. Mata saya tidak sengaja melihat papan petunjuk jalan yang di sorot oleh lampu mobil ”Teluk Meranti 55 km.“ Inilah tujuan kami. Perjalanan ini semakin lama, karena dibeberapa segmen jalan perkerasan terjadi banjir. Saat dinihari, tibalah kami di Kampung Teluk Meranti, sebuah perkampungan yang terletak di muara sungai Kampar. Kami di sambut oleh keramahan Bang Kawi. Beliau adalah salah satu panitia dalam acara yang nantinya akan diadakan di desa ini.

Keesokan harinya kampung ini tengah bersiap menyambut hajatan besar yang di namakan Festival Bekudo Bono. Apa itu Bono? Bono adalah sebuah fenomena alam yang termasuk kedalam gelombang tidal bore. Gelombang ini terbentukdari benturan arus laut dengan arus di muara sungai. Saat bulan purnama ataupun bulan baru, permukaan laut yang berada di Selat Malaka menjadi naik dan melahirkan gelombang pasang yang menyapu masuk kedalam Sungai Kampar sejauh 50 sampai dengan 60 km. Ketika sisi depan dari gelombang ini masuk ke muara sungai yang menyempit dan bertemu dengan perairan dangkal Sungai Kampar lahirlah gelombang yang dikenal dengan sebutan Bono. Ketinggian Bono dapat mencapai 2 meter dan melaju ke arah hilir melawan arus sungai selama kurang lebih 2 jam dan nantinya akan menghilang. Terdapat 6 sampai 13 gelombang berurutan tergantung dari dalam maupun kontur sungai yang ada. Itu berdasarkan kajian ilmiah.

Namun, dari sudut pandang seni tutur dari masyarakat tempatan. Ada beberapa versi dari Bono, ada yang bercerita bahwa Bono merupakan hantu anjing laut yang menarik gelombang ke arah Sungai Kampar. Karena Belanda saat itu tidak bisa masuk ke dalam muara sungai Kampar, pihak Belanda menembak gelombang ini dengan menggunakan meriam. Akibatnya, bono ini mati dan berkurang jumlahnya dari 7 menjadi 6. Sedangkan versi yang lain, menceritakan Datuk Kampar yang merupakan orang sakti pada zaman dahulu mengambil gelombang sungai Kampar segenggam tangan dan memasukkannya ke dalam tempurung kelapa. Fungsi dari gelombang ini adalah sebagai benteng pertahanan dari serangan para perompak yang akan menyerang daerah ini. Datuk Kampar berpesan kepada masyarakat “jika nanti matahari setinggi ubun-ubun (jam 12 siang), akan terjadi sebuah gelombang yang besar.” Masyarakat kampung penasaran dan menunggu kedatangan dari gelombang ini. Saat waktu yang telah di tentukan tiba, terjadilah gelombang besar. Masyarakat kampungpun berteriak. “bono kata datuk, bono kata datuk“ Bono dari perkataan mereka ini memiliki arti benar. Perkataan inilah yang mungkin menjadi awal muasal kata bono.



Dahulu, bono sangat ditakuti oleh masyarakat. Mereka takut jika nantinya tenggelam dan diseret bono. Namun sekarang, mereka mulai mencoba akrab dengan bono. Saat sedang berada di sebuah rumah makan, saya berkenalan dengan pemuda kampung yang bernama Edi, dia adalah pemuda lokal yang sekarang menjadi seorang peselancar. Dia menawarkan kepada saya untuk mencoba “kegilaan bono.” Hal menarik ini sungguh sayang untuk di lewatkan. Kebetulan, kedatangan saya bersamaan dengan kedatangan seorang peselancar asing dari Perancis yang bernama Mathis. Dengan menggunakan speed boat khusus yang dibawa oleh bang Edi. Berangkatlah kami menuju tempat berselancar yang dikenal dengan nama Tanjung Baru atau nama lokalnya ada Tanjung Bebau. Dibutuhkan waktu satu jam perjalanan untuk bisa mencapai tempat ini. Tiba di Tanjung Bebau, saya belum bisa menikmati “kegilaan“ dari bono. Ternyata kami harus menunggu terlebih dahulu.

