Usia tua tak halangi Sutopo (72) mengayuh Becak Pustaka miliknya dari pagi sampai sore setiap hari. Ia biasa mangkal di Jl.Tentara Pelajar, tepatnya di seberang Bank BPD DIY.Â
"Iya selamat sore, silahkan-silahkan kalau mau lihat dan mengambil foto, langsung saja, ini kalau misal mau main ke rumah ayo saya antar" ujarnya dengan antusias.
Kawasan rumahnya sedang ramai sore itu, orang-orang berkumpul di satu titik dan saling bercengkerama.
"Sedang ada yang berduka, masih muda padahal, namun ya sudah jalannya mau gimana," tutur Sutopo pelan.
"Syuting- syuting, biasa Mbah Sutopo," ucap salah seorang warga.
Seakan sudah lumrah dan hal yang normal untuk dilihat dari waktu ke waktu. Warga Di sekitar tempat ia tinggal sudah tidak asing dengan nama Pak Sutopo. Tinggal sebut namanya, atau "becak yang ada bukunya", mereka siap memberi arah dan menunjukkan spesifikasi lengkap, seperti, pukul berapa Pak Sutopo datang, pergi, ke arah mana Pak Sutopo mengantar penumpang.
Becak Pustaka, telah ada sejak tahun 2004, ia mengaku mendapatkan ide menyediakan buku di becaknya atas bisikan Tuhan.
"Itu dari bisikan Tuhan, saya hanya melanjutkan atas apa yang diberi oleh Nya," ujar Sutopo sembari tersenyum sumringah.
Kala baru mulai bukunya masih sedikit, hanya sekitar 10 buah, di sisi kiri dan kanan becak. Bukunya ada yang ia beli sendiri, namun kebanyakan sumbangan dari beberapa pihak.
"Buku milik saya sendiri, ada yang beli, ada yang dari sumbangan. Kemarin terakhir 2017 saya menang lomba desain becak, dan hadiahnya satu kardus besar isi buku semua," ujar Sutopo sambil memperlihatkan koleksi bukunya.
Sutopo sendiri dulunya mahasiswa seni ASRI Jogja. Walaupun tidak selesai, ia pernah selama 2 tahun menempuh pendidikan seni reklame di Akademi Seni Rupa Indonesia Yogyakarta (ASRI), sebelum menjadi ISI Yogyakarta. Jiwa seninya tetap mengalir, ia salurkan ke becaknya menjadi penuh warna, dan typography menggugah mata. Dinding-dinding di tempat ia tinggal juga tidak luput dari sasaran ekspresi seninya.
"Kalau ini saya sendiri yang gambar, pakai cat apa saya lupa, ya pokoknya untuk mural dan desain gitu pokoknya," tutur Sutopo sembari menunjuk ke arah dinding di kawasan rumahnya.
"Jadi dulu ASRI itu ada lima jurusan--lukis, dekorasi, reklame, ilustrasigrafi, patung. Saya di reklame, jadi gambarnya yang realis gitu, papan nama, mural," kenangnya.
Usia tua bukan halangan, Sutopo selalu bersemangat dalam menjelaskan apapun. Terlebih begitu kuat untuk mengayuh becak penuh buku, penumpang, dengan terik matahari, serta rute yang jauh. Rahasianya barangkali pada usia mudanya, Sutopo setiap harinya berolahraga rutin dan sering mengikuti lomba lari maraton.
"Saya hampir setiap tahun ikut maraton, penyelenggaranya beda-beda. Walau tidak sekuat dulu, dan suka berada posisi paling belakang, tak masalah," ujarnya sembari tertawa.
Untuk Becak Pustaka, Sutopo tidak melihat siapapun menirunya, atau terinspirasi membuat becak dengan konsep yang sama. Ia menyadari bahwa sebagian besar pengayuh becak tidak memiliki pendidikan yang mumpuni, singkatnya- tidak suka baca. Ia bagaimanapun ingin mengubah persepsi tersebut, paling tidak dari diri sendiri dan mencoba mengedukasi, sesederhana memberikan fasilitas bacaan buku ke penumpang yang naik di becaknya. Sutopo juga tidak ragu memberi bacaannya secara cuma-cuma.
"Pernah ada penumpang anak kecil, tidak mau turun ketika dijemput ibunya karena belum selesai baca salah satu majalah, ya saya beri saja, dibawa pulang tidak apa" ujarnya sembari tertawa kecil.
Pak Sutopo masih bekerja untuk mengayuh becak setiap harinya. Koleksi buku di becak pustaka sangat beragam, dimulai dari novel, buku pengetahuan umum, buku bahasa, keagamaan dan masih banyak lagi.
"Buku untuk semua kalangan ada, tua-muda, saya juga punya buku yang dianggap meresahkan oleh sebagian kelompok, semacam buku-buku kiri," ujar Sutopo.
"Berbagi ilmu dan selalu baik hati kepada siapapun. Tetap berusaha dan berserah diri," tuturnya. Sutopo setiap harinya mangkal di depan Bank BPD DIY Bumijo, dari pukul 07.00 WIB hingga 16.00 WIB. Becaknya tidak memiliki tarif yang pasti, "Ya seiklasnya saja, terserah, berapapun boleh," selalu tungkas Sutopo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H