Teknologi yang pesat serta kemunculan internet selamanya telah mengubah jurnalisme yang dulu kita kenal. Pekerja media sebelumnya memiliki tugas masing-masing, seperti jurnalis yang mencari berita di lapangan, ditambah seorang kameramen yang mengambil gambar dan video, lalu editor menyunting hasil pekerjaan keduanya. Setelah semua selesai, berita kemudian disebarluaskan kepada khalayak melalui koran, radio dan televisi.
Kurang lebih seperti ini aktivitas jurnalisme terdahulu, dilakukan terfokus secara terpisah-pisah. Berita-berita juga diterima oleh audiens begitu saja, secara pasif dan tidak ada timbal balik di dalamnya.Â
Tetapi sejak kehadiran teknologi, dunia jurnalisme mengalami perubahan yang signifikan. Tentang bagaimana pekerja media kini dituntut untuk menjadi seseorang yang serba bisa, lebih terhubung dengan audiens, dengan pilihan cara dan lahan menampilkan berita yang semakin beragam.
Namun semuanya bukan tanpa halangan. Permasalahan muncul ketika jurnalisme dihadapkan dengan bagaimana kemajuan teknologi dan meningkatnya penggunaan internet benar-benar meruntuhkan dinding batasan antara audiens dan pekerja media.Â
Alasannya cukup sederhana, saat ini bagi siapa saja yang memiliki akses ke media sosial dan memiliki kemampuan untuk mengunggah cerita tentang peristiwa atau kejadian besar yang terjadi, mereka sudah kurang lebih seorang jurnalis.Â
Secara teknis, penyebaran berita antara keduanya tidak jauh berbeda, ditambah dengan semakin berkurangnya penikmat televisi dan radio. Semuanya beralih ke media sosial dan internet. Apakah harus menjadi jurnalis profesional terlebih dahulu untuk menyebarkan berita di medium internet ini?
Lebih lanjut, kita sering melihat berita-berita di televisi era sekarang, kebanyakan hasil rekaman video atau gambarnya berasal dari masyarakat, bahkan isi berita secara keseluruhan kerap disadur dari berita yang sudah viral di media sosial terlebih dahulu.Â
Kita juga memiliki akun media sosial seperti Twitter dan Instagram untuk mendapatkan berita, yakni dengan mengikuti kanal-kanal berita seperti CNN, Tirto, Tempo, dan ketika kita melihat sesuatu yang menarik, kita akan membagikannya (share). Kalau sudah seperti ini, kita seperti tidak perlu repot-repot menonton televisi lagi.
Walau demikian, informasi dalam ranah media sosial atau internet yang ditujukan ke audiens kerap kurang kompeten. Kejadian besar dipublikasikan tidak menyeluruh, dipotong atau sebaliknya digembar-gemborkan berlebihan.Â
Ini berkaitan dengan titik sensasionalisme yang diangkat dalam pelaporan media (clickbait). Perlu lebih banyak fokus pada kualitas cerita yang akan dipublikasikan daripada asal cepat dilaporkan atau mudah ditulis.
Seorang jurnalis atau tidak, sebagai bagian dan keberlangsungan hidup di masyakarat, jurnalisme dengan kehadiran teknologi membuka banyak pengalaman untuk kita dalam penggunaan alat dan teknik untuk menerima, memproduksi dan menyebarluaskan informasi.Â
Semuanya kembali menjadi sesuatu yang berkenaan pada keahlian serta cara berpikir. Dengannya, ada beberapa kiat atau strategi untuk bisa menjadikan diri menarik dan berkualitas dalam melaksanakan aktivitas jurnalistik, yakni:
- Hubungkan beberapa jenis media. Idealnya, digunakan dengan memanfaatkan keunggulan masing-masing, dan saling melengkapi. Redudansi akan mengurangi minat audiens, seperti aspek-aspek cerita yang ada dalam video juga ada dalam teks dan audio, atau tidak ada perbedaan yang signifikan.
- Sederhana, tapi bermakna. Pilih bagian informasi mana yang benar-benar perlu dimasukkan, dan apa yang bisa dihilangkan. Menambahkan terlalu banyak bagian dan potongan dapat membuat berita menjadi terlalu rumit dan bahkan membingungkan.
- Dalam jurnalisme masa kini, aspek visual adalah segalanya. Raih perhatian audiens secara visual. Sebuah kisah yang menarik memberi jeratan kuat di awal, ajakan untuk bertindak, segera setelah audiens mengakses beritanya.
- Jadi berbeda. Tunjukkan audiens sesuatu yang belum pernah mereka lihat. Ajak audiens ke suatu tempat yang belum pernah mereka kunjungi. Beri audiens sesuatu yang belum mereka tahu.
Pada akhirnya, kehadiran teknologi memungkinkan kita merangkul banyak jenis media, dengan integrasi yang terbuka ke semua, membuat kita semakin belajar untuk memahami diri, masyarakat, dan dunia yang kita tinggali bersama, melalui jurnalisme.
Kunjungi juga :Â
Mindy McAdams. (2014). Re-defining-multimedia-journalism.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H