Saat beradadi tengah sungai, secara samar telinga saya menangkap suara seperti geraman. Bang Edi berkata ke saya “itu suara bono, dan gelombangnya nanti akan menuju ke kita.” Setelah 40 menit kemudian, bang Edi berkata “ Lihat!” Dan saya melihat dinding air setinggi dua meter dengan lebar sekitarsatu kilo meter berwarna coklat kemerahan seolah berlari mengejarspeed boat kami. Saat menunggu bono, mesin speed boat memang tidak dimatikan. Hal ini untuk mencegah terjadi nya hal-hal yang tidak diinginkan saat di kejar oleh Bono.

Raungan suara mesin bersaut sautan dengan geraman bono. Jarak antara gelombang dan kami sekitar tujuh meter. Perasaan saya tidak bisa digambarkan. Adrenalinterasa mengalir dengan deras tidak lama kemudian. “Mathis, JUMP!” teriak bang Edi. Saya pun melihat Mathis terjun dan mencoba berselancar di Bono, dia terlihat menikmati gelombang besar yang sedang mengejar kami. Saya pun sibuk mengabadikan perkasanya Bono. Namun, hal ini bukanlah inti dari permainan. Baru dua menit berselancar, Mathis pun terjatuh. Bang Edi berkata. “Kita jemput.” Dengan terburu-buru saya memasukkan kamera kedalam dry bag. Speed boat kami masuk dan menembus iring-iringan gelombang. Boat kami diaduk-aduk di dalam Bono. Rasa nya seperti mengikuti arung jeram namun dengan sensasi yang lebih dahsyat. GILA.

13936604661060002781
13936604661060002781


Perahu kami drop dari ketinggian dua meter ke nol meter, lalu kembali di angkat oleh gelombang setinggi satu meter. Dan sekarang, saya sedang berada di tengah gelombang untuk menjemput Mathis. Adrenalinsaya benar-benar di pompa hingga maksimal. Perahu kami zig- zag menembus gelombang. Terlihat tangan Mathis melambai. Jemput Mathis. Perjalanan kami lanjutkan kembali.

Kami mengejar sang raksasa. Raungan mesin perahu sudah tidak saya pedulikan lagi. Kembali masuk ke dalam Bono, dan berzig-zag untuk mendahului. Sekarang posisi kami berada di depan. Jarak antara perahu dan gelombang sekitar 20 meter. Kali ini berganti driver boat. Rio yang mengambil alih perahu. Bang Edi dan Mathis bersiap akan turun ke Bono. “Hold on Mathis,” kata bang Edi. Kecepatan perahu kami pelan-pelan diturunkan karena jarak antara kami dan gelombang terlalu jauh. Sang raksasa tidak mau kalah, dia terlihat seperti mengejar kami. Tidak lama kemudian bang Edi berteriak. “JUMP!” Mathis langsung meloncat dan disusul oleh bang Edi. Saya bisa menyaksikan permainan menarik antara peselancar lokal dan peselancar asing. Mereka berdua seolah-olah sedang “menari”. Namun bang Edi jatuh terlebih dahulu dan lima menit kemudian Mathis pun selesai “menari” dengan gelombang ini. Jemput, terjun dan menembus gelombang adalah kegiatan yang saya habiskan di tengah sungai Kampar.

1393660782634810091
1393660782634810091


Setelah satu setengah jam kemudian, tibalah kami di Tanjung Sesendok atau bagi bahasa lokal nya adalah Tanjung Sesenduk. Di sini terlihat para peselancar lokal yang sedang berdiri di atas sungai untuk menyambut Bono. Mereka sedang latihan, karena besok hingga tiga hari ke depan mereka akan mengikuti Festival Bekudo Bono.

13936605701231876627
13936605701231876627
Langsung saja rombongan kami bergabung bersama rombongan pemuda desa. Kali ini, Rio dan Mathis memilih ikut turun bermain. Bono pun datang. Para pemuda ini dengan penuh keriangan“menari” di atas gelombang. Speed boat kami mengikuti permainan mereka hingga Bono pecah menjadi pasang biasa di dekat kampung. Kami pun kembali ke kampung.

Dahulu, Bono adalah gelombang yang di takuti. Sedangkan sekarang, Bono menjadi tempat bermain baru terutama bagi pecinta selancar.

1393660629926658453
1393660629926658453

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun